Tuhan telah menganugerahi kita semua dengan sepasang mata, tapi tidak semua dari kita dapat melihat. Masih ada jutaan penduduk di Indonesia tidak dapat melihat keindahan dunia ini.Â
Ada yang sudah tidak dapat melihat dari lahir, ada pula yang penglihatannya semakin lama semakin menurun. Terdapat beberapa penyebab kebutaan seperti kekurangan gizi, katarak, dan hilangnya kemampuan retina dalam menangkap cahaya.
Kekurangan gizi dapat diperbaiki dengan merubah pola makan untuk memenuhi kebutuhan gizi pada mata. Hanya saja kesejahteraan belum sepenuhnya tercapai, banyak saudara-saudara kita di Afrika yang masih mengalami kelaparan dan akses kesehatan yang sulit. Kebutaan akibat katarak sendiri dapat diobati dengan cara operasi, tapi tidak semua semua orang beruntung dapat menjalani operasi.
Di era industry 4.0, perkembangan teknologi telah membantu banyak penderita tunanetra untuk dapat menjalankan aktifitas mereka sehari-hari. Sebut saja aplikasi bernama Dragon dari perusahaan Nuance yang dapat menerima perintah pada komputer hanya melalui suara. Kemudian ada lagi Aira, aplikasi ini dapat menelepon seorang ahli yang akan memberikan arahan untuk seseorang yang mengalami masalah penglihatan.
Baru-baru ini seorang neuroscientist Sheila Nirenberg telah mengembangkan teknologi yang dapat meniru kemampuan mata untuk mengirimkan sinyal berupa kode ke otak kita yang nantinya akan diterjemahkan oleh otak dalam bentuk gambar. Alat ini berbentuk seperti VR untuk mengambil gambar, kemudian akan memancarkan semacam kode cahaya untuk diterjemahkan oleh neuron kita.
Disisi lain, Bill Gates sebagai salah satu orang terkaya dan paling dermawan di dunia telah banyak berkontribusi dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan dunia lewat Gates Fondation yang dia dirikan.Â
Saat perusahaan IT di dunia berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan menawarkan teknologi-teknologi yang memudahkan kehidupan manusia, Bill Gates sebagai pendiri Microsoft tidak lupa dengan para penyandang disabilitas. Bill Gates baru saja menginvestasikan 25 juta dollar untuk mengembangkan Artificial Intelligence yang dapat memudahkan para penyandang disabilitas dalam menggunakan teknologi.
Kasus dimana seseorang dapat melihat lagi setelah mengalami kebutaan dapat kita temukan di internet. Anita dan Sonia, 2 orang asal india yang semenjak lahir tidak pernah melihat akhirnya dapat melihat lagi setelah mendapat operasi selama 15 menit.Â
Seorang lansia bernama Allen yang dapat melihat lagi setelah mendapat bionic eye. Masih banyak contoh bahwa kebutaan dapat disembuhkan dengan metode tertentu. Tidak semua kasus didokumentasikan, tapi kita dapat membayangkan ekspresi orang yang dapat melihat kembali atau bahkan baru pertama kali melihat.
Walaupun tidak dapat melihat, bukan bearti hal tersebut menjadi halangan bagi tunanetra untuk berprestasi. Alexander Farrel membuktikan hal itu dengan mendapatkan nilai 100 UN untuk pelajaran matematika. Bahkan tidak mustahil seorang tunanetra untuk menjadi dosen. Nama-nama seperti Mimi M. Lusli dan Akmala Hadita merupakan tunanetra yang masing-masing mengajar di Universitas Atmajaya dan Universitas Garut.