[caption id="attachment_85059" align="alignleft" width="250" caption="foto ilustrasi saya ambil dari www.fajar.co.id"][/caption] Istilah MARTIR dalam kamus bahasa Indonesia berarti orang yang rela mati demi membela ajaran agama. Baiklah saya meminjam istilah tersebut dan saya kenakan dalam dunia perpolitikan. Maka, martir di sini saya artikan sebagai orang yang rela mati demi membela kebenaran. Tentu saja, dalam sebuah peperangan, musuh dan pahlawan selalu berkaitan dengan sudut pandang. Dalam perang perjuangan kemerdekaan dulu misalnya, Jenderal Sudirman adalah pahlawan bagi bangsa Indonesia, tetapi musuh dan penjahat bagi Belanda. Pangeran Diponegoro adalah pahlawan bagi rakyat dan bangsa, tetapi penjahat dan musuh bagi penguasa. Bagaimana dengan gonjang-ganjing perpolitikan tanah air? Siapa pahlawan siapa penjahat? Tentu tergantung dari sudut mana melihatnya. Akbar Faizal oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai pejuang dan layak disebut pahlawan dalam mengungkap kebenaran. Namun bagi lawan politiknya, mungkin juga bagi penguasa, ia adalah penjahat dan musuh yang berbahaya. Saya tidak akan melanjutkan membahas siapa pahlawan dan siapa penjahat, karena sekali lagi, semuanya bergantung dari titik pandang kita. Berkaitan dengan martir yang saya sitir di awal. Kira-kira siapa yang berani menjadi martir politik dalam kemelut ini. Sekali lagi, martir politik di sini berarti mereka yang berani berkorban/bahkan kehilangan nyawa demi membela kebenaran. Memperjuangkannya sampai akhir. Adakah pribadi-pribadi seperti itu diantara 600-an wakil kita itu? Ataukah yang muncul hanya pembela-pembela kepentingan. Terserah kepentingan siapa. kepentingan penguasa atau kepentingan kelompok oposisi, atau kepentingan yang lain. Dari kelompok penguasa sebenarnya saya masih mengharapkan adanya pribadi yang bersih hatinya dan berani bersuara dengan lantang menyampaikan kebenaran, meskipun itu berakibat fatal bagi dirinya. Dan bagi para politisi yang lain, tentu saya sangat berharap, mereka terus bersuara lantang, dan semakin lantang memperjuangkan kebenaran. Bersuara lantang bukan berarti ricuh, bukan berarti berkelahi. lakukan dengan elegan. lakukan dengan dewasa. buat kami bangga telah memilihmu sebagai wakil. jangan buat kami kembali kecewa. kami tunggu perjuanganmu dalam membela kebenaran, bahkan hingga jadi martir. salam melbourne, 03-03-10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H