Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Atau Thailand? Vietnam Aja Ah!

10 Maret 2010   09:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:30 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_90510" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi pho soup diunduh dari www.images.google.com.au"][/caption] Jangan salah, ini adalah diskusi untuk memilih warung makan yang hendak kami tuju. Sengaja kami tidak menyertakan warung China dan Malaysia dalam daftar kami. Bukan karena sentimen atau tidak suka, ya hanya tidak mau mencantumkan saja.

Akhirnya kami memang makan di warung Vietnam. Kami memilih makan PHO. Soup khas Vietnam dengan berbagai variasi mie dan daging. Yang saya suka, kuahnya bening dan sambalnya sangat khas. Sehingga dalam suapan pertama saja kita bisa merasakan tendangan rasanya.

Hmmm, makan itu soal selera, dan selera itu tidak bisa diperdebatkan. Artinya, kalian boleh tidak setuju dengan paparan saya ini, namun itulah nuansa rasa yang singgah di lidah saya dan teman saya makan sore ini.

Tusukan angin dingin yang mendera sejak pagi, membuat makanan panas dan pedas serasa pas. Thailand terkenal dengan berbagai menu pedasnya. Soup Tom Yum sudah begitu terkenal dengan pedas dan asamnya. Menu Indonesia juga tak kalah ragamnya, meski di sini saya tidak bisa banyak memilih. Dan Vietnam, yahhh akhirnya kami pilih karena kekhasannya.

Makanan itu cermin masyarakatnya.

Demikianlah beberapa kawan saya bercerita. Dari makanannya kita bisa mengenal sejarah bangsa dan masyarakatnya. Tema ini bisa menjadi bahan diskusi yang amat panjang. Agar tidak berkepanjangan saya akan membatasi pada tema orang-orang Vietnam saja.

Masyarakat Vietnam memasuki Australia baru pada tiga puluh tahun yang lalu. Perang di kampung halamannya memaksa mereka mencari tempat penghidupan yang baru. Mereka datang dengan perahu, maka mereka dikenal sebagai manusia perahu.

Ada banyak kenangan sepanjang pengungsian mereka. Pernah mereka diserang oleh perompak berbendera Thailand. Bukan saja persediaan makan dirampok, yang lebih menyakitkan adalah peta perjalanan mereka dibuang. Maka, ada sedikit kebencian masyarakat Vietnam terhadap orang-orang Thailand berkaitan dengan peristiwa itu.

Setelah 30 tahun menyambung hidup di Australia, juga di daerah lain. Mereka telah berkembang menjadi satu koloni yang sangat besar. Saya tidak tahu di tempat lain, saya hanya mengamati yang ada di Melbourne. Orang-orang Vietnam ini telah memberi warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat.

Tiga puluh tahun lalu mereka datang sebagai pengungsi. Sekarang mereka ikut menentukan pergerakan ekonomi masyarakat. Beberapa daerah di sini sangat Vietnam sekali. Sebut saja Springvale dan Richmond. Pusat perbelanjaan yang ada di sana sangat Vietnam. Jejeran warung di kiri dan kanan jalan, juga didominasi warung Vietnam. Bahkan seorang teman pernah menghitung di sepanjang jalan Victoria di Richmond ada hampir seratus warung Vietnam. Bahkan dengan berkelakar seorang kawan sempat berujar, “kita ini di Hanoi atau di Melbourne sih?”

Orang-orang Vietnam, bahkan yang sudah terlahir di sini, masih memegang teguh budaya leluhurnya. Bahasa, kebiasaan, dan tentu saja makanan. Ini sangat berbeda dengan orang-orang Indonesia, meski lahir di Jakarta, tetapi karena sudah 5 tahun di sini, mereka sudah lupa berbahasa Indonesia.

Orang-orang Vietnam itu tidak bisa berbahasa Inggris. Demikian penjelasan teman-teman saya ketika saya bertanya, mengapa mereka masih memegang teguh bahasa dan budayanya? Karena mereka, terutama generasi tua, tidak bisa berbahasa Inggris maka anak-anak mereka tetap berbahasa Vietnam dalam berkomunikasi. Jadilah bukan hanya bahasa, tetapi budaya pun masih mereka pertahankan dengan baik.

Makanan itu cerminan masyarakatnya. Itu sub-judul yang saya buat. Karena masyarakat Vietnam masih memegang teguh budaya dan kebiasaannya, maka makanannya pun masih asli. Ada banyak warung Asia di sini. Jepang, Korea, Indonesia, Thailand, dll. Tetapi kerap kita bertanya, bumbunya asli atau sudah di sesuaikan lidah orang sini?

Saya pribadi lebih suka kalau makan menu Indonesia. Namun kalau memilih warung untuk saya masuki, otomatis kaki ini melangkah ke warung Vietnam. Karena di sana saya belajar arti sebuah kebanggaan. Mereka bangga sebagai orang Vietnam. Mereka tidak malu bahwa dulu mereka adalah manusia perahu yang datang sebagai pengungsi. Mereka tidak malu tidak bisa berbahasa Inggris. Tetapi mereka tetap hidup bahkan mampu memberi pengaruh yang kuat dalam masyarakat.

O iya, di sini juga banyak warung India. Tetapi tidak pernah terbersit untuk mampir ke sana. Bukan karena apa, tetapi selera itu tidak bisa diperdebatkan bukan?

Salam,

Melbourne, 10-03-10

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun