Pemerintah pusat telah memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Kepindahan IKN tersebut tidak menjadi persoalan bagi para pakar ekonomi, pasalnya Jakarta yang dinilai memiliki populasi yang mencapai 13 Juta Jiwa pada siang hari dan 9.6 Juta Jiwa pada malam hari ini masih menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor lokal maupun mancanegara. Sekalipun IKN pindah diyakini bahwa kantor-kantor pusat perusahan besar di Jakarta tidak akan ikut pindah. Prospek ke depan Jakarta masih akan menjadi pusat bisnis dan ekonomi. Belum lagi visi pembangunan Jakarta ke depan menjadikan pembangunan berorientasi transit ini akan menjadi daya tarik tersendiri dengan kepastian jarak tempuh terhadap produktivitas kerja dan biaya akan jauh lebih menggiurkan. Prospek tersebut sebagai peluang investasi, perlu didukung dengan rencana tata ruang yang terperinci berbasis investasi.Â
Ditambah konsep Kota ASEAN yang membayangkan Jakarta menjadi kota srategis yang memiliki perpuataran ekonomi dan bisnis skala internasional seperti Geneva, Bon, dan New York dengan adanya skeretariat Jenderal ASEAN di Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Pada kawasan tersebut yaitu kawasan Blok M akan dibangun sebagai superblok, berupa bangunan pencakar langit dengan jumlah lantai 60-80 lantai dan dilengkapi skybridge dan terowongan bawah tanah, dalam menghubungkan 13 blok bangunan yang mencerminakan 13 negara bagian ASEAN. Melalui konsep tersebut  diperhitungkan dapat menampung semua pejalan kaki dan pengguna transportasi umum dengan sangat nyaman. Pangsanya menjadikan Kota Jakarta menjadi New York nya Asia dalam mengakomodir kegiatan ekonomi dan bisnisnya bukanlah hal yang mustahil, karena pada tahun 2022 saja Indonesia berhasil mendapatkan investasi sebesar 637,29 Triliun hal ini bukan hal yang mengejutkan jika melihat Indonesia sendiri merupkan negara dengan sumber daya alam yang melimpah dan penduduk dan konsumen terbesar ke 4 di dunia setelah China, India, dan Amerika. Karena penduduk kelas menengah menjadi kekuatan dominan pasar konsumen di Indonesia.Â
Namun menuju menjadikan Jakarta pusat bisnis dunia perlu diimbangi dengan pembangunan yang bersifat pro terhadap pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. Mengapa demikian, karena hasil studi menunjukan bahwa terjadi kenaikan suhu dan polusi udara pada kawasan perkotaan yang secara cepat mengalami perubahan guna lahan dari hijau ke lahan terbangun serta material bangunan yang tidak ramah lingkungan membuat iklim lokal menjadi lebih panas dan udara menjadi lebih kotor selain terjadinya kemacetan tentunya. Kenaikan suhu dan polusi udara dapat menimbulkan masalah mulai dari intensitas kejadian bencana seperti banjir karena dampak krisis iklim, juga meningkat juga penyakit dari tingginya polusi udara seperti asma bahkan sampai kanker paru-paru. Hal tersebut harus segera diatasi dengan baik karena kita tidak mau Jakarta menjadi magnet ekonomi yang menyesakkan bagi warga kota nya.Â
Isu tersebut bukan cerita belaka melainkan nyata adannya, mengutip data dari Indeks Kualitas Udara (IQAir) pada tanggal 6 Juni 2023 Jakarta menjadi Kota dengan predikat udara terburuk di dunia dan pada waktu yang bersamaan, dikutip dari data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa temperatur Jakarta menempati peringkat dengan indikasi kota yang tidak nyaman untuk ditinggali. Apa jadinya apabila kondisi Jakarta terus seperti ini, dalih menjadi pusat bisnis dunia justru akan ditinggali penduduknya dan menjadi kota mati yang kotor serta terbengkalai akibat tidak adanya perubahan yang signifikan terhadap perbaikan lingkungan dan pembangunan yang beorientasi pada keberlanjutan.Â
Kebijakan dalam mengatasi polusi udara di dalam dan luar ruangan serta pembangunan yang berketahanan iklim mesti digalakkan dan terus diarusutamakan karena mutu udara luar ruangan mempengaruhi mutu udara dalam ruangan yang menjadi faktor risiko kesehatan, dan menjadi faktor utama yang bertanggung Jawab dari 1.6 Juta kematian secara global di seluruh dunia. Oleh karena itu perbaikan udara dengan merubah gaya hidup berkendara berorientasi menjadi transit atau penggunana taransportasi publik masal harus dimulai dan terus difasilitasi. Mendorong pemerintah untuk lebih agresif dalam memperbaiki udara Jakarta adalah langkah yang harus diambil saat ini. Mulai dari standaraisasi kendaran bermotor yang rendah emisi, tranformasi kendaran bebas emisi dan lebih fokus kepada transformasi kepada kendaraan umum massal bebas emisi ketimbang penggunaan kendaraan pribadi. Anggaran besar yang sudah dianggarkan untuk dikawal menjadi program yang tepat sasaran dalih menjadi kegiatan rapat-rapat di luar kota. Karena saat ini Jakarta butuh aksi bukan janji dari rapat-rapat yang justru memproduksi banyak emisi karena harus berpergian ke hotel sana dan sini. Selain pembangunan yang berorientasi transit sudah seharusnya menawarkan pembaharuan dalam perbaikan lingkungan untuk masa depan yang berkelanjutan. Solusi-solusi berbasis alam harusnya menjadi materi wajib dalam meningkatkan investasi di Kota Jakarta. Dengan begitu Jakarta akan menjadi pusat bisnis dan ekonomi global yang mensejahterakan masyarakatnya karena dapat berumur panjang bukan malah menyesakkan warga kotanya karena iklim yang buruk dan kualitas udara yang semakin terpuruk.Â
Â
Lantas Jika Jakarta berhasil menjadi kota bisnis dan ekonomi global yang berkelanjutan, bagaimana nasib Kalimantan Timur yang diekspansi menjadi  IKN baru ?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H