WARISAN BUDAYA INDONESIA – Sudah beberapa Jumat ia rajin sekali berkeliling kampung. Di sepanjang perjalanan, pedagang sayur itu juga selalu menanyai orang-orang yang ditemuinya. Yang tidak lazim, alih-alih menanyakan soal barang jualannya, ia malah mau tahu banyak tentang para empu pembuat keris yang paling sohor di tanah perantauannya di Pulau Jawa ini. Harap maklum, ia memang pendatang dari seberang, tepatnya dari Pulau Sumatera.
Setibanya di sebuah tempat, dilihatnya seorang empu sedang merampungkan sebilah keris. Menurut tuan rumah, keris tersebut adalah pesanan khusus dari Raja Mataram yang akan digunakan untuk membunuh seorang sakti bernama Rangkayo Hitam, salah satu pembesar dari Kerajaan Melayu Jambi. Itulah sebabnya, bahan bakunya harus benar-benar terpilih. Cara pengerjaannya juga tak bisa dilakukan secara serampangan.
Menurut legenda, sesuai saran peramal kerajaan, Rangkayo Hitam hanya bisa dihabisi dengan keris yang dibuat dari sembilan jenis logam yang berasal dari sembilan negeri yang namanya berawalan huruf “p” atau “pa”. Keris ini juga harus ditempa selama 40 Jumat lamanya. Sesudahnya mesti disempurnakan dengan menyepuhnya di 12 muara sungai yang namanya berawalan huruf “p” atau “pa” juga.
Dahulu, seperti ditulis dalam naskah Hal Perkara Kerajaan Jambi, “Asalnya negeri Jambi tidak beraja, rajanya di Mataram, mengantarkan hasil 2½ tahun (sekali) ke Mataram.” Naskah Undang-Undang Piagam dan Kisah Negeri Jambi menambahkan, hantaran atau upeti itu sebagai pekasam pacat dan pekasam keluang. Sederhananya, kurang lebih, sebagai tanda tunduk Kerajaan Melayu Jambi kepada Kerajaan Mataram.
Rangkayo Hitam tak berpangku tangan menghadapi kenyataan pahit ini. Maka pada satu ketika, ia melarang Rangkayo Pingai, kakaknya yang menjadi Raja Kerajaan Jambi, mengirimkan upeti lagi ke Mataram. Menurutnya, Jambi adalah kerajaan, Mataram juga karajaan. “Para leluhur kami adalah raja-raja yang berdaulat, mengapa kami tidak?,” begitu katanya, seperti dikutip de Graaf dalam buku Runtuhnya Istana Mataram.
Sejak saat itulah hubungan Mataram-Jambi jadi menegang. Mataram geram karena kehilangan salah satu wilayah taklukannya. Dan kemarahan penguasa Mataram itu makin tertuju pada Rangkayo Hitam, karena menjadi dalang pembangkangan ini. Sebuah rencana penyerbuan besar-besaran ke Jambi kemudian ditetapkan. Sebab Rangkayo Hitam bukan orang kebanyakan, diperintahlah seorang empu membuat keris, sebagai senjata untuk mengakhiri hidupnya.
Ironisnya sang empu, versi naskah Silsilah Raja Jambi bernama Temenggung Berja Kerti, malah terbunuh oleh keris buatannya sendiri, ketika berkalang tanah dengan Rangkayo Hitam yang menyamar menjadi tukang sayur keliling itu. Raja Mataram seterusnya mengurungkan niatnya, dan memilih berdamai. Sebagai tanda hormat pada Rangkayo Hitam, bahkan digelar sebuah perjamuan istimewa.
Di pesta inilah Rangkayo Hitam didandani layaknya pembesar Mataram. Keris yang direbutnya dari sang empu, lalu di-gonjai-kan atau diselipkan di sanggul kepalanya. Atas jasanya membantu menumpas beberapa pemberontakan, ia juga diminta menjadi wakil kerajaan di sebuah daerah kekuasan Mataram. Tapi ia menolaknya. “Apalagi ayahanda sudah tua, entah kan hidup, entah kan mati, saya sudah lama meninggalkan negeri,” putra Datuk Berhala ini beralasan.
Rangkayo Hitam lebih memilih pulang kampung bersama keris, yang menurut Den Hammer (1904), dihiasi dengan 16 butir intan dan berlian serta berlapis emas ini. Keris yang pada bagian pangkalnya bergambar raksasa, sepasang singa bersayap dan kalajengking ini menjadi pegangan sekaligus simbol kewibawaan dan keperkasaannya selama ia menjadi penguasa di Kerajaan Melayu Jambi. Senjata inilah yang populer dikenal dengan nama Keris Siginjai sampai sekarang. (naskah dari berbagai sumer; foto dari ronalsaputraa.blogspot.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H