Seorang Napoleon Bonaparte pernah mengungkapkan sebuah adagium yang sering dikutip pada saat membahas tentang sejarah sebuah bangsa bahwa "History has been written by the victors" adagium tersebut memberikan penegasan bahwa sejarah senantiasa ditulis oleh pemenang, kata pemenang bisa menjadi multi tafsir tergantung pada konteksnya, pemenang dalam hal ini bisa bermakna penjajah bagi sebuah bangsa yang belum merdeka namun pemenang bisa juga bermakna sang penguasa yang atas titahnya norma hukum dibuat dan sejarah dituliskan.
Adagium tersebut berlaku juga bagi Babad Sumenep yang saat ini masih menjadi salah satu sumber rujukan utama dalam mengkaji secara lebih mendalam tentang sejarah sumenep dan madura. Berikut ini sejumlah Fakta menarik seputar Babad Sumenep dan Penulisnya Raden Musaid Werdisastro :
- Babad Sumenep merupakan buah karya Raden Musaid Werdisastro, dibukukan dan dipublikasikan oleh penerbit Balai Pustaka untuk pertama kalinya pada tanggal 15 Pebruari 1914. Babad Soengenep secara garis besar berisi sejarah dan legenda raja-raja madura mulai Pangeran Mandaraga di abad 13 hingga Pangeran Ario Mangkudiningrat abad 19. Dalam Babad juga banyak diceritakan tentang hikayat tokoh rakyat madura seperti Arya Kuda Panolih atau yang terkenal dengan sebutan Joko Tole dan ada juga disinggung mengenai Mahapatih Majapahit Gajah Mada.Â
- Babad Soengenep ditulis dengan huruf Jawa berbahasa madura halus/krama bersumber dari naskah-naskah kuno yang tersimpan di keraton sumenep yang dipadukan dengan sejarah tutur/cerita lisan yang berkembang luas di masyarakat sumenep dan madura secara turun temurun. Dalam penyusunan Babad tersebut Raden Musa'et tidak hanya melakukan kajian dan penelitian naskah maupun sumber otentik lainnya melainkan juga melakukan wawancara kepada narasumber-narasumber yang kredibel dan terpercaya pada  masanya.  Babad Soengenep yang berisi sejarah dan legenda raja-raja Sumenep mulai Pangeran Mandaraga di abad 13 hingga Pangeran Ario Mangkudiningrat abad 19. Diceritakan pula legenda Joko Tole dan Gajah Mada. Tentu saja karya besar ini tidak dikerjakannya seorang diri melainkan melibatkan beberapa orang kerabat dekat dan seorang iparnya bernama Raden Abdul Kadir Sastrowidjoyo.
- Sebagai Dokumen Bersejarah yang publikasinya difasilitasi serta didanai oleh pemerintahan kolonial konon pada saat Pra Cetak Babad Sumenep banyak mengalami screening yang ketat dari staf khusus pemerintahan belanda. Raden Musaid secara cerdik mempergunakan kata-kata kiasan di beberapa bagian Babad dengan maksud untuk menyamarkan "fakta dan kejadian" yang bersifat heroik yang dianggap berpotensi memicu sentimen dan semangat anti penjajahan.
- Raden Musaid Werdisastro sebagai seorang budayawan yang kita bahas dalam tulisan ini ternyata mempunyai darah budayawan dan sejarawan, beliau merupakan cicit sastrawan Sumenep bernama Kiai Abdurrahman Werdisastro yang dikenal sebagai ahli sastra dan kebudayaan berkat keberhasilannya dalam membaca tulisan/batu prasasti pada sebuah tebing di Mandaraga - Sumenep. Atas jasa besarnya tersebut Sultan Sumenep menganugerahkan kepadanya sebuah gelar kehormatan "Werdisastro".
- Raden Musaid Werdisastro memberikan wasiat pengembangan Babad Songennep agar dilanjutkan oleh ahli keluarganya, salah seorang keponakannya R. Muhammad Wadji Sastronegoro kemudian menulis ulang Babad Songennep sehingga berbahasa madura namun telah menggunakan aksara latin sehingga pustaka bersejarah tersebut bisa lebih mudah dikaji dan dikembangkan lebih lanjut seperti cita-cita penulisnya.
- Raden Musaid Werdisastro ternyata bukan sekedar seorang budayawan melainkan juga seorang tokoh pergerakan, interaksinya dengan Kyai Haji Mas Mansur (Pahlawan Nasional Tokoh Empat Serangkai dan Pioner Muhammadiyah Jawa Timur) membuatnya tergerak untuk andil mengembangkan dakwah persyarikatan Muhammadiyah di Sumenep dan Sekitarnya. Raden Musaid tidak hanya mendirikan madrasah diniyah di kompleks/pendopo rumahnya pada tahun 1927 namun juga mewakafkan tanahnya untuk dijadikan sekolah dan amal usaha Muhammadiyah. Raden Musaid Werdisastro dalam beberapa catatan disebutkan duduk sebagai ketua dewan penasehat pertama Muhammadiyah Sumenep (1931) dan sengaja menyerahkan pimpinan lembaga dan organisasi kepada kader dan generasi yang lebih muda dan energik. Tiga serangkai kader yang dimaksud adalah R. Muhd. Ali Sastronegoro, R Muhammad Saleh Werdisastro dan Ustadz Abdul Kadir Muhammad. Ketiganya menjalanan kiprahnya secara istiqomah hingga persyarikatan Muhammadiyah di Sumenep dan sekitarnya tumbuh berkembang dan berkemajuan.
- Salah Seorang Putra Raden Musaid Werdisastro yakni R Muhammad Saleh Werdisastro memilih mengikuti jalan pergerakan dengan hijrah ke Yogyakarta pada tahun 1941 dan memulai baktinya sebagai seorang guru pengajar di Gesubsidiceerde Inheemse Mulo Muhammadiyah. Pada saat PETA didirikan Muhammad Saleh berhenti menjadi guru untuk masuk mengikuti pendidikan militer PETA hingga lulus menjadi komandan/Dai Dancho Batalyon Dai Ni Daidan di Yogyakarta bermarkas di Bantul. Singkat cerita R Muhammad Saleh Werdisastro yang hijrah bersama keluarganya menjalani masa-masa perjuangan kemerdekaan dengan totalitas. R Muhammad Saleh Werdisastro tercatat pernah menjabat sebagai Walikota Surakarta pertama setelah proklamasi kemerdekaan dan beberapa jabatan penting lainnya yang diamanatkan kepadanya hingga wafat di Yogyakarta (1966) dan dimakamkan di Pemakaman Karang Kajen sebagaimana wasiatnya meskipun pemerintah telah menyiapkan Pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki Yogyakarta atas jasa dan dedikasinya yang besar kepada bangsa dan negara.
- Raden Musaid Werdisastro wafat pada tanggal 27 Mei 1956 bertepatan dengan 18 Syawal 1376 Pukul 15.30 pada usia 85 tahun, pada batu nisan berukir yang disiapkan sendiri ditulisan namanya sebagai Musa'et Werdisastro, Sang Budayawan dan Tokoh Pergerakan tersebut dikebumikan di Sebuah Kompleks Pemakaman Raja-Raja Sumenep Asta Tinggi tepatnya di komplek Pekuburan Keluarga Raden Adipati Pringgoloyo.
Demikian Fakta menarik mengenai Raden Musaid Werdisastro dan Babad Sumenep, Semoga Jasa dan perjuangan beliau dalam melestarikan sejarah dan budaya akan dapat diwarisi dan diteruskan sementara semangat dan kegigihannya dalam ikhtiar pergerakan semoga bisa menjadi inspirasi bagi generasi saat ini.Â
Sumber Rujukan :
- Halaman biografi R Â Musaid Werdisastro di wikipedia, kontribusi @maslumajang.
- Otobiografi R Muhd Saleh Werdisastro, R Muhd Mansur Werdisastro, Jakarta 2016
- Gelora Islam Sang Sastrawan Besar Madura, R Musaid Werdisastro-Penulis Babad Sumenep, Badrut Tamam, bulanbintang.wordpress.com, 2008.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H