Di hari kelahiran priyayi yang terlahir dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah pada 141 tahun yang lalu itu Peri Gigi termenung sendirian di pinggir makam.
Sekuntum bunga mawar yang tadi sengaja dia beli sebelum berangkat ke tempat pemakaman ini masih berada di dalam genggaman tangannya.
"Apa mungkin akibat Pandemi ya?" batin Peri Gigi sambil melihat ke arah barisan batu--batu nisan di areal pemakaman yang begitu sepi dihadapannya.
Di ujung sana, di bawah pohon bunga Kamboja, terlihat seorang Wanita yang memakai pakaian serba hitam melambaikan tangan ke arahnya. Di antara semilir angin yang menggoyang dedaunan dan bunga--bunga kamboja yang menjadi peneduh di areal pemakaman, Peri Gigi melangkah kedepan, lalu meletakan sekuntum bunga mawar yang sedari tadi di genggamnya itu di atas pusara di depannya.
Selanjutnya Peri Gigi segera berjalan, meninggalkan pusara, mendatangi Wanita cantik kacamata hitam yang tadi memanggilnya dari bawah batang bunga kamboja dengan cara melambaikan tangan ke arahnya.
****
"Kenapa pemakaman ini begitu sepi ya? Apa mungkin akibat Pandemi?" tanya  Peri Gigi kepada Wanita cantik berkacamata di depannya itu sambil melihat ke arah barisan batu--batu nisan di areal pemakaman. Saat ini memang hanya ada mereka berdua di tempat ini.
"Kalau ramai itu namanya pasar, bukan pemakaman," jawab Bidadari kesunyian di depannya itu sambil tersenyum lebar ke arah Peri Gigi yang terdiam mendengarkan perkataannya barusan.
-Selesai -
Catatan:Â
- Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon dimaafkan jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
- Cerita ini sudah tayang di secangkirkopibersama.com
- Bahan bacaan: 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H