Di bawah rintik gerimis satu per satu orang mendatangi TPS di sudut kampung halaman saya. Seperti mereka, sayapun mendatangi TPS meski agak siang karena masih mengantuk akibat semalam sebelumnya menonton pertandingan sepakbola di TV. Apalagi badan juga masih letih setelah tiba sore hari usai menempuh perjalanan berjam-jam dari Jogja menuju kampung halaman.
[caption id="attachment_302565" align="aligncenter" width="600" caption="Hari ini, 9 April 2014 masyarakat Indonesia memberikan suaranya dalam pemilu legislatif untuk memilih anggota parlemen (dok. pribadi)."][/caption]
Saya memang akhirnya memutuskan pulang kampung demi bisa menggunakan hak pilih. Meski ada keputusan KPU dan KPUD bahwa pemilih luar kota bisa “mencoblos” di Yogyakarta hanya dengan bermodal KTP atau mendatangi TPS rujukan yang diatur menurut kedekatan lokasi dengan universitas, namun dalam praktiknya mutasi menggunakan KTP banyak yang ditolak. Kelonggaran yang diberikan KPU ternyata dipraktikan berbeda di lapangan. Hingga sehari jelang pemilihan banyak teman saya yang dibuat bingung dengan ketidakjelasan nasib hak pilihnya. Belajar dari pengalaman teman-teman, sayapun memutuskan pulang kampong.
Di TPS 05 tempat saya memilih terdapat 395 pemilih terdaftar dalam DPT. Pemungutan suara dibuka pada pukul 07.30 di sebuah halaman rumah milik warga tak jauh dari rumah orang tua saya.
[caption id="attachment_302566" align="aligncenter" width="492" caption="Meski sempat diguyur gerimis namun TPS terus didatangi warga pemilih (dok. pribadi)."]
Baru menginjak pukul 09.30 gerimis turun namun warga tetap antusias menuju TPS. Bayangan tingginya golput tidak tergambar di TPS tempat saya memilih. Selain kebanyakan pemilih merupakan warga yang berdomisili di kampung, besarnya partisipasi juga didorong oleh adanya 4 warga desa kami yang menjadi calon anggota DPRD Kota.
[caption id="attachment_302568" align="aligncenter" width="322" caption="Seorang pemilih memasukkan kartu suara ke dalam kotak suara (dok. pribadi)."]
Ada beberapa fenomena unik yang teramati dalam pemungutan suara di TPS tempat saya memilih hari ini. Pemilih wanitatampak terdepan dalam mengambil inisiatif menuju TPS. Para ibu-ibu dan pemilih wanita lainnya terlihat lebih dulu datang mendahului kaum pria. Tak sedikit para ibu-ibuberangkat menuju TPS sambil menghampiri tetangga terdekatnya. Mereka saling menunggu dan kemudian berangkat bersama-sama menujuTPS. Sebaliknya pemilih pria baru mulai banyak berdatangan menjelang pukul 10.00.
[caption id="attachment_302569" align="aligncenter" width="540" caption="Suasana TPS di tempat saya memilih hari ini (dok. pribadi)."]
Hal menarik berikutnya adalah celetukan-celetukan lucu yang terdengar selama di TPS. Tak sedikit para pemilih yang menggerutu karena tak mengenal nama-nama dalam kertas suara. Kejadian lucu seperti pemilih yang tak bisa melipat kembali surat suara juga terjadi. Petugas pun terpaksa membantu melipatnya setelah meminta persetujuan pemilih dan para saksi. Selain itu ada juga yang tampak lama sekali di dalam bilik suara.
[caption id="attachment_302570" align="aligncenter" width="533" caption="Seorang petugas TPS membantu memasukkan surat suara milik seorang pemilih (dok. pribadi)."]
Namun ada satu kejadian yang cukup mengundang tawa di TPS tadi siang. Seorang ibu sambil berjalan meninggalkan kotak suara berkata lugu “kok ra ono Jokowi sih, Pak?!”. Pernyataan polos itupun segera disambut tawa beberapa pemilih lainnya termasuk para petugas pemungutan suara. Ternyata memang masih ada masyarakat yang belum bisa membedakan antara pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden. Tapi mereka harus diacungi jempol karena sudah melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dengan telah memilih untuk Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H