Hutan adalah sumber daya alam yang memiliki sejuta manfaat bagi kehidupan manusia. Bukan hanya penyedia keanekaragaman hayati yang tinggi, hutan juga berperan sebagai penopang dan penyeimbang kehidupan makhluk hidup. Hutan adalah sumber air bersih, pangan sekaligus rumah bagi segenap kekayaan alam lainnya seperti tumbuhan dan hewan.
Demikian juga dengan hutan Indonesia yang menjadi sumber penghidupan dan kehidupan bangsa. Sebagai salah satu negara dengan luas hutan terbesar di dunia, Indonesia mewarisi sumber daya alam yang sangat kaya. Tidak hanya sebagai sumber kayu bernilai ekonomi tinggi, hutan Indonesia juga menjadi bagian penting dari paru-paru dunia. Hutan tropis Indonesia juga menyimpan kekayaan yang ternilai dari keanekaragaman hayati di dalamnya.
Hutan Indonesia, kekayaan negeri yang wajib dilestarikan.
Namun sayang Indonesia juga menjadi sorotan dunia untuk banyak hal menyedihkan tentang kerusakan hutan. Kita sangat malu saat dinobatkan sebagai negara dengan laju kerusakan hutan terbesar di dunia. Kerusakan Hutan Indonesia telah menjadi sorotan dunia yang berkali-kali disinggung di sejumlah forum internasional dan menjadi obyek dari banyak studi kasus lingkungan hidup.
Besaran hilangnya hutan Indonesia selama periode 2000-2009 (Mongabay.com)
Hutan Indonesia adalah contoh nyata dari pemanfaatan sumber daya alam yang tak lagi sekadar eksplorasi melainkan eksploitasi tanpa pengendalian yang memadai. Dari total sekitar 162 juta hektar di tahun 1950, luas hutan tropis Indonesia kini nyaris tinggal menyisakan separuhnya. Rusaknya hutan di Indonesia pun bergerak dengan laju yang mengerikan. Pada tahun 1980-an kehilangan hutan di Indonesia bergerak dengan laju rata-rata 1 juta hektar per tahun. Di 1990-an lajunya meningkat rata-rata 1,7 juta hektar per tahun. Selanjutnya sejak tahun 1996, hutan Indonesia terus berkurang dengan laju yang sempat mencetak rekor 2 juta hektar per tahun.
Pemerintah Indonesia kini menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar negeri agar mengambil tindakan nyata dan terobosan besar untuk mengatasi kerusakan hutannya yang sudah parah. Namun meski fakta-fakta menyedihkan tentang kerusakan hutanserta sederet dampak lingkungan dan penderitaan masyarakat yang ditimbulkan darinya sudah terpampang nyata, Indonesia masih lamban dalam memperbaiki kondisi hutannya yang rusak parah. Komitmen pemerintah sebagai ujung tombak pengelolaan hutan pun kerap dipertanyakan.
Oleh karena itu kepemimpinan nasional ke depan sudah semestinya “Sadar Hutan”. Pemerintah dan Presiden Indonesia yang baru harus mempunyai visi dalam memperbaiki tata kelola kehutanan sekaligus memimpin langsung pelaksanaan strategi yang efektif untuk memulihkan dan melestarikan hutan Indonesia.
Andai saya menjadi presiden, berikut ini adalah 5 langkah pertama yang perlu segera dilakukan untuk merawat dan melestarikan hutan Indonesia.
1.Menteri Kehutanan Harus “Melek Hutan”
Indeks Participating Governance Assesment (PGA) tata kelola hutan Indonesia hanya mendapat nilai 2,33 dari nilai terbaik 5. Secara lokal beberapa provinsi di Indonesia bahkan memiliki indeks PGA yang lebih rendah seperti Sumatera Selatan 2,19 dan Riau 2,28. Dari satu indikator ini saja terlihat bahwa Pemeritah Indonesia belum berhasil secara efektif dalam merawat hutan.
Oleh karena itu pemerintahan baru ke depan haruslah “Sadar Hutan”. Salah satunya dengan menunjuk Menteri Kehutanan yang “Melek Hutan”. Penting untuk menempatkan seseorang yang memiliki kompetensi dan pengetahuan baik di bidang kehutanan sebagai Menteri Kehutanan. Akademisi, peneliti atau pakar dalam bidang kehutanan dan lingkungan hidup diperlukan untuk memimpin Kementerian Kehutanan.
Indonesia tak boleh lagi memiliki Menteri Kehutanan yang tidak konsisten dengan semangat pelestarian hutan, seperti misalnya menerbitkan SK.936/Menhut-II/2013 yang memberi ruang untuk pemutihan kawasan hutan di saat Presiden justru baru menggalakkan gerakan penanaman pohon. Pemutihan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan di Kalimantan Barat adalah contoh nyata kebijakan Menteri Kehutanan yang kontraproduktif dengan gerakan nasional penghijauan. Pemutihan kawasan hutan juga menunjukkan bahwa lemahnya kompetensi dan perhatian tentang hutan menjadikan kebijakan departemen mudah disusupi kepentingan industri yang tidak berwawasan lingkungan.
Tanpa mengesampingkan peran dan fungsi menteri lain bidang lingkungan, Menteri Kehutanan yang memiliki kompetensi, integritas dan perhatian besar terhadap hutan adalah sebuah keharusan untuk mulai memperbaiki tata kelola hutan Indonesia. Sebagai pejabat pembuat sekaligus pelaksana peraturan bidang kehutanan, Menteri Kehutanan berperan sangat penting dalam memperbaiki birokrasi dan pekerjaan departemen yang vital bagi Indonesia ini. Menteri Kehutanan yang “melek hutan” harus memiliki paradigma baru yang tidak menempatkan hutan sebagai penyedia bahan bakar pembangunan namun sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan sebuah bangsa. Menteri Kehutanan yang berintegritas serta memiliki kepedulian tinggi terhadap kelestarian hutan adalah bagian penting untuk menciptakan pemerintahan Indonesia yang bersih dari aktor perusak hutan dan lingkungan.
2.Menggiatkan Penelitian Bidang Kehutanan dan Biodiversitas
Usaha pelestarian hutan Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah yakni Presiden dan Kementerian Kehutanan saja. Salah satu yang harus didorong untuk berperan lebih banyak dalam mengembangkan terobosan dan inovasi pelestarikan hutan adalah perguruan tinggi.
Penelitian biodiversitas adalah syarat utama untuk menopang keberhasilan usaha konservasi. Mustahil merawat dan melestarikan sumber daya alam termasuk hutan tanpa mengenal apa saja yang akan dilestarikan. Sayangnya sebagai negara megabiodiversitas dengan luas hutan yang sangat besar Indonesia belum banyak melakukan penelitian di bidang kehutanan dan biodiversitas meski sejumlah lembaga penelitian dimiliki oleh negeri ini.
Oleh karena itu Indonesia perlu mendorong perguruan tinggi di daerah yang memiliki banyak hutan seperti di Kalimantan sebagai pusat riset bidang kehutanan dan biodiversitas. Dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang lebih mapan di pulau Jawa serta menggandeng LSM atau pegiat pelestari hutan seperti Hutan Indonesia dan sebagainya, perguruan-perguruan tinggi di provinsi kaya hutan harus banyak melakukan penelitian bidang kehutanan.
Ada banyak keuntungan sekaligus dengan menggiatkan penelitian di bidang kehutanan dan biodiversitas. Penelitian tersebut bisa menjadi sarana pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang handal di bidang kehutanan dan biodiversitas. Hasil penelitian tersebut juga sangat berguna sebagai basis data keanekaragaman hayati Indonesia yang selama ini justru banyak terdapat di luar negeri. Penelitian bidang kehutanan dan biodiversitas akan mengungkap potensi yang dimiliki oleh hutan Indonesia termasuk sumber daya yang bisa dimaksimalkan sebagai komoditas ekonomi tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem. Karakteristik hutan, identifikasi berbagai jenis tumbuhan kayu dan non kayu, flora eksotik dan fauna khas sangat dibutuhkan sebagai pijakan untuk menyusun strategi yang efektif dalam melestarikan hutan Indonesia.
Tidak berlebihan menganggap masa depan hutan Indonesia ada di tangan perguruan tinggi dan para mahasiswanya. Perguruan tinggi Indonesia sudah memiliki modal sumber daya manusia yang kompeten, termasuk mahasiswa yang kreatif untuk menyelenggarakan penelitian bidang kehutanan dan biodiversitas.
Sudah saatnya perguruan tinggi di Indonesia mengambil peran lebih banyak dalam mengembangkan potensi dan melestarikan hutan Indonesia. Pemerintah pun sudah seharusnya memberikan dukungan nyata dengan menyediakan hibah penelitian dan fasilitas program penelitian yang memadai. Pada akhirnya dengan mengetahui apa yang dimiliki hutan Indonesia serta nilainya yang terhingga, kita akan berfikir sejuta kali untuk merusak hutan.
3.Hentikan Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit
Selama ini Indonesia berbangga diri sebagai negara produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit pun berlangsung secara masif dengan alasan besarnya sumbangan terhadap pendapatan negara sekaligus mensejahterakan masyarakat karena membuka lapangan pekerjaan. Tapi benarkah demikian?.
Perkebunan kelapa sawit memang menjadi sub sektor perkebunan andalan Indonesia dengan menyumbangkan devisa lebih dari 7 miliar USD. Perkebunan kelapa sawit juga menyerap tenaga kerja. Namun sesungguhnya kita telah lebih banyak menderita kerugian yang sebagian bahkan tak tergantikan akibat jutaan hektar hutan dihancurkan untuk dijadikan lahan perkebunan sawit. Hutan Indonesia semakin sakit karena sawit.
Sebaran titik ketergangguan hutan dan ancaman kerusakan hutan di Indonesia per September 2013 (www.mongabay.co.id)
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah bentuk eksploitasi sumber daya alam yang tidak disertai usaha perlindungan alam dan konservasi yang memadai. Laporan Greenpeace yang dikutip Mongabay.co.id menunjukkan bahwa produksi kelapa sawit adalah salah satu penyebab tunggal terbesar penggundulan hutan di Indonesia. Sekitar seperempat jumlah kehilangan total area hutan di Indonesia sepanjang tahun 2009 hingga 2011 dipicu oleh kepentingan perkebunan kelapa sawit.
Besaran pendapatan negara dari sawit pun tak sebanding dengan nilai biodiversitas yang hilang, juga tak seberapa dengan besarnya bencana alam yang kini menjadi sangat sering terjadi di sejumlah daerah yang dahulu hijau. Perkebunan kelapa sawit telah menjadi aktor utama dari banyak kerusakan alam, kebakaran hutan serta bencana ekologis lainnya.
Meninjau ulang konsesi hutan dengan mempertimbangkan besarnya kerusakan lingkungan termasuk hilangnya hutan Indonesia adalah sesuatu yang mendesak untuk segera dilakukan.Sudah saatnya ekspansi perkebunan kelapa sawit dihentikan dengan atau tanpa moratorium hutan.
Aktivitas perkebunan kelapa sawit tidak hanya melenyapkan hutan dan biodiversitas Indonesia, meningkatkan gas rumah kaca, tapi juga menghadirkan penderitaan baru bagi masyarakat lokal dan kearifan budaya yang selama ini ikut dipelihara. Ekspansi perkebunan kelapa sawit juga telah menimbulkan banyak konflik sosial serta pelanggaran HAM yangmenyakitkan.
Hutan yang lestari adalah kekayaan alam terbesar yang jika dikelola dengan baik bisa menjadi surga kehidupan bagi segenap masyarakat Indonesia. Banyak kekayaan hutan lainnya yang bisa dikembangkan tanpa harus mengorbankan lingkungan hidup. Dengan tata kelola yang baik dan bertanggung jawab disertai penelitian yang intensif tentang potensi hutan, Indonesia bisa sejahtera tanpa sawit.
4.Mengembalikan Hutan Kepada Nilai-nilai Kearifan Lokal
Selain dekat dengan budaya maritim, masyarakat Indonesia juga hidup berdampingan dengan hutan. Masyarakat lokal di banyak provinsi yang kaya hutan tidak hanya menggantungkan hidupnya dari hutan namun telah turut serta merawat hutan dengan caranya sendiri.
Sayangnya pemerintah baik di pusat dan daerah sering menepikan kearifan lokal masyarakat sekitar hutan. Masyarakat lokal sering diposisikan sebagai seteru karena dianggap menghalangi kepentingan korporasi di balik pembukaan hutan. Sementara itu kearifan lokal juga dianggap terlalu primitif dan tidak produktif. Padahal kearifan lokal terbukti berhasil dan lebih baik dalam memelihara hutan meski di saat yang bersamaan masyarakat lokal menjadikannya ladang kehidupan.
Kearifan lokal yang menempatkan hutan sangat mulia bahkan sakral bisa dikembangkan untuk melawan pembalakan liar. Kearifan lokal juga bisa dimaksimalkan untuk menjaga taman nasional atau taman hutan raya.Kita perlu kembali belajar kepada masyarakat rimba yang meski sering berpindah-pindah membuka lahan namun tak pernah meninggalkan lahan lamanya begitu saja dengan kerusakan. Penataan Taman Nasional Kerinci Seblat dan hutan adat di sekitarnya bisa menjadi contoh bahwa pendekatan partisipatif dengan melibatkan masyarakat lokal adalah cara terbaik untuk menjaga hutan. Tatanan adat dan kearifan lokal yang sangat kuat di Kerinci menjadi pagar pelindung bagi hutan mereka. Hal yang sama dilakukan di Kayan Mentarang di mana partisipasi masyarakat lokal bisa menjaga Taman Nasional Kayan.
Ada banyak nilai kearifan lokal dan tatanan adat masyarakat di banyak daerah di Indonesia yang harus disertakan dalam pengelolaan hutan. Bukan untuk dijadikan “seteru”, masyarakat lokal semestinya dijadikan “sekutu”. Kearifan lokal dan tatanan adat tradisional harus dikuatkan untuk mewujudkan keadilan sekaligus menjaga kelestarian hutan.
Harus diakui bahwa kebijakan pengelolaan hutan dengan menjadikan masyarakat dan kearifan lokal sebagai “seteru” adalah sebuah kesalahan besar. Sudah saatnya kembali menjadikan masyarakat dan kearifan lokal sebagai “sekutu” untuk memelihara hutan Indonesia.
5.Mempertegas Pemberantasan Korupsi
Pelaku kejahatan sektor kehutanan sudah semestinya dihukum sangat berat dan dituntut ganti rugi tinggi karena merusak ekosistem sama halnya menciptakan bencana. Namun ternyata di Indonesia hukum masih sangat lemah terhadap pelaku kejahatan sektor kehutanan. Ironisnya kerusakan hutan Indonesia juga tak bisa dilepaskan dari sistem politik dan ekonomi yang penuh korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Berbagai kajian menunjukkan bahwa korupsi sektor kehutanan adalah bagian dari kejahatan sumber daya alam yang maha dahsyat di negeri ini.Korupsi sektorkehutanan sudah berlangsung sistemik mulai dari tingkat kementerian atau departemen, dinas kehutanan di kabupaten/daerah, pejabat pemerintahan daerah hingga petugas di lapangan. Praktik korupsi sektor kehutanan pun merajalela dengan beragam modus seperti penerbitan izin yang tidak prosedural, pungutan liar bahkan mulai dari penyusunan peraturan hingga pelaksanaannya yang meninggalkan banyak celah.
Data Kementerian Kehutanan 2011 seperti dipaparkan dalam kompas.compada 17 Juni 2013 menunjukkan perkiraan kerugian negara akibat pembukaan hutan untuk kebun dan tambang di 7 provinsi sangatlah besar yakni Rp. 273. 924 triliun. Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan kerugian negara dari sektor non pajak kawasan hutan mencapai Rp. 169, 791 triliun selama 2004-2007. Sementara itu Human Rights Watch (HRW) dalam laporannya tahun 2013 menyebutkan korupsi dan kesalahan tata kelola kehutanan Indonesia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp. 70 triliun sepanjang 2007-2011. Besarnya angka di atas tentu belum termasuk nilai kehilangan sumber daya hayati yang ikut musnah bersama rusaknya hutan.
