[caption id="attachment_119176" align="alignnone" width="500" caption="emma watson, sumber foto www.emmawatsonpictures.org"][/caption]
“Masyarakat tidak dapat mengerti mengapa saya tidak menginginkan hal itu…tetapi kehidupan dalam sekolah menjaga saya tetap dekat dengan teman-teman dan tetap dekat dengan realitas.”
Ungkapan tersebut disampaikan oleh Emma Watson, pemeran Hermione Granger dalam film terkenal Harry Potter, ketika ia didesak untuk memberi alasan mengapa ia tidak mau disebut artis. Ia juga tidak menjadikan keartisan sebagai jalan hidupnya kelak. Dalam banyak kesempatan yang lain ia juga selalu berusaha menjadi gadis biasa, pelajar biasa.
Keputusannya untuk meneruskan sekolah, meneruskan kuliah, juga menjadi pertanyaan banyak orang. Padahal ia sudah memiliki nama dalam jagat perfilman karena aktingnya dalam film tentang sekolah sihir tersebut. Alasan yang disampaikan pun sederhana. Ia ingin tetap dekat dengan teman-temannya. Ia juga tidak ingin terpisah dari realitas.
Menarik bahwa dia mengatakan tidak ingin terpisah dari realitas. Apakah itu berarti dunia seni peran menjauhkan seseorang dari realitas kehidupan nyata? Saya tidak berani memberi kesimpulan karena itu bukan ungkapan saya. Saya hanya menduga-duga bahwa banyak orang yang bergelut dalam dunia seni peran hidup dalam alam mimpi. Sekali lagi saya hanya menduga-duga, dan dugaan saya bisa salah sama sekali.
Keputusan Emma Charlotte Duerre Watson yang hari ini berulang tahun ke-20 bagi saya cukup berbeda dengan kenyataan yang terjadi pada kebanyakan remaja di seantero dunia. Banyak remaja beromba-lomba agar bisa menjadi artis. Tidak perlu belajar capek-capek sudah bisa menikmati hidup enak. Bahkan bila tidak menajdi artis ternama. Maka berbagai ajang lomba penjaringan bakat dan idola begitu laris manis.
Sekali lagi saya hanya menduga-duga. Kita tengok saja di kota Jakarta. Setiap pagi hingga malam, acara televisi terus menyajikan berbagai acara yang selalu dipenuhi banyak penonton. Dan ternyata bukan rahasia lagi bahwa para penonton itu dibayar. Jadi memang ada kelompok penonton bayaran. Orang-orang yang kerjanya menonton siaran on air acara televisi. Tentu saja mereka ada yang mengkoordinir.
Yang menggelisahkan saya, kebanyakan dari penonton itu masih berusia remaja. Mereka pantasnya masih bersekolah. Tetapi kebanyakan memilih untuk menjadi penonton bayaran dengan harapan mendapat rejeki untuk ambil peran dalam suatu acara. Siapa tahu karena sering nampang, wajahnya akan dilirik oleh produser acara. Ini juga bukan cerita baru lagi.
Maka sekali lagi, keputusan Emma Watson untuk lebih fokus kepada sekolah bagi saya adalah keputusan yang luar biasa. Ia sudah terkenal, tidak perlu lagi ‘nampang’ agar dilirik produser. Tetapi ia memilih untuk tetap menjadi gadis biasa, pelajar biasa. Rupanya ia menyadari bahwa keputusannya itu tidak akan dimengerti oleh banyak orang. Maka ia mengatakan, “masyarakat tidak dapat memahami…”
Dalam kesempatan ini saya hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun Emma. Semoga semangat belajarmu menginspirasi banyak remaja. Sehingga banyak remaja memilih untuk mendahulukan sekolah dari pada ‘jual tampang’.
Salam,
Melbourne, 16-04-210
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H