Pagi ini udara terasa panas. Tidak ada hembusan angin. Bu Retno dan anak-anaknya berada di ruang keluarga rumah mereka. Mereka duduk lesehan ditemani kipas angin kecil yang berputar, menunggu makan malam buatan ibu mereka.
Keluarganya rukun. Sebelum acara makan bersama, mereka sering berdiskusi, saling bertanya tentang segala hal yang kurang mereka pahami, atau sekadar bercerita tentang pengalaman keseharian mereka di luar rumah.
Tiga putra-putri Bu Retno berusia 24 tahun, 20 tahun, dan 15 tahun. Bu Retno bersyukur memiliki anak-anak yang patuh dan bertanggung jawab. Salah satu putranya bahkan sudah lulus kuliah dan baru saja diterima bekerja di salah satu perusahaan swasta ternama di kota mereka.
Malam ini, Bu Retno menyiapkan telur dadar pedas, tempe orek, dan nasi hangat yang baru saja matang. Nasi hangat, sedikit pulen, dan wangi menambah selera makan keluarga ini, ditambah dengan kerupuk yang selalu tersedia di kaleng. Anak-anak Bu Retno tidak pernah pilih-pilih makanan. Cukup dengan nasi hangat dan tambahan sayuran atau lauk apa saja, mereka sudah mensyukurinya sebagai nikmat dari Allah.
Bu Retno bercerita kepada anak-anaknya bahwa hidup boros akan merugikan diri sendiri. Agama juga melarang kita hidup boros, seperti dalam surah Al-Isra:27, "Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara setan dan setan sangat ingkar pada Tuhannya."
Apa yang Bu Retno dan keluarganya lakukan sangat berbeda dengan gaya hidup teman-teman Bu Retno. Mereka hidup sederhana dan bersahaja, sementara beberapa temannya hidup boros.
Bu Rani, salah satu teman Bu Retno, memiliki tiga anak. Bu Rani dan keluarganya memiliki sifat dan perilaku boros. Hampir setiap hari mereka pergi berbelanja dan makan di restoran. Anak-anaknya sudah tidak menyukai masakan rumahan lagi. Mereka memilih makanan kekinian yang mengandung banyak minyak dan penambah rasa buatan. Segala merek minuman dan makanan kekinian menjadi konsumsi sehari-hari mereka.
Anak-anak Bu Rani selalu memesan makanan secara online. Sejak anak pertamanya diterima bekerja di perusahaan swasta, gaya hidupnya meningkat. Dia sering membeli pakaian baru, sepatu, tas, dan perlengkapan kosmetik. Hampir setiap hari ada saja paket barang yang diantar ke rumah mereka.
Sudah hampir empat tahun anak Bu Rani bekerja dengan penghasilan yang cukup besar, namun tidak ada sedikit pun yang disimpan. Pada bulan Mei lalu, terjadi pengurangan karyawan di perusahaannya dan anak Bu Rani terkena PHK. Kabar ini sangat memukul mental mereka.
Enam bulan terakhir ini, Bu Rani dan suaminya juga sudah tidak bisa bekerja lagi. Selain karena faktor usia, mereka juga menderita sakit. Beberapa teman Bu Rani datang membesuk ke rumahnya. Saat ini Bu Rani susah berjalan dan dokter menyarankan operasi lutut. Ada beberapa biaya yang tidak ditanggung oleh asuransi sehingga harus ada biaya tambahan pribadi. Suami Bu Rani menderita stroke ringan dan sedang menjalani terapi di rumah sakit.
Anak-anak Bu Retno mendengarkan cerita ibunya dan mendapatkan pengalaman berharga hari itu. Mereka mendoakan agar Bu Rani dan keluarganya mendapatkan kemudahan dari Allah serta kesembuhan bagi Bu Rani dan suaminya.