Potensi kerugian negara akibat korupsi sektor kehutanan pada aktivitas pembukaan hutan untuk perkebunan dan tambang diolah dari data Kemenhut tahun 2011.
Korupsi sektor kehutanan yang menjadi mata rantai buruknya tata kelola hutan Indonesia adalah masalah yang mendesak untuk diberantas. Berbagai modus korupsi kehutanan membuat praktik illegal logging tampak menjadi legal logging. Mongabay Indonesia menyebutkan bahwa perambahan hutan dan pembalakan liar di tahun 2013 saja diperkirakan merugikan negara sebesar Rp. 1,17 triliun.
Korupsi sektor kehutanan sudah sangat nyata merugikan negara dan berlangsung secara sistemik. Oleh karena itu terobosan besar dan penanganan istimewa perlu diterapkan untuk memberantasnya. Melawan korupsi kehutanan harus menjadi prioritas nasional dengan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadikannya salah satu sasaran utama.
Selama ini meski KPK sudah menangani beberapa kasus korupsi sektor kehutanan namun upaya tersebut belum optimal karena belum menyentuh seluruh pihak yang menjadi bagian dari mafia hutan termasuk korporasi. KPK juga perlu didorong untuk konsisten menerapkan UU Tipikor untuk memaksimalkan hukuman agar tercipta efek jera bagi pelaku korupsi kehutanan.
KPK pada tahun 2010 pernah melakukan dua kajian di bidang kehutanan pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan. Dari kajian di 4 provinsi di Kalimantan KPK menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp. 15, 9 triliun dari potensi penerimaan negara non pajak. Oleh karena itu dengan menjadikan korupsi sektor kehutanan sebagai prioritas atau sasaran utama, KPK dapat melakukan 2 pekerjaan besar bagi bangsa ini sekaligus yaitu memberantas korupsi dan menyelamatkan hutan Indonesia. Jadi sembari pemerintah memperbaiki regulasi dan birokrasi sektor kehutanan, KPK juga perlumenjadi pemeran utama dalam memperbaiki tata kelola hutan Indonesia.
Namun demikian dukungan nyata dari Presiden tetap sangat diperlukan karena korupsi sektor kehutanan melibatkan mafia yang sangat kuat. Bagaimanapun tajamnya KPK sebagai pedang dalam perang melawan korupsi membutuhkan panglima yang benar-benar memiliki komitmen nyata, bukan hanya berwacana. Presiden Indonesia juga harus “melek hutan” dan menjadikan kelestarian hutan sebagai bagian dari visi kepemimpinannya.
Itulah 5hal pokok yang menjadi strategi untuk mewariskan hutan Indonesia sebagai modal masa depan bangsa yang lebih baik.
Bagi bumi, hutan adalah paru-paru pemberi nafas kehidupan. Oleh karena itu rusaknya hutan adalah ancaman nyata bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Bagi Indonesia hutan sudah semestinya menjadi surga kehidupan masyarakatnya. Dimulai dengan menata dan merawat kembali hutan yang sudah rusak dan menjaga yang masih lestari, Indonesia bisa merenda masa depan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Asap yang memerangkap Riau dan sejumlah daerah di Sumatera selama lebih dari 3 pekan ini adalah bukti nyata sakitnya Hutan Indonesia. Demikian halnya dengan sederet bencana alam seperti tanah longsor dan banjir bandang yang tiba-tiba menerjang daerah-daerah yang tak terduga. Tanpa upaya nyata dan strategi yang terfokus disertai komitmen penuh dari pemerintah dan pemimpin negara, kondisi hutan Indonesia akan terus memburuk bahkan mungkin akan semakin menyedihkan.
Indonesia adalah bangsa yang hidup bersama hutan. Oleh karena itu membiarkan kerusakan hutan terus berlanjut sama artinya dengan mengurangi umur negeri.Tak diragukan lagi, melestarikan hutan dan keindahannya adalah cara terbaikuntuk mewariskan masa depan yang indah bagi generasi bangsa berikutnya. Hutan Indonesia adalah masa depan bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H