[caption id="attachment_76586" align="alignleft" width="300" caption="gigi kelincinya yang tanggal, meninggalkan jejak kelucuan yang alami (foto www.images.google.com.au)"][/caption] Tiba-tiba saja saya teringat Connie Talbot. Penyanyi belia dari ranah Inggris, yang mencuri perhatianku 2 tahun lalu. Bahkan ia dijuluki bintang termuda dalam ajang penjaringan bakat di Negeri Ratu Elisabeth tersebut. Kepolosan dan kelucuan bocah 6 tahun, waktu itu, sungguh mampu mengharubirukan perasaan para penonton, bahkan juri pun terpesona.
Tampil dengan gigi kelincinya yang tanggal, membuat ia sangat lucu kalau tersenyum, apalagi saat tertawa lebar. Menurut kabar, keikutsertaannya di ajang Britain’s Got Talent (BGT), sejatinya hanya iseng dan untuk senang-senang saja. Bisa jadi ibunya yang mendorong, atau karena ia suka menyanyi, apa ruginya jika mendaftar. Ternyata komentar para juri begitu positif, dan hal ini tentu saja menyenangkan, dan menambah rasa percaya dirinya.
Membawakan lagu Over the Rainbow pada babak audisi dan pada babak final membuat ia dikenal sebagai Connie Talbot Over the Rainbow. Seolah-olah Connie Talbot itu identik dengan Over the Raionbow. Meskipun ia juga begitu memukau tatkala menyanyikan lagu klasiknya Michael Jackson, Ben pada babak semi final. Meski tampil memukau, ia tidak berhasil memenangi kompetisi tersebut, ia kalah dari Paul Potts, seorang penyanyi opera.
[caption id="attachment_76587" align="alignleft" width="192" caption="(foto, www.connietalbot.com"][/caption] Lahir di Streetly, Midlands Barat, Inggris pada 20 November 2000. Orangtuanya, terutama ayahnya adalah seorang wiraswasta. Karena pengalaman nonton opera musical The Wizard of OZ bersama neneknya ia jadi kesengsem dengan lagu Over the Rainbow. Sayang ketika ia akhirnya tampil di panggung menyanyikan lagu itu, neneknya tidak bisa menyaksikan karena telah berpulang. Namun bocah lucu ini yakin kalau neneknya menyaksikan penampilannya dari surga.
Ketenaran yang ia peroleh dari lomba itu sungguh mengubah banyak kehidupannya. Meskipun ia tetap tinggal bersama orangtuanya, dan tetap bersekolah di sekolah yang sama seperti sebelum terkenal, toh orangtuanya mesti mengganti nomor telfon dan menyewa pengawal untuk gadis kecilnya itu.
O iya, di awal tulisan ini saya katakan kalau saya tiba-tiba teringat dengan wajah lucu Connie. Wajahnya itu juga gerak tubuhnya ketika berdiri di atas panggung menyiratkan sebuah ketulusan,kepolosan, dan kejujuran. Ia tidak menampilkan sesuatu yang dibuat-buat agar kelihatan menarik. Ia tampil apa adanya. Namun itu memberikan banyak hal, kepolosannya itulah kekuatannya. “Connie, apakah kamu sungguh bernyanyi?” Tanya Simon padanya. Sebuah pertanyaan yang didasarkan pada kekaguman. Seorang juri yang dikenal sangat pedas dalam memberi komentar dibuatnya terpesona.
Kawan, ini bukan berita baru. Saya hanya ingin berbagi, bahwa kepolosan dan kejujuran itu ternyata memiliki kekuatan yang besar. Sayang, sikap seperti itu, kerap hanya dimiliki oleh anak-anak, setelah mereka beranjak dewasa, sikap itu kerap hilang. Seseorang ‘terpaksa’ menanggalkan kepolosan dan kejujuran, agar bisa tampil menawan. Tak jarang seseorang ‘mesti’ berbohong, bahkan membohongi hati nuraninya sendiri, demi kepentingan-kepentingan tertentu. Apalagi kalau kita melihat dalam dunia politik, rasanya sudah tidak ada lagi kejujuran di sana.
Maka, melihat hiruk pikuk dunia perpolitikan kita. Saya teringat kepolosan dan kejujuran Connie. Semoga saya bisa belajar untukmenjadi pribadi yang jujur. Mungkin kalian pernah menyaksikan videonya, tak ada salahnya untuk menyaksikan lagi.
data dari berbagai sumber
salam
melbourne, 18-02-10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H