Mohon tunggu...
F.X. Warindrayana
F.X. Warindrayana Mohon Tunggu... -

mari berbagi hal baik lewat tulisan, "nemo dat quod non habet"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Malaikat-malaikat Kecil di Malam Natal, Kisah Natal untuk Anak

21 Desember 2017   10:11 Diperbarui: 21 Desember 2017   17:06 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Anak-anak selalu menantikan Natal, seiring penantiannya akan hadiah-hadiah yang bisa jadi tak terbayangkan sebelumnya seakan sebuah mukjizat. Tetapi, pernahkah orang tua memikirkan anaknya sebagai hadiah atau mukjizat bagi orang lain?

Natal, selalu istimewa bagi yang merayakannya. Keistimewaan itu tampak dari cara orang-orang menanggapi peristiwa tersebut. Jauh hari orang-orang sudah menyiapkan dengan berbagai atribut khas. Entah itu baju baru bagi anak-anak, membuat kue-kue, menyiapkan hidangan khusus, mendekorasi rumah, dan sebagainya.

Anak-anak selalu menjadi bagian dari kegembiraan itu. Bahkan, anak-anak juga menjadi pasar potensial bagi para pelaku bisnis dengan menjual produk-produk untuk anak. Tengok saja pusat-pusat perbelanjaan saat menjelang Natal. Orang tua lebih dahulu mengutamakan membeli kebutuhan bagi anaknya sebelum membeli untuk dirinya. Hiasan-hiasan pohon Natal laku keras untuk menggembirakan anak. Orang tua juga tak sayang lebih dulu membelikan hadiah untuk anak saat mengikutkan anaknya dalam acara "Sinterklas Bagi-Bagi Hadiah", sebelum memikirkan dirinya sendiri.

Anak-anak selalu menantikan Natal, seiring penantiannya akan hadiah-hadiah yang bisa jadi tak terbayangkan sebelumnya seakan sebuah mukjizat. Tetapi, pernahkah orang tua memikirkan anaknya sebagai hadiah atau mukjizat bagi orang lain? Minimal, anak-anak itu bisa diingatkan untuk berbagi miliknya dengan anak lain yang tak seberuntung dirinya. Atau, lebih jauh, membawa anak ke dalam semangat religiositas Natal yang sedang dirayakan. Barangkali saja mukjizat memang bakal hadir dengan sendirinya, entah untuk siapa, seperti pernah dialami anak-anak di kota Leipzig yang menjadi malaikat-malaikat kecil penyelamat Johann Sebastian Bach.

Leipzig, menjelang Natal tahun 1745. Bach terkejut ketika tiba di depan rumahnya. Tampak tiga orang perwira tentara Prusia sudah menunggunya. Seorang laki-laki berpakaian lengkap dengan atribut jenderal, dan dua perwira lain yang lebih muda. "Bukankah Tuan yang bernama Johann Sebastian Bach, pemain musik?" katanya dengan keras dan kasar. Bach mengangkat alisnya dan menjawab tenang, "Benar, sayalah Bach, pemain orgel gereja Santo Thomas." "Aku ingin Tuan memainkan 'Te Deum' untukku sebagai pernyataan terima kasih pada Tuhan karena Ia telah merestui kami sehingga kami menang perang. Karena itulah aku datang kemari," pinta si jendral yang pada tanggal 15 Desember sebelumnya mengalahkan pasukan Saksen di Kasseldorf.

Wajah Bach merah padam. Jelas ia menolak permintaan itu. Tidak mungkin ia memainkan 'Te Deum' untuk merayakan kemenangan si jenderal atas bangsanya. Ia bermain musik dengan mencurahkan seluruh hati dan perasaannya. Tidak mungkin baginya untuk tidak menghiraukan maksud dan tujuan lagu yang dimainkannya. Bach menyadari bahwa kegagalan permintaan si jenderal akan menjadi awal hari-hari yang sulit. Ia gelisah karena telah merencanakan Natal yang indah bersama anak-anak.

Ia sedang berkemas-kemas meninggalkan kota setelah dipaksa-paksa oleh Hakim Schettler sahabatnya. Sebelumnya, ia diberi tahu bahwa si jenderal yang ditolaknya tadi ternyata adalah Raja Leopold dari Dessau yang merasa terhina dan bermaksud menangkapnya. Pada saat itulah, terdengar suara riuh anak-anak. Mereka menyerbu masuk rumah dan mengerumuni Bach. "Ayo, Paman. Paman lupa ya pada kami. Paman berjanji akan mengiringi kami bernyanyi," kata seorang gadis kecil. "Paman jangan pergi...," kata yang lain.

Bach tertegun. Ia dihadapkan pada pilihan sulit. Menyelamatkan diri, atau menepati janjinya pada anak-anak ini. "Ayo, Paman, jangan biarkan Kanak-Kanak Yesus menunggu," rengek anak-anak itu. Tiba-tiba mata Bach bercahaya. Ia sudah menemukan pilihannya. Diraihnya tangan anak-anak, dan segera menghambur ke gereja, meninggalkan Hakim Schettler yang terbengong. 

Tetapi, setiba di gereja Bach mendapati kursi orgelnya telah diduduki seorang prajurit Prusia. Ia akan memainkan 'Te Deum' bagi Raja Leopold yang sebentar lagi datang. Melihat Bach ia membungkuk hormat dan memberikan tempatnya. "Mainkanlah 'Te Deum', Tuan Bach. Raja tentu akan memaafkan segalanya," katanya. "Memang akan saya mainkan sebuah 'Te Deum', tetapi 'Te Deum' yang kujanjikan pada anak-anak ini," jawab Bach tenang sambil menuju kursinya. Anak-anak segera mengelilingi dan siap bernyanyi.

Tepat pada saat Bach mengawali melodi, terdengarlah suara, "Raja Leopold datang...!" Tetapi, lagu kepalang dimainkan. Dan, anak-anak bernyanyi lagu baru dengan lantang. Suara orgel dan nyanyian anak-anak memenuhi ruangan gereja, menggema jauh ke angkasa. Denting orgel berganti-ganti, lembut mengalir, lalu menguat bersemangat, menghentak, sebelum kemudian berhenti meninggalkan gaungnya. Seluruh hadirin menyambut bergairah. Bach berdiri, dengan langkah tenang berjalan menghampiri Raja. 

Orang-orang menahan nafas menanti puncaknya. "Maaf Baginda, saya telah memainkan 'Te Deum' yang lain...," katanya sambil membungkuk hormat. Raja menjabat tangannya, "Tuan Sebastian Bach, saya benar-benar kagum. Tuan memainkan lagu kemenangan yang jauh lebih indah dari yang kuminta. Juga, Tuan telah memperdengarkan lagu para malaikat yang belum pernah kudengar." Raja terdiam sesaat. "Tentang menangkap Tuan... bagaimana mungkin orang berani melekatkan tangan pada Tuan kalau Tuan dikelilingi oleh para malaikat kecil," katanya sambil menepuk bahu Bach. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun