Greinal Wijaya, bocah 5 tahun itu meninggal di tangan ibu kandungnya. Kasusnya masih ditangani polisi. Kekerasan dan hukuman pada anak masih saja terjadi, bahkan di ruang domestik maupun sekolah, tempat di mana semestinya anak mendapatkan pendidikan dan kasih sayang. Â
Victoria Climbie, bocah asal Inggris berusia 8 tahun, meninggal dunia karena menderita hypothermia dan kekurangan gizi. Selain itu, di sekujur tubuhnya ditemukan 128 luka. Climbie menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh dua walinya bernama Marie Therese Kouao dan Carl Manning selama beberapa bulan. Kedua pelaku penganiayaan tersebut kini mendekam di penjara seumur hidup.
Kasus-kasus penganiayaan anak oleh orang tua di Inggris mendapatkan perhatian berbagai kalangan. Komisi HAM parlemen mendapat dukungan dari CUA (Children are Unbeatable Alliance), aliansi dari 35 kelompok LSM di sana. "Aturan kuno yang membolehkan hukuman kepada anak tidak lagi mendapat tempat dalam masyarakat yang modern," kata Claire Rayner, juru bicara aliansi yang ingin agar anak-anak mendapat perlindungan hukum yang sama seperti yang diterima orang dewasa. "Memukul anak adalah tindakan yang salah sehingga perlu dibuat aturan hukum untuk melindungi hak dan kepentingan anak," lanjutnya.
Sejumlah negara di Eropa seperti Swedia, Norwegia, Finlandia, Denmark, dan Austria telah menerapkan aturan bahwa pemberian hukuman badan dari orang tua kepada anaknya merupakan pelanggaran hukum. Dalam mendidik, seringkali orang tua menjumpai perilaku anak yang seharusnya tidak dilakukan atau perkataan yang tidak pantas diucapkan. Bila cara halus seperti menegur, menasihati, tidak berhasil mengubah perilaku anak yang salah maka orang tua biasanya mengambil tindakan hukuman. Hukuman yang diberikan bervariasi mulai dari melarang anak sambil membelalakkan mata, meninggikan nada suara dan menambah volumenya, mengurangi uang jajan, sampai mencubit atau memukul anak.
Dalam proses pembentukan kepribadian anak, selain memberikan contoh dan teladan, teguran dan pujian, perintah dan larangan, tak dipungkiri bahwa orang tua dan guru juga memberikan hukuman. Hukuman kadang-kadang memang terpaksa harus digunakan. Tetapi, apa yang dimaksud dengan hukuman? Hukuman adalah sanksi fisik maupun psikis atas kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan anak. Hukuman mengajarkan kepada anak tentang apa yang tidak boleh dilakukan, bukan apa yang harus dilakukan di masa berikutnya.
Ada beberapa teori tentang hukuman yang dianut oleh praktisi pendidikan. Rosseaumemperkenalkan "hukuman alam". Hukuman di sini dipahami secara alamiah sebagai konsekuensi perbuatan si anak. Misalnya, seorang anak terluka karena bermain pisau, atau jatuh karena memanjat pohon. Hukuman alam ini bila dibiarkan akan berbahaya bagi si anak. Oleh sebab itu tidak banyak pendidik yang menganut teori ini. Ada lagi "teori membuat jera", yakni anak dihukum agar ia tidak mengulangi perbuatan. Contohnya, bila terlambat datang ke sekolah ia tidak diperkenankan mengikuti jam pelajaran bersangkutan.
Lebih bijak kalau orang tua dan guru memerhatikan bahwa yang sangat dilarang dalam dunia pendidikan adalah hukuman badan, termasuk memukul atau menampar anak didik. Apabila harus melaksanakan hukuman pada seorang anak pun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, menghukum tidak boleh dalam keadaan marah. Kedua, hukuman tidak boleh bersifat membalas dendam. Ketiga, hukuman harus ada hubungan dengan kesalahan, umpamanya mengotori lantai dia harus membersihkan lantai tersebut. Keempat, hukuman tidak boleh memalukan si anak.
Jadi, kalau harus menghukum seorang anak, tenangkanlah diri, keluarlah dari kelas, tarik napas, dan bila sudah tenang masuklah kembali ke kelas dan laksanakanlah hukuman tersebut dengan mengikuti syarat-syarat tersebut di atas. Kalaupun hukuman badan akhirnya dengan sangat terpaksa dilakukan, maka harus dari pinggang ke bawah. Tetapi sebenarnya untuk memukul pantat pun seorang psikolog dari Columbia University, Elisabeth Gershoff, telah wanti-wanti. Studinya tentang hukuman memukul pantat menunjukkan bahwa anak yang sering dipukul bakal berperilaku negatif. Kalau benar begitu, kenapa orang tua dan guru tidak mencari solusi lain? Bukan agar anak tak mengulangi keburukan, tetapi memotivasinya menuju kebaikan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H