Tadi sore teman lama saya nelfon. Seperti biasa dia menanyakan kabar. Kemudian aku ceritakan keadaanku, kegiatanku, dan pekerjaanku saat ini.
“Wuih, enak banget sih hidupmu?” komentar teman saya spontan ketika mendengar keadaan saya.
Hmmm… enak itu sebenarnya sangat relative. Sangat tergantung dari mana melihatnya. Meski tidak bisa dipungkiri ada banyak hal yang bersifat umum.
Sementara orang beranggapan dengan sedikit pekerjaanyang mesti ditanggung berarti hidup itu enak. Sementara bagi sebagian yang lain, jika banyak pekerjaan yang ditanggung, hidup baru terasa enak.
Secara umum sementara orang beranggapan jika tidak banyak masalah melilit, hidup baru terasa enak dan menyenangkan. Jika terlalu banyak masalah, hidup menjadi susah dan berta untuk dijalani.
Ungkapan spontan teman lama tadi menyentak kesadaran saya. Apa benar sih bahwa hidup saya begitu enak? Kalau dilihat satu persatu pastilah tidak. Saya hidup di negeri orang. Kemampuan bahasa saya sangat berantakan, sehingga kerap mesti menggunakan bahasa isyarat. Pekerjaan saya kebanyakan menumpuk di akhir pecan, di saat orang-orang menikmati libur. Segala hal mesti mengusahakan sendiri, masak, mencuci, setrika, semuanya dilakukan sendiri.
Mengapa menyenangkan? Mungkin karena saya melalui dengan gembira. Ketika tersesat karena tidak mampu membaca petunjuk dan penjelasan, saya tertawa saja. Ketika hanya makan berlaukkan sayur berbumbu garam saja, saya juga tetap gembira.
Seperti gambar langit penuh awan di atas. Saya mencoba menemukan secercah sinar yang masih bisa dilihat. Pikiran saya tidak terpusat pada hitamnya awan, namun pada sinar yang masih ada. Hal ini juga tidak datang tiba-tiba.
Beberapa bulan yang lalu hidup saya penuh ketakutan dan kecemasan. Takut karena mesti hidup terasing di negeri orang dengan kemampuan yang tidak memadai. Namun semuanya sirna ketika saya menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Ia yang memanggil saya, Ia yang mengutus saya ke sini, pasti memiliki rencana indah. Rencana indah itulah yang menyenangkan hati saya. Mesti rasanya asin, asam, dan terkadang pahit, saya yakin akan manis pada waktunya.
Hidup saya memang santa enak dan menyenangkan. Karena segala beban dan derita saya hadapi bersama Tuhan. Saya dapat melakukan segala sesuatu dalam DIA yang memberi kekuatan itu padaku.
Kawan, kalau kalian ingin sungguh merasakan hidup yang menyenangkan, hadapilah hidup kalian bersama Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H