Mohon tunggu...
Mansar Mansawan
Mansar Mansawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mengais rejeki dari hasil kebun dan sedikit mencoba menjadi nelayan tradisional. Hobby gowes dan cinta lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Warga Sorong Menjerit, Harga Elpiji Selangit

16 Februari 2016   16:26 Diperbarui: 16 Februari 2016   16:50 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gambar antaranews"][/caption]Sudah jalan sebulan lebih gas elpiji ukuran 12 kilogram langka dan sangat sulit untuk mendapatkannya di Sorong Papua Barat yang memang satu-satunya tabung yang beredar di masyarakat sebab tabung ukuran 3 kilogran rupanya tidak berpihak kepada masyarakat di daerah ini lantaran Pemerintah terdahulu pilih kasih atas pembagian tabung ini kenapa ada daerah yang kebagian dan ada yang tidak kebagian.

Menurut berita burung yang disebarkan oleh pengguna media sosial lokal Sorong, jumlah tabung yang beredar dari agen tidak banyak dan cepat sekali habis dengan hitungan menit, itupun dengan harga yang tidak kira-kira, yang bisa mencapai IDR 300.000 pertabungnya. Lantas warga mempertanyakan kepada satu-satunya instansi yang bertanggung jawab akan ketersediaan gas elpiji ini yaitu BUMN PT.Pertamina yang dianggap abai terhadap kebutuhan rakyat Sorong.

Perlu diingat Sorong adalah satu-satunya daerah penghasil gas elpili (LPG = Liquid Petroleum Gas) yang ada di Tanah Papua dan Papua Barat. Tentunya harus dibedakan dengan gas yang dihasilkan dari PT. Gas Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni, itu namanya LNG atau Liquid Natural Gas yang tidak bisa dikemas seperti kemasan tabung elpiji sebab harus memakai tabung khusus untuk membawanya.

Harusnya PT. Pertamina terbuka saja kepada masyarakat Sorong atas kelangkaan tabung gas 12 KG ini, kenapa Pertamina seolah tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai penyedia gas, termasuk minyak tanah juga sulit didapat beberapa hari ini. Padahal program konversi minyak tanah ke gas elpiji ini sudah lama dicanangkan oleh Pemerintah, dan sampai saat ini Pertamina nampaknya masih tergagap-gagap untuk menjalankan tupoksinya, padahal warga Sorong tidak banyak jumlahnya bila dibandingkan daerah-daerah di luar Papua dan Papua Barat. Dalam hal ini kemampuan Pertamina melaksanakan tugasnya perlu dipertanyakan.

Jadi kalau jaman dulu di Sorong ini juga sering disebut kota minyak, maka lupakan sebutan itu buktinya di Sorong sini minyak juga susah didapat. Mungkin kota debu lebih cocok disematkan sebagai predikat kota Sorong ini mengingat di semua sudut kota Sorong tidak ada yang terbebas dari debu. Di manapun anda berpijak di seantero kota ini tak lepas dari pekatnya polusi udara campur debu. Tak ada perabotan di dalam rumah yang bebas dari debu, dapat dipastikan debu akan selalu ikut menempel di mana-mana.

Kembali ke masalah sulitnya mendapatkan gas elpiji, lantas di mana hasil gas elpiji dari Sele Sorong selama ini ditampung? Kalau harga elpiji 12 KG sampai IDR 300.000 itu sungguh tidak lucu dan sangat memberatkan warga, itupun barangnya belum tentu ada. Berarti harga itu hampir dua kali lipat harga normal yang lazimnya dijual dengan harga IDR 170.000, lantas pertanyaannya mau sampai kapan krisis elpiji ini akan terjadi? Apakah DPRD Kota Sorong sudah memanggil manajer Pertamina untuk menanyakan mengenai hal ini? Atau warga Sorong hanya pasrah menunggu nasib yang belum menentu seperti saat ini?

[caption caption="gambar diambil dari Facebook"]

[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun