Mohon tunggu...
Warisan Budaya Indonesia
Warisan Budaya Indonesia Mohon Tunggu... -

warisanbudayaindonesiaonline.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ritual Mengharap Berkah

10 Oktober 2014   18:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412913522608010967

WARISAN BUDAYA INDONESIA – Bunyi lesung yang dipukul-pukul padendang terdengar bertalu-talu di atas perahu yang berputar-putar mengelilingi danau. Bebunyian itu mengiringi rapal-rapal doa yang dipanjatkan pacoa tappareng.

Atas nama masyarakat, selain mengucap syukur, pemimpin upacara itu juga memanjatkan doa kiranya kehidupan mereka selalu diberkahi sepanjang masa. Sejurus kemudian, aneka sesaji dilarung ke tengah danau itu.

Begitulah potongan dari ritual upacara maccera tappareng yang digelar oleh masyarakat nelayan yang tinggal di sekitar Danau Tempe, Sulawesi Selatan itu. Dari ketinggian, danau yang menyerupai baskom raksasa itu diapit oleh tiga kabupaten yaitu Wajo, Soppeng, dan Sidrap. Danau inilah yang menjadi sumber penghidupan mereka dari generasi ke generasi. Mereka sangat tergantung pada kelestarian danau itu.

Demi maksud itu, sejumlah aturan adat pun ditetapkan. Misalnya, larangan menangkap ikan di malam dan hari Jumat. Secara ekologis, pembatasan ini sebetulnya sebagai pengingat untuk tidak mengeksploitasi alam secara terus-menerus. Makna lainnya adalah nelayan Danau Tempe menganggap hari itu adalah waktu yang sangat sakral untuk beribadah. Sederhanya, mereka adalah kelompok masyarakat yang sangat religius.

Larangan lainnya, tak diijinkan membawa dua parewa mabbenni atau alat tangkap ikan. Pesannya adalah manfaatkan kebaikan alam secukupnya saja. Pesan berikutnya, setiap orang punya hak yang sama atas anugerah yang telah diberikan tuhan. Hak itu berlaku bagi siapa saja, tanpa membedakan asal-usul dan status apapun. Si kaya atau si miskin, tetap harus menggunakan satu alat tangkap ketika mencari ikan.

Rambu-rambu adat selanjutnya adalah dilarang berselisih dan menyelesaikan masalah di atas danau, karena bisa berakibat fatal jika terjadi perkelahian dan tidak ada orang yang melerai. Oleh karena itu masalah harus dituntaskan di darat dengan cara musyawarah, dan mengedepankan prinsip sipakatau (saling menyegani), sipakainge (saling menasehati), dan sipakalebbi (saling menghargai).

Sejauh ini, ketentuan-ketentuan adat itu dijalankan dengan sepenuh hati. Di dalamnya termasuk juga ketaatan untuk hanya mencari iklan di zona-zona khusus seperti bungka, palawang cappeang, dan makkajala. Serta menjauhi tempat-tempat larangan yang disebut pacco balanda. Berkat ketaatan mematuhi aturan inilah, sampai saat ini, kehidupan nelayan di sekitar Danau Tempe tetap berjalan harmonis, selaras dengan alam.

Upacara maccera tappareng yang digelar tiap tahun ini bisa menjadi buktinya. Pesta suka cita ini merefleksikan keberkahan yang mereka dapatkan. Ritual ini juga menjadi peristiwa sangat tepat untuk saling mengingatkan, bahwa kehidupan manusia mustahil tercerabut dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang terjaga, pasti akan membawa kebaikan. Jika sebaliknya, segala bencana tak perlu lama pasti akan segera tiba. (naskah: dari berbagai sumber; foto: adhie-1.blogspot.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun