Mohon tunggu...
Warisan Budaya Indonesia
Warisan Budaya Indonesia Mohon Tunggu... -

warisanbudayaindonesiaonline.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Robohnya Surosowan Kami

28 Oktober 2014   19:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:25 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414455529596168459

WARISAN BUDAYA INDONESIA – Tragis betul jalan hidup Philip Pieter du Puy. Utusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Deandels ini pasti tak menyana, bersama beberapa pengawalnya ia akan mati sia-sia ketika hendak menemui penguasa Kesultanan Banten. Menurut cerita, kepalanya dipenggal lalu dikirimkan kepada Deandels di Batavia.

Kedatangan du Puy ke Banten ketika itu, kata peribahasa, memang seperti membangunkan macan lapar yang tertidur. Sebab kebencian orang Banten terhadap perilaku picik dan licik VOC juga Belanda sudah sampai di ubun-ubun. Menurut orang Banten, mereka adalah para penjajah yang harus diusir, wajid dipukul mundur. Caranya, jika tidak ada pilihan lain, disudahi saja tarikan nafasnya.

Di antara dosa para penjajah itu, menurut orang Banten, adalah peran aktif mereka memperalat Sultan Haji untuk menggulingkan ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah kepemimpinannya, Kesultanan Banten memang mencapai periode emasnya. Ia berhasil memajukan sektor pertanian, memperkuat bidang pertahanan, memperluas hubungan diplomatik, dan memajukan perdagangan berskala internasional.

Fakta itu membuat VOC gerah. Mereka seolah kehabisan cara untuk menguasai Banten. Pada saat itulah VOC mengadu domba Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan bantuan pasukan VOC, pada 1681 Sultan Haji menduduki Keraton Surosowan. Seterusnya, mulai 27 Februari 1682, pecahlah perang antara ayah dan anak hampir setahun lamanya. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan di Batavia sampai wafatnya.

Ambisi Sultan Haji benar terpenuhi, sebab ia kemudian ditabalkan menjadi penguasa. Tetapi, sebetulnya ia hanyalah boneka yang tak berdaya, mengingat penguasa Banten sesungguhnya adalah VOC. Selain membabat habis para pengikut setia Sultan Ageng Tirtayasa, VOC juga memonopoli perdagangan dari hulu sampai hilir dan memungut pajak sangat tinggi. Yang paling ironis Sultan Haji pun rupanya harus mengganti biaya perang dengan ayahnya itu.

Sultan Haji jelas terpukul, karena VOC telah mengkhianatinya. Namun, penyesalan dan rasa bersalahnya tak punya guna apa-apa. Nasi memang sudah kadung menjadi bubur. VOC sudah terlanjur dalam mecengkeramkan kuku kekuasannya. Hegemoni organisasi dagang Belanda atas Banten ini terus berlanjut pada masa para sultan sesudah wafatnya Sultan Haji. Kekuatan mereka baru berakhir setelah Belanda dikuasai Prancis sebagai buntut dari Revolusi Prancis.

Kendati VOC akhirnya dibubarkan pada 1796, tapi Banten tidak lantas menjadi merdeka sebab giliran Belanda yang kemudian mendudukinya. Itulah sebabnya, dendam kesumat orang-orang Banten senantiasa berkobar-kobar. Itulah mengapa, perintah Deandels pada Sultan Aliyuddin II untuk mengirimkan ribuan rakyat Banten membangun pangkalan militer di Ujung Kulon ditolak mentah-mentah.

Bukan cuma itu, utusan Deandels yang bernama Philip Pieter du Puy itu juga dibunuh di pintu gerbang Keraton Surowosan. Inilah pemantik munculnya perintah Deandels pada 21 November 1808 untuk membumihanguskan keraton yang dibangun oleh Sultan Hasanuddin tersebut. (naskah dari berbai sumber; foto dari viva.co.id)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun