masih cerita dari atas kereta. mengapa domba-domba itu selalu makan? mengapa juga sapi-sapi dan kuda-kuda itu juga selalu makan? mengapa tidak ada yang bergerombol ngobrol, atau berdiskusi mengenai kehidupan mereka.
kalau sampai binatang-binatang itu bisa berdiskusi dan merencanakan kehidupan mereka esok hati, hmmm tatanan kehidupan akan berubah. karena apa yang selama ini membedakan manusia dengan binatang, antara lain adalah diksusi dengan menggunakan pemikiran dan merasa dengan hati, hanya dimiliki oleh manusia. sedangkan mereka hanya memiliki hasrat/nafsu. pasti mereka juga bisa berpikir dan merasa, hanya sangat berbeda dengan yang dimiliki manusia.
mengenai makan, rupanya unsur pikiran kerap kali kalah jika dibandingkan dengan rasa dan nafsu. yang saya maksudkan adalah makan dengan pemikiran, bukan karena rasa/selera dan hasrat. aduhhh kok mbulet ya kalimat saya. baiklah saya berikan satu contoh.
seperti saya ungkapkan di atas, kami bertiga membawa bekal brownies. kami bertiga telah melahapnya. aku merasa kenyang dan penuh. ditambah dengan dua kaleng minuman ringan, rasa kenyang itu benar-benar sempurna. namun selang setengah jam satu teman menyeletuk, "mereka sedia nasi nggak ya?"
"lho knapa?" tanya saya. rupanya dia merasa belum makan kalau belum ada nasi yang mengganjal perutnya. padahal kalau mau menggunakan pikiran, nasi itu kandungan terbesarnya adalah karbohidrat dan gula. sedangkan kue yang kami makan mengandung karbohidrat dan gula yang besar. apalagi dengan minuman ringan, kandungan gulanya jelas berlebih. tetapi yang dibutuhkan bukan hitungan itu. yang dibutuhkan adalah keterpuasan rasa. rasa makan nasi.
ternyata, meskipun manusia itu mengkedepankan pikiran rasional, dalam beberapa hal masih juga mengutamakan rasa dan hasrat. terutama soal makan. bahkan orang-orang latin memiliki ungkapan yang sangat bagus soal ini, yaitu 'selera itu tidak bisa diperdebatkan'. artinya sangat jelas. soal makan, soal selera selalu berdasar pada rasa dan nafsu, hal ini tentu sangat individual dan subjektif. tiap orang bisa berbeda dalam menentukan selera dan keinginannya.
semangkuk soto betawi kental dengan paduan daging goreng, babat, dan paru goreng ditambah sambal tomat pedas, atau bisa juga memakai dabu-dabu, sangatlah lezat. tapi ini menurut saya, orang lain bisa mengatakan yang beda. dan itu sah. karena tiap orang akan menilai sesui dengan seleranya.
di sini pemikiran  hanya menyentuh hal-hal yang umum. misalnya, soto betawi disebut soto betawi karena menggunakan daging, dan kuahnya menggunkan santan. jika isinya daging ayam, dan kuahnya bening dengan kuning kunyit, orang akan menyebut ini soto madura. meski dua-duanya soto. kemudian penilaian mana yang lebih sedap akan sulit ditentukan. bagi penggemar ayam, tentu soto madura akan lebih enak dibanding soto betawi yang memakai daging, demikian juga sebaliknya.
satu hal yang lain, makan menggunakan rasa dan nafsu jauh lebih membahagiakan. sama-sama mengandung vitamin C, menyantap sebutir jeruk dengan makan sebutir suplemen tentu beda rasanya. bisa jadi pikiran kita mengatakan, ahhh itu sama saja. namun badan kita akan merespon beda. menyantap sebutir jeruk tentu lebih memuaskan.
sungguh, ada saatnya pikiran dikesampingkan dan gunakan rasa dan hasrat. meskiiiiiiii, tidak sepenuhnya dilepaskan begitu saja. ahhh, kok saya jadi lapar. (bersambung, berikutnya tahun baruku berasap)
salam,