Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bapak yang Baik Hati

5 Maret 2010   21:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:35 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_87200" align="alignleft" width="252" caption="ilustrasi lukisan anak yang hilang karya Rembrant, dari www.images.google.com.au"][/caption] Kawan, saya tidak sangat dekat dengan bapak saya. Tetapi ada satu kisah seorang bapak yang sangat baik, yang senantiasa menghibur saya. Saya selalu membayangkan bahwa bapak saya seperti dia. Ini penggalan kisahnya.

"Ada seorang Bapak mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapak, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.

Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga ternaknya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan ternak itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya karyawan bapakku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

Aku akan bangkit dan pergi kepada bapakku dan berkata kepadanya: Bapak, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapak, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapak; jadikanlah aku sebagai salah seorang karyawan bapak. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapaknya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapak, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapak, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.

Tetapi ayah itu berkata kepada karyawannya: Lekaslah bawa ke mari pakaian yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.

Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang karyawan dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab karyawan itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.

Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapak dan belum pernah aku melanggar perintah bapak, tetapi kepadaku belum pernah bapak memberikan seekor anak kambingpun untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapak yang telah memboroskan harta kekayaan bapak bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapak menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.

Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Kawan, saya bayangkan bahwa bapak saya juga akan menerima saya ketika saya telah jauh dari padanya. Untuk kalian para bapak, saya harap kalian juga bapak-bapak yang baik hati.

Salam,

Melbourne, 06-03-10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun