Judi sebenarnya sudah lama menjadi praktek muamalah yang Gandrung di zaman jahiliah, ada yang menjadikannya sebagai fantasi kesenangan namun ada pula yang menjadikannya sumber mata pencaharian.
Bagaimana Al-Qur'an memandang Persoalan Judi?
Judi dalam bahasa arab adalah al-Maysir, Al-Qur'an menggunakan kata al-Maysir saat mengangkat topik terkait perjudian, al-Maysir seakar kata dengan al-Maysarah,diambil dari akar kata Yusr[un] yang bermakna mudah atau gampang.
Istilah ini pas dilekatkan dengan kata judi karena orang yang berjudi ingin mendapatkan kekayaan dari orang lain tanpa harus memeras keringat.
Masyarakat jahiliah menjadikan berjudi sebagai lifestyle, tak hanya judi termasuk mabuk berzina dan paham fanatisme kesukuan.
Masa-masa Jahiliah terjadi di zaman dimana belum datangnya Nabi Muhammad SAW, masyarakat jahiliah hidup dalam kondisi amoral seperti membunuh anak perempuan, mabuk dan judi. Namun dibalik sifat buruknya mereka masih memiliki sifat kedermawanan.
Sejarawan Sayfurrahman al-Mubarakfuri menjelaskan, saking tingginya sifat dermawan masyarakat jahiliah, ketika rumah mereka didatangi tamu padahal kondisi ekonomi keluarga sedang sangat memburuk, mereka akan tetap menghormati tamu tersebut dengan jamuan hidangan terbaik.Â
Bahkan andaikan hanya memiliki satu ekor unta, mereka akan menyembelihnya untuk disuguhkan pada si tamu. Salah satu ekspresi kedermawanan ini adalah kebiasaan meminum khamr dan berjudi. Mengonsumsi khamr bagi mereka merupakan simbol kedermawanan, karena di sinilah mereka bisa menghambur-hamburkan uang. Sementara dalam praktik judi, biasanya keuntungan hasil permainan ini akan disedekahkan untuk fakir miskin. (Sayfurrahman al-Mubarakfuri, Rahiq al-Makhtum, 2016: halaman 29)Â
Demikianlah gambaran mengonsumsi khamr dan praktik judi pada zaman jahiliah.Â
Masyarakat lebih memandangnya sebagai ekspresi kedermawanan, tanpa disadari bahwa sebenarnya di balik itu banyak mudharat yang mengintai.Â