Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Selamat Mendengarkan TV"

9 Januari 2014   11:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah 1 jam saya duduk di sudut kamar membaca sebuah buku yang sejak Desember lalu belum tuntas saya serap ilmunya. Begitu nyamannya sehingga tak sadar bahwa sepanjang itu pula saya telah mengerjakan 2 hal sekaligus yakni membaca sambil mendengarkan suara-suara yang keluar dari TV di dalam kamar.

Hari-hari berikutnya dan bahkan sebelumnya saya hampir selalu on line atau mengerjakan sesuatu di depan laptop sambil menghidupkan TV di meja lainnya. Apakah saya memperhatikan tayangan TV itu?. Nyatanya mata saya hanya tertuju ke layar laptop.

Menjelang tidur kebiasaan multitasking saya ulangi. Menghidupkan TV lalu beranjak ke tempat tidur sambil membawa sebuah buku. Jangan tanya siaran TV apa yang saya pilih karena di atas kasur saya membaca buku. Tapi selama TV hidup saya mendengarkannya.

Apakah kebiasaan saya membaca dan bekerja di depan laptop sambil mendengarkan TV itu hal yang aneh?. Memang cenderung boros listrik. Tapi tak hanya saya yang punya kebiasaan multitasking seperti itu. Teman-teman saya pun tak jauh beda. Ketika berkunjung ke kamar kos sebelah seorang teman sedang sibuk mengerjakan power point di laptopnya, sementara suara nyanyian dari acara musik di TV menemaninya. Bukannya mematikan TV ia justru sengaja menghidupkan TV untuk menemaninya mengerjakan tugasnya di depan laptop.

Bukan karena acaranya yang mulai membosankan, TV memang sudah mulai dihidupkan hanya untuk didengar sebagai musik latar pengiring aktivitas.

Saya yakin ada banyak sekali generasi era kini yang memiliki kebiasaan seperti saya dan teman-teman saya. Membaca buku, mengerjakan tugas, membuat file presentasi, on line dan googling sambil “mendengarkan TV”.

TV memang belum benar-benar ditinggalkan. Namun secara nyata telah terjadi perubahan besar tentang cara orang memperlakukan TV. Ia tak lagi menjadi media yang dilihat ketika layarnya dihidupkan. Generasi era kini membuat TV mulai menjadi seperti radio. TV dihidupkan bukan untuk ditonton tapi sebagai pengisi suara latar sembari orang mengerjakan sesuatu lainnya.

Apa yang mendorong alih kebiasaan ini?. Beralihnya pemirsa TV atau bergantinya mereka menjadi hanya sebatas pendengar TV mungkin disebabkan karena TV telah mendapatkan banyak pesaing. Bukan hanya bersaing dengan sesama TV atau media elektronik lainnya dan media konvensional seperti koran, majalah dan tabloid, tapi juga dengan internet.

Internet dengan loncatan trend digital yang menyertainya menjadi sebab utama banyak orang akhirnya memperlakukan TV hanya sebagai sesuatu yang didengar, jika tidak boleh dibilang ditinggalkan. Riset Nielsen menunjukkan tren alih kebiasaan konsumsi media masyarakat Asia Tenggara mendorong multitasking yakni berselancar internet sambil menonton TV. Tapi TV sebenarnya tak benar-benar ditonton melainkan hanya didengarkan.

Di saat yang hampir bersamaan survey Nielsen di sejumlah kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa orang semakin jarang benar-benar menonton TV. Banyak faktor dan salah satunya internet membuat orang Indoneia hanya menonton TV selama 3 jam sampai 3 jam 47 menit per hari. Saya pun seperti berkaca dengan hasil itu, betapa jarangnya mata saya menonton TV meski TV itu saya hidupkan.

Survei sejenis bahkan menunjukkan kecenderungan generasi era kini yang melek internet dengan kisaran umur 15-19 tahun menonton TV kurang dari 3 jam per hari. Tren penurunan penonton TV dan alih kebiasaan memperlakukan TV mulai terjadi sejak 2009.

Internet telah membuat orang tak merasa harus mengikuti berita petang dan berita pagi yang sebelumnya dianggap update. Untuk apa menunggu siaran berita jika mereka bisa lebih dulu tahu apa terjadi di belahan dunia lewat smartphone di genggaman mereka?. Tak masalah melewatkan acara TV favorit karena mereka bisa melihatnya nanti di youtube sebelum tidur. Tapimereka tetap merasa perlu tahu jika acara-acara itu sedang berlangsung dan itu dilakukan cukup dengan “mendengarkan TV” sementara mereka on line atau membaca buku kesukaan.

Jika di Indonesia yang penetrasi internetnya dianggap belum cukup tinggi, bagaimana di negara lain?. Don Tapscot dalam bukunya Grown Up Digital yang memuat ribuan hasil riset di sejumlah negara Asia, Eropa dan Amerika ternyata lebih tegas lagi dalam mendeskripsikan trend digital akibat internet. Dalam bukunya ia menulis sebuah sub topik dengan judul: “TV-Musik Latar Belakang yang Baru”.Sebuah judul yang begitu dahsyat menunjukkan bahwa bagi generasi era kini TV dihidupkan hanya sebagai pengiring aktivitas utama mereka.

Grown Up Digital memperlihatkan bahwa generasi yang melek internet hanya benar-benar menonton TV selama 17,4 jam per minggu.Kebiasaan multitasking pun menempatkan TV hanya sebagai pelengkap yang diambil suaranya.Orang tetap tertarik dengan tayangan TV tapi mereka tak merasa harus menontonnya karena bisa melihatnya di youtube nanti.

1389241671346218969
1389241671346218969
Hidupkan TV lalu nyalakan laptop atau ambil buku bacaanmu, bersantailah dan selamat mendengarkan TV.

TV masih menjadi pengisi ruang keluarga dan kamar tapi ia hanya diperlakukan sebagai penghasil musik latar belakang sembari orang menjelajah internet, membaca buku, chatting atau mengobrol di ruang keluarga.TV memang masih terus dihidupkan tapi hanya untuk didengarkan. Kini saat kita membaca buku, mengerjakan tugas dan on line di dunia maya, jangan lupa untuk mengucapkan “Selamat Mendengarkan TV”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun