[caption id="attachment_84243" align="alignright" width="300" caption="ilustrasi dari www.images.google.com.au"][/caption] Menyakitkan! Itu perasaan yang muncul kala kita dicap OmDo, alias omong doang. Beberapa teman saya, dengan nada yang lebih halus, mengingatkan saya agar tidak jatuh ke sana. Apalagi setiap hari saya menulis. Artinya sama dengan setiap hari ngomong. Kalau sampai perilaku saya jauh dari apa yang saya omongkan, yahhh cap OmDo, atau NATO, (no action talk only) cocok dilekatkan pada saya. Menyadari bahwa memang saya belum sempurna. Terkadang (bahkan sering) yang saya omongkan itu sesuatu yang idealis, amatlah cocok cap itu dilekatkan pada saya. Apalagi dulu ketika masih menjadi guru, tiap hari menasihati siswa, menasihatkan sesuatu yang juga masih saya perjuangkan. Jika demikian adanya, apakah saya harus berhenti menulis, apakah harus berhenti bicara? Setelah saya renungkan kok tidak usah ya. Akhirnya saya temukan beberapa hal yang baik, yang mendorong saya untuk terus menulis. Pertama, dengan menulis (berbicara) saya diingatkan terus untuk juga berlaku yang sama. Untuk terus memperbaiki sikap, perilaku secara terus menerus agar semakin lama bisa semakin selaras dengan apa yang saya tuliskan. Yahh, menulis menajdi tanda pengingat. Kedua, saya menulis pertama-tama saya tujukan kepada diri saya sendiri. Saya menasihati diri saya sendiri, kalau tulisan itu berupa nasihat. Menulis sebagai sarana refleksi diri. Ketiga, saya membagikan apa yang saya pelajari, apa yang saya perjuangkan. Perjumpaan dengan tokoh-tokoh inspirational, yang menyentuh hati saya, yang memberi dorongan kuat untuk berubah menjadi lebih baik, saya bagikan. Harapannya, hal positif yang sama bisa diterima oleh orang lain. Menulis adalah berbagi, agar tidak menjadi manusia egois. Keempat, niatan saya baik, saya membagikan apa yang baik, yaitu menyebarkan nilai-nilai kehidupan, bukan kebencian dan permusuhan. Maka seperti seorang penabur yang menaburkan benih, bisa jadi benih itu jatuh di jalan, atau jatuh di tanah berbatu-batu, atau jatuh di tanah yang subur. Satu harapannya, benih itu jatuh di tanah yang subur hingga bisa tumbuh dan menghasilkan buah yang lebat. Menulis adalah menabur/menanam. Akhirnya, sekali lagi saya putuskan untuk terus menulis (baca : berbicara). Memang saya belum sempurna, namun sembari saya berbicara saya memperbaiki diri. Saya berharap memang akan menjadi manusia yang lebih baik dari sekarang, menjadi lebih berguna. Saya tidak bercita-cita menjadi teladan dan panutan. Artinya banyak orang meneladani saya, mencontoh saya. Karena hal ini sangat berbahaya. Biarlah kalau saya bisa seperti talang air, yang mengalirkan air. Biarlah banyak orang sampai pada kebenaran dan kebahagiaan hidup, sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Itu jauh lebih membahagiakan, dari pada menajdikan saya panutan. Jangan pernah menjadikan saya panutan dan teladan. Maka, membuka hati untuk nasihat yang baik sangat berguna. Dengan ini pun saya membuka diri, untuk masukan, untuk teguran, untuk sesuatu yang membangun hidup saya menjadi lebih baik lagi. Semoga ini bukan sekadar OMong DOang. (rw) salam melbourne, 02-03-10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H