Mohon tunggu...
Warisan Budaya Indonesia
Warisan Budaya Indonesia Mohon Tunggu... -

warisanbudayaindonesiaonline.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Senjata Para Dewa

15 Oktober 2014   04:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:59 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1413338993397961522

WARISAN BUDAYA INDONESIA – Bukan cuma sekali ini Mpu Windu Supo dipanggil menghadap raja. Bukan hanya sekali ini juga ia ditugaskan membuat perkakas logam. Sebagai pandai besi, kemampuannya memang sangat sohor di seantero kerajaan. Tapi perintah Prabu Kuda Lalean, penguasa Kerajaan Padjadjaran Makukuhan, membuatnya sangat gusar. Ia harus berpikir keras bagaimana caranya menciptakan senjata seperti yang diinginkan oleh Sang Prabu.

Harap maklum, kali ini pesanan raja memang tidak biasa. Dalam tapa bratanya, Kuda Lalean ingin memiliki senjata yang mirip dengan Pula Djawa Dwipa. Meskipun tidak mudah, Mpu Windu Supo tidak menyerah. Ia lalu melakukan prosesi khusus, bermeditasi untuk membaca alam pikiran Sang Prabu. Perlahan-lahan, dalam benaknya, mewujudlah purwa rupa senjata tersebut. Dengan segenap kemahirannya, akhirnya ia berhasil memenuhi titah raja.

Inspirasinya diadopsi dari kujang yang sebelumnya adalah senjata para petani. Tentang hal ini, simak misalnya terjemahan yang dibeberkan dalam naskah kuno Sanghyang Siksakanda Ng Karesian pada pupuh XVII. “Segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata Sang Prabu ialah: pedang, pecut, pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh.

Senjata orang tani ialah: kujang, baliung, patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada Sang Prabu, pada petani, dan pada pendeta.”

Mulanya kujang memang perkakas rakyat kebanyakan. Tapi sejak dimodifikasi Mpu Windu Supo, kujang berubah sakral. Wujud fisiknya yang menyerupai Djawa Dwipa, menggambarkan cita-cita Sang Prabu untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di tanah Djawa ke dalam pangkuan Padjadjaran Makukuhan. Sementara tiga lubang pada bilahnya merujuk pada Brahma, Vishnu, dan Shiva atau konsep Trinitas dalam Hindu yang menjadi agama kerajaan.

Menurut cerita, istilah kujang berasal dari kata kudihyang. Dalam bahasa Sunda Kuno, kudi adalah senjata berkekuatan gaib, sedangkan hyang searti dengan dewa. Jadi, secara umum, kujang yang mulai dibuat sekitar abad ke-8 ini, merupakan pusaka berbentuk pisau yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa. Selain itu, kujang juga perlambang ketajaman dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran.

Pada masa pengaruh Islam, kujang mengalami reka bentuk menyerupai huruf syin dalam bahasa Arab, serta lima lubang sebagai simbol inti ajaran Islam yang menggantikan tiga lubang lambang Trimurti. Hal ini sejalan dengan keinginan Prabu Kian Santang untuk meng-Islam-kan rakyat Pasundan. Syin sendiri adalah huruf pertama dalam kalimah syahadat, yakni ikrar setiap muslim yang mengimani akan adanya Allah Yang Maha Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya.

Meskipun bentuknya sudah berubah dan jamannya telah berganti, kujang tetap mendapat tempat khusus di kalangan masyarakat Sunda. Menukil pendapat budayawan Anis Djatisunda, fungsinya bisa sebagai Kujang Pusaka (lambang keagungan dan perlindungan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (alat upacara) atau Kujang Pamangkas (alat bertani). Pendek kata, sampai sekarang, senjata para dewa ini tetap menjadi identitas masyarakat Jawa Barat. (naskah dari berbagai sumber; foto dari kaskus.co.id)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun