Masih ingat perjuangan keras Tomy Sugiarto di Indonesia Open beberapa waktu lalu?. Meski akhirnya kalah di semifinal, permainan Tommy cukup menjanjikan. Dan Tommy membayar tuntas seminggu kemudian. Di Singapura ia mengamuk. Juara bertahan Tommy kalahkan lewat pertarungan 1 jam lebih. Tommy meraih gelar Super Series Singapore Open.
Di Singapura juga Indonesia akhirnya sejenak menghempaskan dominasi China. Di Singapore Open 2013 Tontowi Ahmad-Liliyana Natsir dan Hendra Setiawan-Mohammad Ahsan menemani Tommy tampil sebagai juara. Tontowi-Liliyana memenuhi janji balas dendamnya atas kekalahan di Indonesia Open. Sementara Hendra-Ahsan membuktikan ketangguhannya sebagai pembunuh raksasa. Untuk ketiga kalinya mereka mengalahkan peringkat 1 dunia Lee Yong Dae-Ko Sung Hyun di final super series.
Prestasi dan penampilan baik sejumlah pebulutangkis Indonesia yang tergabung dalam pelatnas maupun klub profesional tahun ini membawa harapan besar akan sebuah kebangkitan. Meski saat ini peringkat dunia timnas bulutangkis Indonesia tak berada di 5 besar, bahkan berada di bawah Thailand, namun berbagai gelar juara yang mampu diraih sejumlah pemain serta grafik penampilan beberapa pemain muda/pasangan baru di berbagai ajang internasional meningkat cukup baik.
Update peringkat Badminton World Federation per tanggal 11 Juli 2013 menempatkan wakil-wakil Indonesia di jajaran 10 besar dunia pada berbagai sektor permainan.
Daftar peringkat 10 besar pebulutangkis dunia tunggal putera per 11 Juli 2013. Terdapat 2 atlet Indonesia dalam top 10 tersebut yakni Tommy Sugiarto di peringkat 7 dan Sony Dwi Kuncoro di rankin 10. Sementara Lee Chong Wei dari Malaysia kembali menempati peringkat teratas (www.bwfbadminton.org)
Tommy seusai menjuarai Singapore Open peringkatnya langsung melonjak ke nomor 7 dunia. Tapiyang paling menonjol adalah sektor ganda campuran. Meski peringkat Tontowi-Liliyana turun ke nomor 3, tapi 10 besar rangking dunia dikuasai oleh pasangan-pasangan Indonesia. Selain Tontowi-Liliyana di 3 besar,di peringkat 6 ada Muhammad Rijal-Debby Susanto. Lalu pasangan non pelatnas Markis Kido-Pia Zebadiah secara luar biasa meraih posisi 9 dunia diikuti Fran Kurniawan-Sendy Puspa di nomor 10.
Meski peringkat Tontomi-Liliyana turun ke nomor 3 dunia, tapi 3 pasangan ganda campuran lainnya menjadikan Indonesia menguasai top 10 (www.bwfbadminton.org)
Sektor Ganda Putra menghadirkan lompatan paling nyata. Setelah Markis Kido-Hendra Setiawan berjaya 6 tahun lalu, tak ada lagi pasangan ganda putera yang mampu melejit sedemikian tinggi. Usai Markis-Hendra berpisah Indonesia bahkan menunggu lama untuk melahirkan ganda putera hebat. Meski sempat memunculkan Bona-Ahsan, namun pasangan ini bubar sebelum meraih kejayaan. Indonesia akhirnya melahirkan pasangan Angga Pratama-Ryan Agung. Pasangan muda ini perlahan sanggup menembus 10 besar dunia. Tapi setelah itu grafik mereka cenderung menurun. Belum sempat meraih 3 besar, Angga-Ryan justru semakin sering kalah. Permainan kurang mengesankan dan sejumlah kekalahan di ajang Superseries membuat pasangan ini tertahan di nomor 9 dunia.
Hendra-Ahsan menjadi ganda putera terbaik Indonesia berperingkat 6 dunia, sementara Angga-Ryan melorot ke nomor 9 (www.bwfbadminton.org)
Namun kejutan besar terjadi. Saat Angga-Ryan tertahan prestasinya, pasangan baru dari stok lama melejit melebihi perkiraan. Hendra Setiawan kembali ke pelatnas dan dipasangkan dengan Mohammad Ahsan. Kombinasi ini awalnya hanya sebagai pelapis bagi Angga-Ryan. Tapi kini kondisinya berbalik 180 derajat, Hendra-Ahsan menjadi ganda putera terkuat Indonesia saat ini. Dari 10 turnamen yang diikuti, Hendra-Ahsan meraih 3 gelar Superseries utama yakni Malaysia Open, Indonesia Open dan Singapore Open. Yang menakjubkan ketiga gelar tersebut diraih dengan mengalahkan peringkat 1 dunia di final. Gelar juara Indonesia Open menjadi paling prestisius mengingat dari seluruh turnamen dunia dan dari 5 superseries kelas premier, BWF menempatkan Indonesia Open sejajar dengan All England. Lesatan prestasi Hendra-Ahsan membawa mereka meloncat ke posisi 6 dunia saat ini.
Ganda puteri Pia-Rizki kini menempati peringkat 6 dunia (www.bwfbadminton.org)
Indonesia juga kembali menempatkan seorang wakilnya di 10 besar dunia sektor ganda puteri. Pasangan ulet Pia Zebadiah-Rizki Amelia sanggup menembus dominasi pasangan-pasangan mapan dari China, Denmark dan Korea Selatan. Pasangan Indonesia tersebut kini berada di ranking 6 dunia.
