Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Skenario Jokowi-Ahok Mendirikan Partai Baru

10 September 2014   22:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:04 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Atmosfer politik tanah air ternyata tak jua berubah sejuk jelang pergantian pemerintahan. Bahkan semenjak putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh gugatan Prabowo dan Koalisi Merah Putih beberapa waktu lalu, pertarungan politik justru memasuki babak baru dengan tensi yang tak kalah tinggi.

Menariknya tak hanya Jokowi dan Jusuf Kalla yang harus mengalami tekanan perlawanan politik dari “Gerindra and Friends”. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ternyata juga ikut terpapar manuver politik Koalisi Merah Putih.

Ahok yang terkenal blak-blakan dan berani melawan arus secara terang-terangan menolak gagasan Pilkada oleh DPRD yang didukung oleh partai tempatnya bernaung saat ini Gerindra. Tak tanggung-tanggung Ahok juga bertekad keluar dari partai tersebut jika pemilihan kepala daerah akhirnya benar-benar dilakukan oleh DPRD. Bahkan hari ini tekadnya untuk mundur dari Gerindra semakin bulat dengan menyelipkan ucapan “selamat tinggal”.

Dari menyatakan pendapat yang berbeda lalu mengancam keluar dari partai politik, Ahok kemudian mendapat tekanan dari elit Gerindra. Sejumlah politisi termasuk Fadli Zon bahkan menanggapi sikap Ahok dengan melontarkan pernyataan yang tak kalah keras. Waketum Gerindra tersebut menganggap Ahok tak beretika dan tak banyak berkontribusi kepada partai. Ia juga menilai Ahok sebagai seorang kutu loncat. Sementara itu politisi PKS Hidayat Nur Wahid menantang Ahok untuk mundur dari Wagub.

Perang antara Ahok dengan Gerindra terkait Pilkada menghasilkan arena baru selain ring pertarungan Jokowi-JK dengan parlemen yang mayoritas dikuasai oleh Koalisi Merah Putih.

Menariknya meski berbeda arena, pertarungan Ahok vs Gerindra plus Koalisi Merah Putih dan Jokowi vs Koalisi Merah Putih berpotensi menyatukan Jokowi dan Ahok kembali. Cepat atau lambat kondisi ini pasti membuat banyak pihak sibuk bertanya sekaligus berandai-andai jika Jokowi dan Ahok membentuk partai baru.

Skenario awalnya adalah Ahok benar-benar membuktikan ucapannya dengan keluar dari Gerindra sebagai bentuk pembelaannya terhadap hak demokrasi rakyat. Mungkinkah itu terjadi?. Siang ini Ahok memastikan skenario awal ini dengan mengirimkan telah mengirimkan surat pengunduran dirinya ke Gerindra.

Reaksi negatif dari sejumlah politisi Gerindra terhadap Ahok menunjukkan bahwa partai baru ini sebenarnya tak beda dengan partai-partai lama yang anti dengan perubahan. Gerindra juga buta potensi kadernya sendiri. Bukannya menyayangi kader sehebat Ahok, Gerindra justru memberikannya tekanan dan serangan.

Bukan kali ini saja Ahok bertarung sendiri tanpa dukungan nyata dari partainya. Dalam beberapa kali masalah yang melibatkan pemerintah DKI dengan DPRD, Ahok juga sering pasang bada seorang diri. Ia tak segan membela atasannya Jokowi dari serangan-serangan yang sebenarnya ia bisa saja cari aman. Tapi Ahok memang tidak bisa diam untuk menyuarakan apa yang dianggapnya benar. Kini kemungkinan Ahok untuk keluar dari Gerindra semakin besar. Setidaknya ia sudah punya alasan yang dengan jelas ia sampaikan.

Di tempat lain Jokowi juga memiliki kemungkinan hengkang dari PDIP. Meski kemungkinannya lebih kecil namun Jokowi sudah membuktikan bahwa dengan peluang kecil ia bisa menciptakan efek besar. Pilkada DKI adalah buktinya.

Skenarionya adalah Jokowi membuktikan diri sebagai Presiden yang independen dan sepenuhnya bertindak sebagai penentu kebijakan meski ia diusung oleh partai. Jokowi akan membuktikan komitmennya sebagai Presiden yang tak bisa diatur seperti boneka. Apalagi jika ia juga membuktikan janjinya untuk tak bagi-bagi kekuasaan dan menjauhkan diri politik balas budi. Lebih-lebih jika Jokowi berani mengambil keputusan sulit meski tidak didukung oleh partainya. Maka hal itu akan melahirkan para barisan sakit hati termasuk orang-orang dari dalam partainya sendiri yang selama ini menganggap diri berjasa memenangkan Jokowi sebagai Presiden.

Kemungkinan Jokowi hengkang dari PDIP memang tak sebesar kemungkinan keluarnya Ahok dari Gerindra yang secara de facto Ahok sudah menyatakan selamat tinggal. Tapi beberapa orang tampaknya sudah memiliki firasat kekhawatiran lepasnya Jokowi dari PDIP.

Jelang pilpres lalu Megawati pernah menyampaikan pesan kepada Jokowi sebagai “petugas partai”. Saat itu banyak orang termasuk politisi dan pengamat terjebak untuk berpandangan sempit dengan menganggap ucapan Megawati tersebut sebagai bentuk intervensi menjadikan Jokowi boneka partai. Padahal lewat ucapannya itu Megawati sebenarnya sedang mengirim sinyal harapan kepada Jokowi bahwa sehebat apapun nanti ia menjadi Presiden, Jokowi diharapkan tak meninggalkan statusnya sebagai petugas partai alias kader PDIP. Dengan bahasa lain Megawati sedang berkata : “Hai, Jokowi, kamu tetap jadi kader PDIP ya, jangan buat partai baru”.

Dengan demikian sebenarnya kemungkinan hengkangnya Jokowi dari PDIP selalu ada. Apalagi jika dalam perjalanannya sebagai Presiden, Jokowi merasa keputusan partai bertolak belakang dengan keyakinannya untuk mengambil kebijakan yang benar.

Pada satu titik nanti Jokowi akan kembali bersatu dengan Ahok. Mereka berdua tak perlu loncat ke partai lain. Sebaliknya dengan membuat partai baru bersama-sama, Jokowi-Ahok berpotensi menghadirkan sejarah baru yang lebih besar bagi Indonesia.

Jika hal ini terjadi maka skenario berlanjut kepada beberapa kemungkinan yaitu:

Pertama, Jokowi dan Ahok akan mengendalikan langsung partai barunya nanti. Ahok sebagai cerminan politisi muda yang berani menentang suara mayoritas untuk menegakkan kebenaran cocok sebagai panglima alias Ketua Partai. Sementara Jokowi yang tenang dan memiliki pemikiran-pemikiran baru akan penjadi pendamping dan penasihat yang baik bagi Ahok. Jokowi akan menjadi semacam Ketua Dewan Penasihat atau Pertimbangan Partai.

Jikapun tidak demikian posisi Jokowi-Ahok akan tetap mengisi dua poros utama partai. Kombinasinya bisa Ketua-Wakil Ketua Umum atau Ketua-Ketua Kehormatan. Namun Kombinasi Ketua-Dewan Penasihat lebih cocok untuk mereka berdua.

Kedua, partai baru bentukan Jokowi-Ahok dipastikan akan menimbulkan tsunami di semua partai yang sudah saat ini tak terkecuali PDIP yang dikenal diisi oleh kader-kader setia. Hampir diyakini setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden, di dalam tubuh PDIP muncul faksi baru yakni faksi Jokowi. Gerbong inilah yang akan pertama kali mengikuti Jokowi di partai barunya nanti. Hal yang sama akan terjadi di banyak partai yang dalam pilpres lalu sejumlah kadernya terang-terangan membelot mendukung Jokowi-JK.

Pada sisi Ahok, figurnya sebagai idola anak muda akan mampu menggerakkan tokoh-tokoh muda Gerindra dan partai lainnya yang selama ini merasa iklim partai politik Indonesia tak kondusif untuk menumbuhkan gagasan-gagasan baru.

Dengan kata lain kombinasi Jokowi-Ahok bisa memindahkan people power ke dalam partai politik bentukan mereka nanti. Partai politik Jokowi-Ahok juga bisa mengikis apatisme kalangan muda yang selama ini alergi terhadapn politik.

Ketiga, bersatunya Jokowi-Ahok dalam satu partai akan mewujudkan mimpi pasangan pemimpin idaman masyarakat Indonesia saat ini. Jika scenario di atas berjalan lancar, Jokowi-Ahok adalah (calon) Presiden dan Wakil Presiden 2019. Dengan catatan Jokowi masih ingin mencalonkan diri sebagai Presiden periode kedua. Namun jikapun tidak hal itu tidak menjadi masalah karena Ahok yang akan mengambil slot calon Presiden 2019 dengan Jokowi sebagai katalis yang mumpuni.

Mungkinkah semua skenario tersebut benar-benar terjadi?.

Mari kita cermati pernyataan bersayap Jokowi yang mengatakan dirinya akan senang jika Ahok keluar dari Gerindra karena itu berarti ia mendapat satu “teman baru”. Apakah itu berarti Jokowi akan berteman dengan Ahok di PDIP. Sepertinya bukan, boleh jadi itu adalah isyarat angan-angan Jokowi untuk berteman dengan Ahok di partai baru.

Jikapun tidak demikia maka skenario alternatifnya adalah hanya Ahok yang akan membentuk partai baru. Sementara Jokowi dengan PDIP bersiap menyambutnya sebagai “teman di 2019”. Apapun skenarionya, bersatunya Jokowi-Ahok jilid II berpotensi melahirkan banyak sejarah dan harapan besar bagi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun