Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Emang Enak Dikacangin?!

23 Februari 2010   00:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:47 3649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_79651" align="alignleft" width="235" caption="foto ilustrasi dari www.images.google.com.au"][/caption] Aduh, ga enak banget. Sapa sih yang suka dikacangin? Ada beberapa kejadian lucu yang pernah aku alamin. Dikacangin, artinya ga dianggap. Sakit, tapi mau apa?

Kejadian yang paling aku ingat terjadi di sebuah pasar. Pasar Besar Malang, di bedak barat, tempat orang jualan kue. Di sana aku bertemu dengan seorang ibu yang sangat aku kenal. Beberapa kali aku ke rumahnya. Kebetulan ibu ini suka masak dan emang pekerjaannya jualan nasi. Beberapa kali aku ke rumahnya untuk pesan masakan, apalagi kalau di rumahku ada acara mengundang orang banyak, biasanya maknnya aku pesan.

Waktu di pasar itu aku dengan sangat percaya diri menyapa, “Hai Bu apa kabar?” Aku tidak mendapat jawaban. Aku semakin terkejut karena ibu itu menunjukkan raut muka takut, dan cepat bergeser menghindar dariku. Dengan tidak percaya aku berdiri seperti patung. Aku tidak sadar apakah mulutku terbuka atau tidak, mungkin juga terbuka.

Sampai di rumah, aku ceritakan kejadian itu pada saudara yang biasa aku ajak ke rumah ibu tadi. Dia tertawa terbahak-bahak. “Emang lu tampang kayak preman, ya jelas saja ibu itu takut. Dia kira akan lu palak kali.”

Selang beberapa minggu saya ke rumah ibu itu lagi. Setelah ngobrol cukup lama, saya sampaikan peristiwa di pasar beberapa minggu yang lalu. Ibu itu terkejut dan memberikan alasannya “lho saya pikir siapa, waktu itu saya takut, lha tiba-tiba disapa orang serem banget.”

Itu satu kejadian tidak kulupa. Menyapa tapi ditinggal pergi karena dianggap preman. Kejadian lain yang serupa sering aku alami. Menyapa tidak ditanggapi. Memberi salam tidak berbalas, dan banyak deh.

“Mungkin mereka ga kenal kamu. Kamunya aja yang sok kenal.” Kata seorang teman mencoba menghibur, tapi malah membuat hati semakin sesak.“Mungkin dulunya kamu juga suka nyuekin orang kali, sehingga sekarang kamu dapat balasnya.” Kata teman yang lain lagi. “Mungkin kamu menyapa tapi nadanya seperti orang mengancam, ya jelas takut dong yang kamu sapa.” Komentar yang lain lagi.

Mungkin teman-teman saya itu benar. Mungkin raut wajah saya tidak menunjukkan orang yang ramah menyapa, mungkin Nampak seperti orang yang memalak. Pantas saja ibu di atas tadi berkomentar saya seperti preman. Mungkin alasan yang lain juga benar, dulu saya suka nyuekin orang. Karena dulu aku pikir kalau bisa tampil cuek itu kesannya cool. Yeee, ternyata salah.

Dikacangin teman saja rasanya sakit. Gimana ya kalau dikacangin sama Tuhan? Aduh ga kebayang deh. Hmmm, sebelum dikacangin sama Tuhan, aku baik-baik dulu aja deh sama Dia, biar kalau nyapa ga dikacangin.

Salam

Melbourne, 23-02-10

Catatan lain yang bisa dikunungi:

Untung Gua OON!!

Menarilah Sayang…

Menggendong Setan

Sirik Amat Sih Lo!

Biar Kecil, tapi Hhmmm DAHSYAT!!!

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun