Mohon tunggu...
Warnia Putri
Warnia Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ketika Fungsi "Kentongan" Sejajar dengan "Dering Ponsel

5 Juni 2018   21:12 Diperbarui: 5 Juni 2018   21:35 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu menunjukan pukul 2.30 dini hari, udara pagi masih terasa dingin menyentuh sampai ke ubun-ubun. Terdengar suara segerombolan anak-anak membangunkan warga untuk sahur dengan diiringi suara nyaring dari kentongan dan kecrekan. Memang minggu lalu ketika ada hari libur saya sempatkan untuk mengunjungi teman saya, melepas penat dari kesibukan di ibu kota. 

Ternyata tradisi membangunkan orang sahur dengan kentongan masih bisa saya jumpai di sini. Mengingatkan saya saat kecil dulu yang sempat saya bagikan ceritanya melalui tulisan sebelumnya yakni "Sahur Semangat".

Hampir di setiap daerah memiliki tradisi yang sama dalam membangunkan orang sahur. Seperti informasi yang saya peroleh dari beberapa teman dan pengalaman pribadi. Kegiatan  ini dimulai sekitar jam 02.30 dini hari sampai jam 03.30. Mereka  berjalan berkeliling desa sambil membawa alat-alat tabuh seadanya. Biasanya alat tabuh yang digunakan adalah kentongan, kecekran, ember bekas sampai galon air mineral yang diikuti oleh remaja desa. Akhir dari kegiatan ini biasanya mereka berkumpul di masjid dan melakukan kegiatan sahur bersama. Sangat menarik.

Dilihat dari segi esensialnya, sebenarnya tak ada anjuran atau larangan untuk tradisi ini ada disetiap daerah, hanya berdasarkan kesepakatan bersama antar warganya untuk membuat bulan ramadhan semakin meriah dan ajang silaturahmi. Bersyukurnya saja tradisi ini masih ada di beberapa daerah, misalnya saja di daerah tempat tinggal teman saya.

Namun, mengulik cerita tentang tradisi membangunkan orang sahur di bulan puasa memang tidak semua daerah ada tradisi seperti ini. Misalnya saja di sekitaran tempat kos yang saya tempati, tradisi ini tidak ada. Entah karena memang tidak ada atau memang warganya yang sudah meninggalkan tradisi tersebut.

Pengertian tradisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.

Tradisi ini biasanya diteruskan melalui tulisan maupun lisan, supaya tidak punah.

Namun seiringnya dengan kemajuan zaman yang serba modern, bisa saja suatu tradisi hilang dengan sendirinya. Maka ini yang sedang saya rasakan. Ketika dering ponsel lebih menarik dibandingkan dengan nyaring suara kentongan dan riuh suka cita anak-anak dalam membangunkan orang sahur. Tanpa disadari hal ini mampu menggeser suatu tradisi termasuk tradisi membangunkan orang sahur. Tinggal atur saja menu "alarm" di handphone, maka dering akan berbunyi disaat yang tepat.

Intinya adalah kegiatan sahurnya. Ketika kita bisa melawan rasa kantuk untuk sekedar bangun melaksanakan sahur, maka tak jadi masalah. Karena menurut saya kegiatan sahur memiliki tantangan tersendiri.   

Jadi mana yang lebih kita pilih saat membangunkan orang sahur, Tradisi "Kentongan" atau Tradisi "Dering Ponsel"?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun