Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mirah dan Mata-Mata Israel

27 Februari 2010   05:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:43 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_82708" align="alignleft" width="256" caption="ilustrasi dari www.images.google.com.au"][/caption] Hari ini Mirah bangun kesiangan. Eyangnya ngomel nggak karuan karena menjadi terlambat membaca Koran. O iya, belum pernah saya kabarkan bahwa selain penyuka sinetron, eyang Mirah ini pecandu Koran pagi. Bahkan ketika si eyang masih muda, ia sampai berlangganan 3 koran. Yah masing-masing ada kegunaannya. Hmmm, kalau nggak salah Koran-koran yang dilanggani (bahasa apa ya ini, hehehehe) adalah Mentari Post, Warta Bulan dan Kabar-Kabari Bintang.

Mentari Post menyajikan berita-berita panas seputar politik. Bukan hanya politik di kampung sendiri, terkadang politik di kampung tetangga. Sedangkan Warta Bulan lebih ebrkaitan dengan kesehatan dan masalah perempuan, yah bukan hanya masalah datang bulan, tetapi juga ada pembahasan jadwal bulanan, dan saran belanja bulanan. Kalau Kabar-Kabari Bintang ini berita mingguan seputar dunia hiburan, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Namun karena mata si eyang sudah mulai rabun, ia tinggal membaca Mentari Post. Alasannya sederhana, tamu bulanan sudah lama ga datang lagi, sedangkan berita gossip bisa ia lihat di tv. Sedangkan Mentari Post tetap ia pertahankan, selain berita politik, ia suka mengisi Sudoku dan teka-teki silang di sana. Dan lagi, berita politik di tv menjadi siaran sinetron, maka membaca di surat kabar kok kayaknya berbeda.

Karena hari ini Mirah bangun kesiangan, ia terlambat mengambilkan koran di kotak surat. Jadilah si eyang ngomel sepanjang pagi.

“Mirah, kamu khan tahu, membaca berita pagi bagi eyang adalah sebuah terapi. Terapi agar otak eyang ini nggak segera tumpul. Juga agar di pagi hari pikiran eyang dan wawasan eyangsegera tercerahkan. Kalau terlambat satu jem begini, otak eyang khan jadi istirahat sejam. Jangan-jangan nanti otak eyang bingung ketika mesti mengisi Sudoku, karena sudah terlanjur istirahat sejam.”

“Enggaklah Eyangggg, masak juga otak bisa bingung. Yanga da juga senang, karena bisa istirahat sebentar. Masak juga otak suruh mikir terus-terusan.”

“Eeee, kamu diberitahu ga percaya. Ini pengalaman eyang lho ya, kalau sebentar saja nggak abca, sebentar saja nggak ngisi Sudoku, otak ini rasanya lambat banget.”

“Lho emangnya sehari Eyang ngisi Sudoku berapa kotak sih?”

“Ya satu saja.”

“Lha hanya satu saja kok Eyang ini sudah cerewet kayak burung betet.”

“EEEE JANGAN KURANG AJAR YA, DENGAN ORANG TUA KAMU HARUS SOPAN!!’

“Iya deh Eyang. Tapi Eyang mesti ngerti dong, Mirah khan sibuk, Mirah khan capek. Kemarins eharian Mirah diundang sama Pak eRTe rapat di rumahnya sampai malam.”

“Lho..lho..lho..”

“Knapa Eyang, ada yang salah?”

“Lho, sejak kapan kamu mulai rapat dengan Pak eRTe? Khan dia sudah punya istri? Kamu jangan mealukan keluarga lho, merebut istri orang. Kamu juga jangan coba-coba mau dinikah diri sama Pak erTe, nanti bisa dipenjara lho kamu.”

“Eyang ini ngomong apa sih?

“EEEE KAMU INI SUKANYA MENGHINA ORANG TUA…”

“Eyanggggg, siapa yang menghina. Mirah ini hanya TANYA. Eyang ini NGOMONG APA? Siapa juga yang mau dinikah siri sama Pak eRTe. Ihhh ie erl san (sambil mengetok meja 3 kali). Ihhh, jijay. Hanya Eyang tahu aja, yang naksir Mirah itu ngantri. Hanya Mirah belum ada kliksaja. Mirah masih suka sendiri.”

“Halllaaaahhhhhhh. Mirah…Mirah! Eyang ini pernah muda. Apa kamu kira eyang ini nggak tahu, kalau kamu suka menggoda para pria dengan tampil selalu meriah, bibir terus merekah, heeee jangan kamu kira lho ya.”

