Kado tahun baru 2014 buat warga negara Indonesia termasuk warga Sorong Papua Barat yang menyesakkan yaitu harga baru gas LPG kemasan tabung 12 kg yang naik gila-gilaan. Harga gas 12 kg di Sorong sebelum ada  kenaikan harga yaitu Rp 105.000,00 di tingkat pengecer. Padahal harga di luar tanah Papua waktu itu masih Rp 77.000,00. Sekarang harga baru di pengecer Rp 165.000,00.
Yang jadi pertanyaan adalah kenapa Sorong yang notabene penghasil gas LPG rakyatnya harus menebus harga gas yang begitu mahal melebihi daerah lain yang daerahnya tidak menghasilkan energi apa-apa? Dulu sewaktu Dirut Pertamina Karen Agustiawan berkunjung ke Sorong ada anggota DPRD yang menanyakan soal tingginya harga gas di Sorong meskipun gas itu diambil dari perut bumi tanah Papua di Sorong dan stasiun tempat pengisian tabung elpiji hanya berjarak 20 km dari kota Sorong. Ibu Karen berdalih bahwa gas tersebut didatangkan dari Surabaya, tentunya jawaban ini tidak masuk logika orang waras. Bagaimana mungkin daerah penghasil gas termasuk di Sorong juga ada stasiun pengisian tabung LPG bisa mendatangkan gas dari luar daerah yang tidak menghasilkan energi apa-apa.
Sudah lama rakyat Sorong dikadali oleh Pertamina setelah hasil tambangnya dikuras terus menerus. Rakyat yang hidup di sekitar tambang hidupnya pas-pasan. Paling tidak kalau Pertamina mau berempati kepada masyarakat sekitar tambang di Sorong ini harga jual gas LPG jangan disamakan dengan daerah lain paling tidak harus lebih rendah. Boro-boro dijual lebih rendah, sedang tabung gas kemasan 3 kg saja di Sorong tidak ada itu yang katanya harganya subsidi.
Rakyat juga bingung dengan kebijakan Pertamina ini. Awalnya rakyat digiring dengan kebijakan konversi minyak tanah ke gas sebab harga gas lebih murah dibanding minyak tanah kata pemerintah waktu itu. Tapi setelah rakyat sekarang memakai gas, harga gaspun melambung terus dengan dalih yang dibuat sepihak oleh Pertamina yang rakyat tidak tahu keakuratannya.
Efek domino yang ditimbulkan dengan mahalnya harga gas berimbas ke harga kebutuhan pokok rumah tangga sehari-hari. Kenapa pula penyebaran tabung gas 3 kg tidak menyetuh ke kawasan timur Indonesia khususnya Tanah Papua? Bukankah boleh dikatakan daerah Papua selama ini bisa memberi makan kepada daerah lain di Indonesia meskipun warganya masih banyak yang lapar juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H