Bagaimana dengan sektor tunggal puteri?. Sayang sekali Indonesia sepertinya masih harus menunggu lagi untuk kembali menempatkan wakilnya di jajaran top ten. Tapi harapan itu ada karena saat ini Lindaweni Fanetri sudah sampai di nomor 11 dunia.
Dari beberapa pencapaian besar para pemain Indonesia hingga berhasil menempatkan kembali merah putih di jajaran top ten berbagai sektor, ada hal yang mungkin mengejutkan banyak penikmat bulutangkis. Pertama adalah masih mantapnya Sony Dwi Kuncoro di jajaran 10 besar dunia meski ia sempat lama absen dan performanya juga tak kunjung membaik. Sebaliknya pasangan Tontowi-Lilyana yang dengan gemilang kembali meraih titel All England, India Open dan Singapore Open justru peringkatnya turun ke nomor 3. Demikian juga dengan Lee Yong Dae-Koo Sung Hyun yang dalam 3 superseries dibabat Hendra-Ahsan justru tetap kokoh sebagai pasangan nomor 1 dunia.
Mengapa gelar juara dan prestasi tampaknya kurang selaras dengan peringkat para pemain/pasangan itu?. Ada 3 hal yang menyebabkan “anomali” peringkat tersebut yakni banyaknya turnamen yang diikuti, peringkat turnamen dan konsistensi selama mengikuti turnamen.
Sebagai informasi, untuk turnamen superseries reguler, setiap pasangan/pemain yang mampu meraih gelar juara akan mendapatkan poin 9200, runner up mendapat 7800 sementara jika berhasil menembus semifinal pemain akan menambah poin 6420. Untuk turnamen superseries kelas Premier (di atas superseries reguler) seperti All England dan Indonesia Open, poin yang ditawarkan jauh lebih tinggi dibandingkan superseries. Juara super series premier akan mendapat poin 11000, runner up 9350 poin, semifinalis 7700 poin dan seterusnya hingga poin terkecil yakni 520.
Tontowi-Lilyana meski meraih 3 gelar utama yakni All England yang berstatus Premier lalu India Open & Singapore Open yang berstatus Superseries, tapi keduanya sepanjang tahun ini dari 14 turnamen yang diikuti tidak semuanya mengantarkan mereka ke babak-babak dengan poin besar. Di ajang beregu dunia Sudirman Cup misalnya, Indonesia yang kalah lebih dini terpaksa menghentikan perolehan poin pemain-pemainnya termasuk Tontowi-Lilyana. Sebaliknya 2 pasangan ganda campuran China yang kini berada di peringkat 1 & 2 dunia, meski sampai saat ini hanya mengikuti 11 turnamen namun cukup konsisten menembus babak-babak dengan poin yang besar. Di turnamen beregu China juga selalu berjaya.
Lee Yong Dae-Koo Sung Hyun yang dipermalukan berkali-kali oleh Hendra-Ahsan, dari awal tahun hingga Juli 2013telah mengikuti tak kurang 17 turnamen dan konsisten mencapai semifinal atau final meski akhirnya kalah.
Sementara Hendra-Ahsan “hanya” mengikuti 10 turnamen. Akumulasi poin 3 gelar superseries mereka masih kalah dengan akumulasi konsistensi pasangan-pasangan lain yang mengikuti banyak turnamen dan konsisten mencapai babak semifinal.
Kombinasi sistem poin, status turnamen dan konsistensi menembus babak-babak akhir itulah yang membuat sejumlah pemain yang kerap kalah di final tetap berada di peringkat teratas. Sementara pemain yang beberapa kali menjadi juara belum tentu menduduki posisi tertinggi. Seorang pemain atau pasangan mungkin hanya mengikuti 11 turnamen sepanjang tahun tapi jika turnamen yang diikuti tergolong turnamen berperingkat tinggi dan konsisten mencapai babak utama apalagi juara, dipastikan poin mereka akan sangat tinggi. Sebaliknya mereka yang mungkin mengikuti 20 turnamen sepanjang tahun, kebanyakan hanya berupa turnamen Gold, beberapa kali meraih gelar juara tapi jarang menembus babak-babak akhir superseries, maka akumulasi poinnya tidak akan terlalu banyak mengangkat peringkat dunia mereka.
Namun demikian kita harus bangga bahwa meski peringkat pemain Indonesia saat ini belum ada yang mencapai 2 besar dunia. Tapi dalam daftar kolektivitas poin, pemain Indonesia sampai bulan Juli 2013 menjadi salah satu yang terbanyak mengambil jatah poin superseries. Di sektor ganda campuran, Tontowi-Liliyana memimpin dengan meraih 43150 (total poin dunia mereka 85552). Hendra-Ahsan meraih 39760 (total poin dunia mereka 64770). Yang luar biasa adalah Tommy Sugiarto, perolehan poin putera legenda Icuk Sugiarto tersebut hanya kalah dari Lee Chong Wei. Selama 2013 sampai Juli ini Tommy sudah meraih 30050 poin superseris (total poin dunianya 53797, 95).
Semoga trend positif para pemain Indonesia di berbagai turnamen bulutangkis dunia saat ini benar-benar menjadi pertanda bahwa kejayaan bulutangkis Indonesia akan kembali tak lama lagi. Pemerintah sudah semestinya lebih memperhatikan bulutangkis dan menjadikannya salah satu prioritas. Ironis di tengah maraknya pembangunan stadion sepakbola baru di Indonesia yang berbandaing terbalik dengan prestasinya yang nadir, bulutangkis yang berkali-kali mengharumkan nama Indonesia di ajang dunia justru kekurangan arena dan gedung olahraga yang memadai.
Seperti anak tiri yang tak henti berprestasi, itulah bulutangkis Indonesia. Olahraga yang selalu membanggakan di tengah janji-janji dan harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H