“Lho Eyang ini gimana sih. Tampil cantik itu ibadah Eyang. Kalau Mirah tidak tampil cantik, kampung jadi sedih. Apa jadinya kalau kembang kampungnya tidak tampil cantik. Aduhh, bisa kiamat Eyang.”

“Ya udahlah terserah kamu. Ehh, emang ada masalah apa kok sampai kamu diundang sama eRTe buat rapat segala. Eyang masih curiga deh, itu sebenarnya taktik saja.”

“Terserah deh Eyang mau ngomong apa. Tapi memang ada masalah serius. Kita diminta hati-hati terhadap mata-mata Israel yang memasuki kampung kita.”

(Hening sejenak)

……………..

(tiba-tiba eyang tertawa terbahak-bahak…)

Sambil mengusap air mata yang meleleh karena tertawa, eyang berkata, “Huh…aduhhh… Mirahhh… Mirah. Kok ngaco banget sih kalian.”

“Ngaco apa Eyang?”

“Apa mata-mata Israel itu nggak ada kerjaan kok sampai masuk kampung kita ini.”

“Lho Eyang ini bagaimana sih. Kampung kita ini penuh dengan banyak potensi. Siaran radio kampung kita ini sudah bisa didengar tetangga. Tambak keong juga sudah sampai dijual ke kampung sebelah, budidaya talas juga sudah diekspor. Wowww jangan meremehkan kampung kita lho Eyang.”

“Lho eyang ini nggak meremehkan potensi kampung kita. Tapi ngapin coba mata-mata Israel itu masuk kampung kita.”

“Yah, ya mau merebut dong. Mereka perlahan-lahan memasuki kampung kita. Nanti pelan-pelan radio kampung, tabak keong, lahan talas, semua akan dibeli oleh dia, dihancurkan dan kita akan kelaparan. Untung sebagian dari mereka kemarin ditangkap di kampung Dubai sana.”

“Mirahhh…Mirah. Kamu tadi malam tidur sampai jam berapa sih? Kok masih ngaco begini. Mending kamu tidur lagi deh.”

“LHO EYANG KOK JADI MENGHINA MIRAH. EYANG PERLU TAHU YA. MIRAH IKUT RAPAT ITU ATAS UNDANGAN RESMI PAK ERTE. PAK ERTE MENGADAKAN RAPAT ATAS INSTRUKSI PAK LURAH.”

“Sabarrrr… kok kamu jadi marah-marah. Sabarr… Mirahhhh, meskipun rapat itu diinstruksikan oleh presiden pun, eyang ini juga masih merasa heran.”

“EYANG JANGAN BAWA-BAWA NAMA PRESIDEN YA!!!”

“Lho…lho…lho… kok kamu malah naik pitam lagi. Ya sudah deh, kalian mau rapat apa, diperintahkan oleh siapa. Toh nggak penting bagi eyang. Kalau kalian rapat soal kenapa listrik di kampung kita ini sering byar-pet. Knapa jalan di kampung itu rusak terus kok tidak dibetulkan. Kenapa waduk lumpur di dukuh sidodarjo itu kok belum diatasi, nahhh baru eyang akan mendukung. Ini rapat membahas mata-mata Israel. Nggak penting sama sekali.”

“LHO EYANG INI BAGAIMANA SIH!! MASALAH ITU GA USAH DIRAPATKAN. ANGGAP SAJA BENCANA ALAM!! HUH, EYANG INI!”

“Sudahlah Mirah, nggak usah dilanjutkan. Nggak penting. Ehh, korannya mana.”

“Nih Eyang.” (karena masih marah surat kabar itu dilemparkan ke hadapan eyangnya)

“Ehhh, kamu jangan nggak sopan begitu. Kalau korannya sobek bagaimana, khan eyang ga bisa baca secara utuh. Hmmm, akan ada pilkakam (pilihan kepala kampung) lagi, hmmm wow, ini menarik Mirah, BOMSEX KAMPUNG NIPONG MENCALONKAN DIRI MENJADI LURAH. Ini baru berita.”

“Uhh berita apaan. Ga mutu!” sambil menggerutu Mirah melangkah pergi.

(karena Mirah pergi, saya pun undur diri.)

……..

Salam,

Melbourne, 27-02-10

SERIAL MIRAH:

Mirah, Merah, Murah, Marah

Mirah Berdaster Biru

Mirah Sedang Sedih (bersama korban longsor)

Mirah Mendemo Guru!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun