Mohon tunggu...
warung kopi plus
warung kopi plus Mohon Tunggu... -

tempatnya ngopi sambil ngobrol bersama sama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Bank Plecit (Bank Titil)

6 Agustus 2011   01:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:03 11141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nongkrong di angkringan Jalan Nusa Indah (Jogja), habis makan nasi kucing, tahu bakar, dan sate ayam satu..., langsung dilanjut dengan ngobrol ngalor ngidul dengan penjualnya.

"....z.zx.,xmms..smnnns d kd..., pokonya kalau jualan bermodalkan uang dari hutang bank ga ada untungnya, habis semua untuk bayar kredit!!!"


..., kurang lebih kalimat itulah yang membuat aku tertarik untuk lebih detail mengenal 'bank' yang dimaksud. Apa jenis banknya, bagaimana sistemnya dan apa alasan orang mau menggunakan jasa bank tersebut.
Awalnya aku mengira bank yang dimaksud adalah Bank Pemerintah atau Swasta (seperti: BCA, BNI, Mandiri, BPD, BRI...dll, bank yang ga disebut jangan marah), setelah melanjutkan pembicaraan akhirnya baru aku mengerti bahwa bank yang dimaksud adalah Bank Plecit.

Beberapa definisi Bank Plecit:
Beberapa orang mengenal Bank Plecit dengan sebutan "lintah darat". Selain itu kita bisa mengenal Bank Plecit dengan sifatnya yang personal dan selalu bergerak/mobile. Biasanya Bank Plecit menawarkan jasa pinjaman uang kepada 'pasiennya' secara langsung, pinjaman cepat cair dengan bunga yang mencekik.

Bank Plecit biasanya sering kita jumpai di pasar-pasar, beroperasi di kalangan pedagang-pedagang kecil, selalu membawa buku catatan dan modar mandir untuk menawarkan jasa piutang maupun menagih utang.
Bank Plecit juga banyak beroperasi di perkampungan-perkampungan kota/desa, mencari 'pasien' yang sedang terpaksa butuh uang dengan cepat.


Hasil dari obrolan yang saya dapatkan:
Dari jumlah uang pinjaman Rp.200.000, 'pasien' akan mendapatkan uang 'riel' sebesar Rp.180.000, dengan rincian; Rp.10.000 untuk administrasi (hangus/hilang), dan Rp.10.000 untuk tabungan si 'pasien'. Tabungan si 'pasien', tujuan lainnya adalah agar 'pasien' tetap terikat walaupun hutang telah terlunasi.


  • Jangka waktu pembayaran 24 hari, dengan angsuran per hari  Rp.10.000, maka total 'pasien' akan membayar Rp.10.000 x 24 hari = Rp.240.000. Sehingga dari total hutang Rp.200.000 (Pasien menerima Rp.180.000 + Rp.10.000 - tabungan = Rp.190.000) dan 'pasien' akan membayar Rp.240.000, maka dapat dikatakan bahwa 'pasien' menanggung bunga sebesar 25% (Hitungan: Rp.40.000 + Rp.10.000 = Rp.50.000).
  • Jangka waktu pembayaran 30 hari, dengan angsuran per hari Rp.8.000, maka total pasien akan membayar  Rp.8.000 x 30 hari = Rp.240.000. Sehingga 'pasien' akan menanggung bunga sebesar 25% (sama dengan jangka waktu 24 hari).


Dari jumlah uang pinjaman Rp.1.000.000, 'pasien' akan mendapatkan uang 'riel' sebesar Rp.900.000, dengan rincian; Rp.50.000 untuk administrasi (hangus/hilang), dan Rp.50.000 untuk tabungan si 'pasien'.


  • Jangka waktu pembayaran 24 hari, dengan angsuran per hari  Rp.50.000, maka total 'pasien' akan membayar Rp.50.000 x 24 hari =  Rp.1.200.000. Sehingga dari total hutang Rp.1.000.000 (Pasien menerima Rp.900.000 + Rp.50.000 - tabungan = Rp.950.000) dan 'pasien' akan membayar Rp.1.200.000, maka dapat dikatakan bahwa 'pasien' menanggung bunga sebesar 25% (Hitungan: Rp.200.000 + Rp.50.000 = Rp.250.000), Atau (Rp.250.000 / Rp1.000.000) x 100% = 25%.
  • Jangka waktu pembayaran 30 hari, dengan angsuran per hari  Rp.40.000, maka total 'pasien' akan membayar Rp.40.000 x 30 hari = Rp.1.200.000. Sehingga 'pasien' akan menanggung bunga sebesar 25% (Hitungan: Rp.200.000 + Rp.50.000 = Rp.250.000), Atau (Rp.250.000 / Rp1.000.000) x 100% = 25%.
Sehingga apabila bunga Bank Plecit tersebut kita jadikan satu tahun maka total dalam satu tahun adalah 25% x 12 bulan = 300%!!!!!, Bandingkan dengan bunga bank-bank resmi, kurang lebih 12% per tahun.


Mengapa orang masih mau berhutang di Bank Plecit?
Banyak alasan orang berhutang di Bank Plecit, salah satu alasan yang berhasil saya dapatkan dari hasil ngobrol ngalor-ngidul adalah:

Terkadang kita membutuhkan uang dengan cepat dan bahkan sangat cepat dan nyaris tanpa syarat dan atau jaminan apapun, misalnya untuk perputaran barang dagangan yang disebabkan karena uang perputaran dagangan 'kita' habis karena untuk biaya rumah sakit anak, atau kita membutuhkan dana untuk membayar uang sekolah anak, atau dalam keadaan mendesak lainnya.


Banyak diantara kita yang hidup dalam ketidakberuntungan, terjepit dalam segala hal. Kita mungkin bertanya, mengapa tidak berhutang kepada "Bank Pemerintah/Swasta" atau berhutang pada produk-produk pinjaman lunak dari Pemerintah. Untuk menjawab hal tersebut, mari kita melihat, bahwa diantara mereka (pasien) banyak yang tidak memiliki 'jaminan' yang layak untuk dijaminkan di bank-bank pemerintah/swasta tersebut, dan meskipun kalau ada, apakah prosesnya bisa secepat Bank Plecit???

Dalam soal memberikan pelayanan sudah semestinya Bank-Bank Pemerintah/swasta belajar kepada Bank Plecit, door to door menawarkan jasa pinjaman tanpa persyaratan administrasi yang membelit dan bahkan tanpa jaminan, uang langsung cair dengan sangat cepat, akan tetapi sebaliknya yang tidak boleh dicontoh adalah mengenai perhitungan bunganya.


Bank Plecit memiliki 'pasar' sendiri, dengan karakteristik konsumen yang berbeda dengan bank pemerintah/swasta. Karakteristik konsumen Bank Plecit yang utama adalah golongan masyarakat pedagang kelas menengah kebawah dan kebawah lagi, yang membutuhkan modal untuk melangsungkan kegiatan berdagangnya.

Bayangkan apabila mereka berhutang Rp.200.000, kemudia uang tersebut digunakan untuk membeli barang dagangan berupa 'rokok', kira-kira akan mendapatkan sekitar 25 bungkus rokok seharga rata-rata  Rp.8.000 per bungkus. Keuntungan perbungkus rokok kurang lebih Rp.500 - Rp1.000, sehingga untuk bisa mengangsur per hari (untuk paket 24 hari) minimal harus laku 2 bungkus rokok, sehingga pada hari itu penjual tidak akan mendapat untung apapun dan tidak bisa balik modal. Sedangkan untuk bisa mendapatkan untung (break even point), penjual harus minimal menjual 10-20 bungkus rokok (Rp.1.000 x 10 bungkus s/d Rp.500 x 20 bungkus) sehingga mereka mampu mengangsur Rp.10.000, dan itupun sekali lagi mereka belum untung, keuntungan menjual rokok hanya 'pass' untuk membayar hutang.

Sehingga dengan demikian, sudah dapat diperkirakan bahwa mereka akan kehabisan modal sebelum mampu membayar hutangnya.... (seperti yang dibilang Bapak Angkringan di Jalan Nusa Indah)


Pertanyaan buat pembaca:
Apakah selama ini peran pemerintah dalam memerangi Bank Plecit sudah cukup efektif???
Bagaimana pemerintah seharusnya memerangi Bank Plecit???

Saya berasusmsi:

Selama Bank Plecit masih ada, berarti Bank Plecit masih dibutuhkan oleh masyarakat, hal ini merupakan hubungan timbal balik (ada gula ada semut, ada 'pasien' ada Bank Plecit), dan sebaliknya selama masih ada Bank Plecit maka seluruh usaha Pemerintah dalam programnya memerangi Bank Plecit dianggap Gagal dan Tidak Efektif.


Bagaimana menurut anda?

Baca link artikel terkait tentang Bank Plecit di:
1. Praktek Bank Plecit Akan Ditutup (http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/03/06/Berita_Utama-Jateng/krn.20090306.158771.id.html)

2. Pedagang Pasar Diminta Jauhi Plecit (http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/02/22/brk,20100222-227547,id.html)

3. Atau di Google (http://www.google.com/search?sourceid=chrome&ie=UTF-8&q=bank+plecit)

...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun