Mohon tunggu...
Warsa Aulia Yanpareri
Warsa Aulia Yanpareri Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Pertanian

Penyuluh Pertanian - Pembaca - Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Kembalikan Jerami Padi ke Sawah

12 Juni 2023   15:40 Diperbarui: 12 Juni 2023   15:50 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pembakaran Jerami Padi (Sumber: pertanianku.com)

Musim panen padi di Kecamatan Cilamaya Kulon Kabupaten Karawang terjadi pada bulan Mei - Juli dan November - Desember setiap tahunnya. Selain gabah, pada saat panen tanaman padi juga menghasilkan limbah jerami. Limbah jerami yang tersisa dari panen biasanya dibakar oleh para petani. Membakar jerami hasil panen padi sudah menjadi kebiasaan petani.

Tentu saja hasil pembakaran limbah jerami menghasilkan asap yang sangat mengganggu. Terlebih pada lokasi-lokasi sawah yang dekat dengan pemukiman. Asap pembakaran jerami dapat mencemari lingkungan. Selain menurunkan kualitas udara, asap yang dihasilkan akan menipiskan lapisan ozon sehingga akan mempengaruhi suhu permukaan bumi.

Di samping itu pembakaran jerami mengakibatkan hilangnya unsur hara yang terkandung dalam jerami tersebut. Unsur hara yang seharusnya dapat menyumbang makanan bagi tanaman padi menjadi musnah. Petani harus merogoh kocek untuk mengkompensasi kehilangan unsur hara tersebut dengan membeli pupuk. Seberapa banyak unsur hara yang terkandung dalam jerami, akan penulis uraikan di bagian akhir tulisan ini.

Alasan petani membakar limbah jerami padi

Memang dengan membakar limbah jerami ini menghemat waktu dan biaya untuk memusnahkan limbah akan tetapi efek samping yang dihasilkan sangat berbahaya bagi lingkungan. Maka haruslah dilakukan pengelolaan limbah yang baik dan benar supaya tidak membahayakan lingkungan.

Lalu kenapa petani harus membakar jerami?. 

Sebagian petani beranggapan bahwa abu hasil pembakaran jerami dapat menghindarkan tanaman dari hama dan penyakit. Alasan ini tepat jika, jerami hasil panen sebelumnya terkena virus yang akan menulari tanaman di musim berikutnya, seperti virus tungro yang disebarkan melalui wereng. Jika seperti ini maka eradikasi (pemusnahan) bisa dilakukan salah satunya dengan pembakaran.

Alasan lain yang diungkapkan petani adalah bahwa limbah jerami padi biasanya menumpuk di satu titik lokasi. Setelah petani mengarit tanaman padi, padi yang sudah diarit dikumpulkan di satu titik untuk memudahkan proses pemipilan bulir gabah. Pemipilan bulir gabah dilakukan dengan alat Power Thresher (mesin "rontog"). Sisa jerami yang ada ditumpuk kembali di titik tersebut. Pembakaran jerami dilakukan untuk memusnahkan sisa jerami tersebut.

Limbah jerami padi hasil panen combine harvester

Foto Panen Menggunakan Combine Harvester (Sumber: kompas.id)
Foto Panen Menggunakan Combine Harvester (Sumber: kompas.id)
Saat ini beberapa petani sudah melakukan panen padi dengan menggunakan alat Combine Harvester. Panen dengan menggunakan combine harvester menghemat waktu serta proses pemotongan tanaman padi dan pemipilan bulir gabah dilakukan secara bersamaan. Jerami sisa hasil tanaman tidak menumpuk tetapi tersebar di lahan. Untuk membakarnya petani harus mengupah orang untuk mengumpulkan dan membakarnya. Hal ini tidak dilakukan sehingga petani membiarkan jerami tersebar di lahan. Seiring berjalannya waktu jerami akan membusuk dan kembali ke tanah.

Akan tetapi tidak semua petani menggunakan combine harvester. Belum semua petani meyakini manfaat penggunaan combine harvester. Di samping itu tidak semua lahan sawah dapat dijangkau oleh alat tersebut karena dimensi alat yang sangat besar dan akses jalan menuju sawah.

Kandungan unsur hara pada limbah jerami padi

Sebetulnya para penyuluh pertanian pun tidak bosan untuk menganjurkan pengelolaan limbah yang baik. Jerami tidak boleh dibakar tetapi jerami yang menumpuk disebarkan ke seluruh permukaan lahan. Kemudian jerami tersebut akan mengering, membusuk dan kembali ke tanah. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembusukan tersebut adalah kurang lebih 30 - 40 hari. Dengan bantuan penyemprotan bakteri pengurai (dekomposer) proses pembusukan bisa terjadi dalam 15 - 20 hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun