Bagian Enam
Lapis Langit ke Satu
*
Begitu keluar dari perbatasan Dunia Politik yang baru saja kudatangi barusan, tubuhku melesat secepat kilat menuju kearah dimana Sang Waktu dan dua temannya itu  berada.Â
Sepertinya kekuatan Sang Waktu yang sebagian berada didalam diriku saat ini telah kembali pulih dan kembali normal seperti sedia kala.
Di dalam tabung kaca yang dibawah, disamping dan di atasku semuanya terlihat seperti layar kaca yang begitu besar, dan saat ini sedang menampilkan kehidupan yang bebeda-beda itu. Dadaku masih terasa sesak mengingat puing-puing sisa bangunan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sebagian telah rata dengan tanah di sepanjang jalan yang kulalui di Dunia Politik tadi.
Masih jelas dalam ingatanku, dimana aku tadi aku meninggalkan Dunia politik disaat dua kubu yang saling berlawanan itu sedang berhadap-hadapan dan tinggal menunggu perintah untuk menyerang masa di depannya.
Begitu ada perintah " Serang " dari Sang Tokoh yang tadi  kulihat sedang tersenyum sambil menatap kearahku itu, maka bisa dipastikan perang saudara seperti yang ditakutkan oleh banyak orang di Dunia Politik selama ini akan terjadi.
Bibit-bibit perang saudara yang tadi kulihat di dalam Dunia Politik itu sendiri, kulihat tak ubahnya seperti bom waktu yang setiap saat bisa meledak dimana saja.
Aku adalah aku, dan aku bukanlah Sang Waktu yang mampu berdiri dan melihat dengan tenang tanpa ada rasa belas kasihan melihat semua kesedihan dan penderitaan yang berlangsung di depan matanya.
Tidak tahan melihat seorang ibu tua sedang dianiaya oleh sekelompok lelaki berbadan besar tanpa ada yang menolongnya, mataku berpaling ketempat lain.