Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perang Melawan Rokok, Siapa Pemenangnya?

13 Mei 2010   04:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_139901" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock.com)"][/caption]

Usaha memerangi rokok rupanya telah menjadi gejala global. Ada banyak cara digunakan. Misalnya mencantumkan betapa berbahayanya rokok bagi kesehatan. Di Indonesia ada kewajiban untuk menuliskan bahaya menghisap rokok di setiap bungkusnya. Di beberapa negara lain bahkan bukan hanya tukisan yang dicantumkan? Tetapi menggunakan gambar. Gambar yang dibuatpun cukup mengerikan.

Selain menyajikan peringatan bahaya dari menghisap rokok, ada beberapa jalan yang ditempuh. Misalnya, menaikkan pajak rokok, pajak cukai, menaikkan harga rokok, dll. Harapannya sederhana saja, masyarakat akan berpikir ulang untuk membeli rokok.

Di Melbourne banyak tram dan bus yang ditempeli poster akan akibat rokok. Di berbagai sudut kota juga dipasang gambar dan peringatan akan bahaya rokok. Bahkan harga rokok juga dibuat sangat mahal.

Apakah cara-cara yang ditempuh itu cukup efektif? Ternyata tidak. Para pecandu rokok dari hari ke hari makin banyak. Saya memang tidak mampu menyajikan data jumlah perokok, namun saya berani mengatakan bahwa makin hari makin banyak orang yang menghisap rokok, meskipun ada sebagian orang yang memutuskan untuk berhenti merokok.

Rokok dan Kesadaran Sosial

Mengapa rokok menjadi sebuah permasalahan yang serius? Menurut hemat saya ini berkaitan dengan kehidupan bersama. Bagi saya tidak ada kaitan antara rokok dengan nilai moral dan perilaku manusia. Misalnya kalau seseorang itu merokok berarti dia jahat, dan mereka yang tidak merokok berarti lebih baik perilakunya. Saya tidak bermaksud demikian.

Kehidupan bersama yang saya maksudkan adalah penghormatan kepada keberadaan orang lain. Di dalam masyarakat yang rasa penghormatan kepada manusia lain cukup besar hal ini tidak menjadi persoalan berarti. Sementara di banyak Negara yang penghormatan antar pribadi kurang, rokok sungguh menjadi persoalan.

Indonesia yang merasa diri sebagai bangsa yang sopan, yang luhur budi dan perilakunya, belum mampu menajdi teladan dalam kesadaran sosial. Kerap saya alami seseorang atau bahkan banyak orang merokok di tempat-tempat umum, di mana ada banyak orang lain di sana. Tidak jarang juga yang merokok di kendaraan umum. Bahkan mereka tidak peduli dengan orang lain yang terbatuk-batuk atau mulai menutup hidung dan mulut. Mereka tetap menikmati untuk menghisap rokoknya.

Di sini yang menajdi persoalan sungguh perokoknya, bukan rokoknya itu sendiri. Jika para perokok tahu menempatkan diri. Tidak merokok di tempat-tempat umum, saya kira tidak akan menajdi persoalan berarti.

Bagaimana dengan akibat buruk yang ditimbulkan oleh rokok? Menurut hemat saya biarlah itu ditanggung oleh si perokok itu sendiri. Jika mereka sudah dewasa dan tahu akan bahayanya rokok namun tetap menghisap rokok, berarti dia telah siap dengan akibatnya.

Rokok dan Dilema Sosial

Kesadaran sosial berkaitan dengan rokok juga mestinya menjadi tanggungajwab pemerintah. Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang diterima oleh pemerintah berkaitan dengan pajak rokok. Sebaliknya bagaimana dengan pengusaha? Bagaimana dengan pekerja? Bagaimana dengan masyarakat?

Di sini juga mulai timbul dilemma dari pemerintah. Mereka selalu mewajibkan menulis bahaya rokok di setiap kemasan. Bahkan dalam banyak kesempatan juga membuat baliho-baliho atau spanduk besar akan bahaya rokok. Tetapi mereka membutuhkan uang dari pajak rokok.

Beberapa waktu yang lalu ada penelitian mengenai keuntungan akibat rokok. Dan dari penelitian itu ditemukan bahwa keuntungan terbesar diraih oleh pengusaha rokok. Ini bisa terjadi karena ada kebijakan yang menaikkan harga rokok untuk menciptakan rasa enggan membeli rokok. Namun kenyataannya, masyarakat pembeli rokok tidak gentar dan mengurungkan niat. Mereka rela mengurangi ongkos untuk kebutuhan yang lain sedangkan ongkos untuk rokok tidak pernah mereka kurangi.

Di sinilah letak ketidakadilan tersebut. Ketika harga rokok makin naik tidak ada masyarakat yang memprotesnya. Karena mereka selalu menyediakan anggaran untuk itu. Berbeda kenyataannya dengan kenaikan harga untuk kebutuhan pokok. Menurut saya, orang-orang yang dengan rela hati membelanjakan uangnya untuk rokok sedangkan kebutuhan lainnya masih sulit dipenuhi telah bersikap tidak adil. Tidak adil karena rokok hanya mereka nikmati sendiri sedangkan jika dibelikan kebutuhan pokok yang lain, yang menikmati adalah sekeluarga.

Ada satu pengalaman kecil mengenai ketidak adilan ini. Ketika saya masih bekerja di sekolah, ada orangtua murid datang menemui saya. Bapak ini datang dengan keluhan biaya sekolah terlalu mahal. Beliau memohon keringanan. Kemudian saya balik bertanya, apakah bapak merokok? Kemudian dijawab ‘iya’. Lalu bapak itu saya ajak menghitung pengeluarannya dalam sebulan untuk rokok dibandingkan pengeluarannya untuk sekolah anaknya. Ternyata, pengeluarannya untuk rokok jauh lebih ebsar dari pada pengeluaran untuk biaya sekolah anaknya. Maka saya tidak mau memberi keringanan SPP karena sebenarnya bapak itu sanggup membayar kalau dia mau mengurangi rokoknya.

Penutup

Akhirnya, siapakah pemenang dari perang terhadap rokok? Menurut saya tetap pengusaha rokok. Bahkan kebanyakan pengusaha rokok tidak merokok. Mereka tahu bahaya rokok, tetapi mereka lebih tahu lagi kalau bisnis rokok itu menghasilkan banyak uang.

Sebenarnya dunia akan jauh lebih sehat tanpa rokok. Namun tidak ada pemerintah yang berani menutup pabrik rokok dan melarang pendirian pabrik rokok di negerinya. Yang ada tinggal seruan. Kalau kamu merokok, jangan membuat orang lain menderita. Merokoklah di tempat tersembunyi, yang tidak ada orang lain. Akan lebih baik jika tidak merokok.

Salam

Melbourne, 13-05-2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun