Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Sori Ye, Maap Saja Kagak Cukup!" (Catatan Akhir Pekan)

13 Februari 2010   00:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:57 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_73363" align="alignleft" width="300" caption="(foto, www.kapanlagi.com)"][/caption] Dua tahun yang lalu, Kevin Rudd, Perdana Mentri Australia meminta maaf kepada masyarakat Aborigin mengenai kebijakan pemerintah pada banyak tahun yang silam. Saat itu ada kebijakan untuk ‘meningkatkan’ kualitas hidup masyarakat Aborigin. Salah satu caranya adalah mengambil anak-anak dari keluarganya dan mendidiknya secara khusus.

Ternyata kebijakan itu di kemudian hari dinilai tidak terlalu bijak. (hmm, ada ternyata kebijakan yang tidak bijak.) Apa yang diharapkan tidak terjadi. Anak-anak yang diharapkan bisa tumbuh dan terdidik baik itu tidak mampu memenuhi teori yang telah dibuat. Bahkan boleh dikatakan kebijakan itu gagal total. Banyak dari anak-anak itu sekarang tidak diketahui rimbanya, ada yang tidak mau kembali ke keluarganya, ada yang menderita tekanan mental, dan masih banyak lagi.

Harapan bahwa dengan mengambil anak-anak dari keluarganya dan mendidiknya secara khusus akan mampu menghasilkan generasi yang bisa membangun kelompoknya salah. Bahkan sebagian kelompok mengatakan, bahwa mereka kehilangan satu generasi penerus. Bahkan secara kasar aa yang berpendapat bahwa pemerintah telah mencuri anak-anak dari masyarakat Aborigin dan tidak pernah mengembalikan.

Meminta maaf atas kesalahan di masa lampau juga pernah dilakukan oleh Gereja Katolik. Beberapa tahun yang lalu, Paus (pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma) meminta maaf atas kesalahan Gereja menghukum Galileo. Saat itu masyarakat pada umumnya (yang dipengaruhi kekristenan) mengakui bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Matahari, bulan dan planet-planet yang lain berputar mengitari bumi.

Galileo yang mengeluarkan teori bahwa bumi bukanlah pusat, melainkan mataharilah pusatnya. Dengan teori itu Galileo dianggap sesat dan mendapat perlakuan yang tidak pantas, ia dihukum mati. Di kemudian hari terbukti bahwa teori Galileo benar dan Gereja meminta maaf atas hal itu. Permintaan maaf itu juga disertai dengan pengembalian nama baik.

Dua kejadian di atas adalah sedikit contoh dari tindakan meminta maaf atas kesalahan di masa lampau, bahkan ketika hal itu dilakukan oleh orang lain. Meminta maaf adalah tindakan yang luar biasa walau tidak segampang yang dibayangkan. Mengucapkan maaf saja mungkin mudah, tetapi, mengubah sikap bukanlah sesuatu yang mudah. Mengatakan “maaf ya” adalah sangat gampang. Namun mengubah pola fikir, mengubah perilaku, meninggalkan cara hidup yang lama, membutuhkan perjuangan dari pada sekadar mengatakan, “maap ye…”.

Hal lain yang tak kalah penting adalah kesediaan dan kemampuan memberi maaf. Memberi maaf yang bukan sekedar, “iye gue maapin,” tetapi sungguh mengalir dari hati dan mewujud kepada sikap. Ada banyak orang mengatakan telah memaafkan, namun hanya sebatas di bibir saja. Pikiran, hati, dan sikapnya sama sekali belum memaafkan. Hal ini juga membutuhkan kebesaran hati dan kelapangan dada.

[caption id="attachment_73364" align="alignleft" width="300" caption="(foto koleksi pribadi)"][/caption] Maaf saja tidak cukup. Itu benar. Karena mesti disertai dengan perubahan sikap yang bersumber dari hati yang penuh belas kasih. Memberi ucapan memaafkan saja juga tidak cukup. Mesti disertai perubahan cara fikir dan sikap. Di sana dua belah pihak sama-sama belajar dari kesalahan masa lampau untuk membuat suatu kehidupan yang lebih baik.

Kevin Rudd menawarkan sebuah jalan baru untuk ‘mengkoreksi’ apa yang salah di masa lampau. Di sisi lain, dibutuhkan keterbukaan masyarakat Aborigin untuk memberi maaf dan melangkah pada cara baru yang diharapkan membawa kebaikan bersama.

Kawan, selamat menikmati akhir pekan. Melangkahlah dengan sesuatu yang baru. Jika ada kesalahan di masa lampau, baiklah jika meminta maaf, dan amat bijaklah jika perilaku kita juga berubah. Memberi maaf dengan mengubah cara fikir dan perlakuan kita juga cerminan bahwa kita mau melangkah kepada tahap hidup yang lebih tinggi.

Terus menyalahkan masa lalu tidak akan mengubah keadaan. Berdamai dengan masa lalu dan berani mengubah apa yang salah akan menghantar kepada tata hidup yang lebih baik. Agar semua berjalan lebih baik, dibutuhkan hati yang berbelas kasih, pribadi yang bermurah hati. Dan itu adalah Kalian semua kawan-kawan. Ya, kalian, dan aku pun tidak lupa akanterus berusaha mengupayakannya. Kiranya kehadiran kita memberi sumbangan yang baik bagi kehidupan, bagi masyarakat di sekitar kita.

Salam,

Melbourne, 13-02-10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun