Dalam sistem presidensial, penentuan siapa saja yang menjadi menteri sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden. Demikian dikatakan oleh para ahli tata negara di republik tercinta ini. Perkara itu tak pernah terjadi masalah sebelumnya. Soalnya yang menjadi presiden biasanya pentolan partai, jadi tidak ada isu ditunggangi dalam hal hak prerogatif.
Muncul masalah ketika Jokow Widodo alias Jokowi terpilih menjadi presiden RI untuk periode 2014-2019. Faktanya Jokowi “hanyalah” petugas partai PDIP. Masalah muncul ketika Jokowi mendiskusikan penentuan kabinet dan nama-nama menteri dengan ketua umum PDIP, Megawati. Bagaimanakah cara Jokowi benar-benar menentukan nama menteri-menteri tanpa pengaruh pihak lain, karena sudah menjadi hak prerogatif-nya sebagai presiden?
Banyak pihak yang meragukan itu. Isu Jokowi ditunggangi dan disandera partai dan Megawati dalam hal penentuan pun mencuat ke permukaan. Isu ini tak sepenuhnya salah, walau mungkin kenyataannya tidak demikian.
Menurut saya, Jokowi harus membuat batas yang jelas agar ia tidak dicurigai ditunggangi atau disandera partai. Batas yang jelas itu adalah Jokowi keluar/mengundurkan diri dari PDIP. Dengan demikian, rakyat yang memberikan mandat kepada Jokowi di pilpres lalu –bukan partai-, bisa benar-benar yakin bahwa Jokowi tidak ditunggangi.
Beranikah?
Pertanyaan selanjutnya, mungkinkah Jokowi mundur dari PDIP? Beranikah? Masak sih gak berani kan, ya? Ahok saja berani mundur dari Gerindra demi menjaga integritasnya kepada mandat rakyat. Saya yakin sekali, kalau saja Jokowi berani mundur dari PDIP, mana semua isu ditunggangi dan sebagainya itu akan hilang segera.
Lagipula jika menteri nanti disepakati harus menanggalkan jabatan di parpol, maka mungkin bagus juga kalau siapapun yang menjadi presiden harus keluar atau mundur dari keanggotaan di parpol. Dengan demikian presiden menjadi milik rakyat, kan jelas presiden dengan sistem pemilihan langsung yang mendapat mandatnya dari rakyat, bukan dari parpol.
Saya sangat mendukung pemilihan pemimpin (trermasuk pilkada) langsung oleh rakyat. Di sisi lain, saya juga setuju bahwa presiden atau pemimpin hasil pemilihan langsung adalah milik rakyat. Maka, saya sangat mendukung ide agar pemimpin di tingkatan manapun harus mundur dari keanggotaan di parpol.
Ahok sebagai contoh
Sudah ada contoh Ahok. Ahok kini menjadi milik rakyat Jakarta sepenuhnya dan bukan milik Gerindra. Dia pun tak harus sungkan-sungkan dengan Gerindra kalau memutuskan segala sesuatu. Kini, kita tinggal tunggu Jokowi semoga saja beliau berani mundur dari PDIP.
Saya bayangkan, pemimpin keluar dari keanggotaan parpol lalu akan menjadi tren. Semua guebrnur, bupati, walikota, sampai ke kades bukan anggota partai, tapi milik rakyat seutuhnya. Jika itu terjadi, maka revolusi kecil-kecilan telah terjadi.
Bukannya saya tidak suka dengan parpol. Namun, itu tadi di awal, tujuannya agar tidak ada tarik menarik kepentingan. Dan agar Jokowi menjadi milik rakyat Indonesia secara utuh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H