Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ihhh, Itu Kecil Lagi!

3 Desember 2010   22:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:03 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Teman, kejadian ini berlangsung di kelas bahasa. Hari itu kami sedang belajar mengenai kata kerja bantu. Ibu guru memberi instruksi agar kami menulis sebanyak-banyaknya kata kerja bantu yang kami ketahui dan mencoba membuat contohnya dalam kalimat.

Terjadilah diskusi yang cukup hangat dalam salah satu kelompok. Mereka sedang meributkan pengertian must. Kawan dari Nepal dan dari Jakarta sepakat bahwa kata tersebut berlaku seperti sebuah peraturan yang harus diikuti. Sesuatu yang wajib dilaksanakan. Sementara kawan yang dari Jepang beranggapan, bahwa kata bantu tersebut memiliki arti ungkapan pendapat yang sangat kuat.

Diskusi menjadi cukup panas, meskipun soalnya hanya sepele. Kemudian, ibu guru mendekat untuk mendengar lebih jelas apa yang terjadi. Setelah mendapatkan keterangan, beliau menjelaskan bahwa kata must, itu berlaku seperti peraturan yang wajib dilakukan. Dia memberikan beberapa contoh untuk menjelaskan. Ternyata, kawan yang dari Jepang tidak mau mengerti, bahkan dengan sedikit marah dia keluar kelas.

Rupanya dia menemui pimpinan kursus bahasa itu. Tentu saja, hal sepele yang dilakukan menjadi bahan tertawaan bagi kami. Bahkan kawan yang dari Nepal sampai berujar, ‘ihhh, itu hal kecil lagi, knapa mesti harus lapor pimpinan.’

Hal kecil

Mengukur besar kecilnya sesuatu adalah hal yang sangat sulit. Kecil bagi saya bisa berarti besar bagi yang lain. Juga dalam menghadapi permasalahan. Seseorang bisa mengabaikan, karena menganggap itu hal kecil belaka, atau menghabiskan banyak waktu untuk itu, karena menganggap yang kecil adalah besar. Bisa jadi sebaliknya, hal yang sungguh genting dan mendesak tidak segera diselesaikan karena dianggap hal kecil belaka.

Saya sepakat bahwa kita tidak bisa mengacuhkan begitu saja sesuatu yang kecil. Karena dari yang kecil bisa lahir sesuatu yang besar. Sebaliknya, saya juga setuju jika hal kecil memang tidak harus dibesar-besarkan. Hanya membuang tenaga sia-sia, karena ada banyak pekerjaan besar yang jauh lebih penting.

Ada hal kecil yang melahirkan peristiwa besar. Ada barang kecil yang memiliki akibat besar. Misalnya celetukan yang dilakukan oleh tokoh besar, itu akan menggulirkan perdebatan yang besar dan panjang. Berbeda halnya kalau yang melakukan orang yang tidak dikenal. Panjang-lebar-pun dia bertutur, belum tentu diperhatikan. Rupanya, hal kecil menjadi besar, atau hal besar tetaplah dianggap kecil, juga tergantung kepada siapa yang melakukan/mengatakan.

Satu hal yang saya percayai; kalau saya sanggup melakukan tindakan baik dalam hal kecil, niscaya saya akan dimampukan untuk melakukan sesuatu yang lebih besar. Sebaliknya, kalau saya sudah tidak bisa dipercaya dalam hal-hal yang sederhana; saya tidak bisa diharapkan untuk bertanggungajwab dalam urusan yang lebih besar.

Cinta yang besar

Orang bijak berkata, ‘lakukanlah hal-hal kecil dengan cinta yang besar’. Ini juga bukan sesuatu yang mudah. Mengukur cinta yang besar ini bukanlah perkara gampang. Hmmm, setidaknya bagi saya. Mungkin bagi kebanyakan orang mudah melakukan. Ini kembali kepada persoalan besar dan kecil yang adalah subjektif.

Sebagai contoh saya ambilkan dari aktivitas komunikasi di kelas antara guru dengan murid. Ibu guru berkata kepada para murid, ‘untuk menjadi besar tidak perlu langsung melakukan hal-hal revolusioner, cukup melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar.’ Sesaat para murid diam, hingga ada anak yang mengangkat tangannya dan berseru, ‘tetapi bagaimana kami bisa menjadi besar kalau terus melakukan hal kecil?’

Kemudian ibu guru tadi memberi penjelasan singkat, ‘saya setuju dengan pendapatmu, hanya saja, kamu akan mampu melaksanakan hal-hal besar kalau sudah terlatih dalam hal-hal kecil dengan baik. Dan jangan lupakan , dengan cinta yang besar’.

‘Cinta yang besar itu bagaimana Bu?’ kejar si murid melanjutkan. ‘Dengan cinta yang besar itu berarti dengan tanggungjawab yang besar, dengan perhatian yang besar, tanpa meremehkan’. Jawab ibu guru itu dengan lembut.

‘Bukankah itu seperti membesar-besarkan sesuatu yang sebenarnya kecil belaka?’ Tanya si murid lagi. ‘Berbeda anakku’, jawab ibu guru. ‘Membesar-besarkan hal kecil itu berarti melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan porsinya. Itu seperti mengorek-orek luka yang mulai mongering. Seperti mencoba memanas-manaskan keadaan. Jika demikian adanya, itu bukanlah melakukan hal kecil dengan cinta yang besar. Itu bahkan cintanya-pun tidak ada.’

Bijak

Teman, melakukan sesuatu sesuai dengan porsinya, itu yang mesti dilakukan. Membunuh tikus di lumbung dengan membakar seluruh lumbung tentu pekerjaan yang sia-sia belaka. Tikus akan mati tetapi sumber makan kita juga habis. Namun sikap meremehkan dengan menganggap bahwa tikus di lumbung itu hanya satu saja tanpa pernah melakukan usaha untuk menangkapnya, adalah keteledoran yang berbahaya.

Bijak dalam melangkah, dalam bertutur, dalam bertindak; itu adalah nasihat yang lazim kita dengar. Kiranya itu bukan sesuatu yng muluk. Saya tidak bisa memberi contoh dari diri saya sendiri bagaimana bersikap bijak, karena saya masih jauh dari bijak. Maka, sebelum saya jauh ngelantur ke sana ke mari, baik kalau saya sudahi catatan ini. Dengan satu harapan kita makin bijak. Yang kecil jangan dibesar-besarkan, yang besar jangan dikecilkan.

Salam

Melbourne, 4/12/2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun