Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mengunjungi Pasar Gede Solo, Pasar Tradisional Terbaik di Jawa Tengah

14 September 2013   15:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:54 10064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia sebuah pasar tradisional tidak hanya bermakna sebagai tempat interaksi sosial antara pembeli dan penjual namun juga kerap mengabadikan jejak sejarah perkembangan suatu daerah atau kota di mana pasar tersebut berada. Selain itu beberapa pasar tradisional juga menggambarkan keagungan berfikir manusia tempo dulu yang diwujudkan melalui arsitekturnya yang khas.

Pasar Gede Solo, Jawa Tengah.

Ada banyak pasar tradisional yang menyimpan memori kolektif sejarah masa lalu tentang daerah-daerah di Indonesia meski jumlahnya mungkin semakin berkurang atau tergusur oleh kemajuan zaman. Sementara sebagian lainnya direnovasi hingga menghilangkan arsitektur aslinya. Akhirnya tak banyak lagi pasar tradisional yang bertahan dengan catatan-catatan sejarahnya yang berharga. Dan tak banyak juga pasar tradisional yang asyik sebagai tempat berwisata.

Di Indonesia Pasar Beringharjo Yogyakarta mungkin menjadi yang paling dikenal sebagai pasar tradisional yang mampu melanjutkan sejarahnya sekaligus menjadi ikon wisata. Tapi tak hanya Pasar Beringharjo saja karena tak jauh dari Yogyakarta ada juga sebuah pasar tradisional yang masih kokoh berdiri dengan kebesaran dan sejarahnya yang terus dirawat hingga kini.

Pasar Gede Hardjonegoro atau yang biasa dikenal dengan Pasar Gede Solo adalah salah satu fragmen sejarah kota Solo. Berada di Jalan Jendral Sudirman menuju Jalan Urip Sumohardjo kota Solo, Pasar Gede berdiri menjadi ruang interaksi sosial sekaligus “monumen sejarah” Surakarta.

Dirancang oleh arsitek Belanda bernama Thomas Karsten, Pasar Gede mulai dibangun pada tahun 1927 dan selesai pada 1930. Pasar ini pun menjadi pasar tertua di Solo. Nama Hardjonegoro diambil dari nama seorang keturunan Tionghoa yang mendapat gelar KRT Hardjonegoro dari Keraton Surakarta. Oleh sebab itu Pasar Gede Solo juga menjadi sebagai simbol harmoni kehidupan sosial budaya yang telah berkembang di Solo pada waktu itu. Bahkan sepuluh meter di samping Pasar Gede terdapat sebuah klenteng yang masih berdiri hingga saat ini. Pasar Gede Solo memang berada di kawasan pecinan. Sementara itu nama “Gede” diberikan karena arsitektur pasar menyerupai benteng dengan pintu masuk utama berbentuk singgasana berukuran besar dan atap yang lebar. Ciri khas ini ini masih nyata dan dapat disaksikan hingga kini.

13791484841955204279
13791484841955204279

Gerbang utama Pasar Gede Solo dengan ukurannya yang besar dan arsitekturnya yang unik.

13791488511527597668
13791488511527597668

Tukang becak berjejer rapi di depan gerbang masuk Pasar Gede.

Sejak berdiri Pasar Gede menjadi pusat perdagangan antara masyarakat pribumi, China dan Belanda. Meski sempat mengalami beberapa kali pemugaran dan perbaikan, termasuk setelah sempat terbakar pada tahun 2000, Pasar Gede akhirnya menjelma sebagai pasar  tradisional termegah di Solo. Arsitektur aslinya pun tetap dipertahankan.

Berbeda dengan Pasar Beringharjo Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai sentra batik, Pasar Gede adalah pasar kebutuhan pokok. Sayuran segar, aneka bumbu, daging hingga buah-buahan mengisi ruang tengah pasar berlantai dua ini. Sementara itu pedagang makanan khas Solo berada di sekeliling lapak sembako. Ada puluhan penjual yang menjajakan nasi liwet, pecel, anek oseng-oseng, ayam goreng, dawet, kerupuk rambak, karak, intip hingga berbagai jenis jajanan pasar. Oleh sebab itu Pasar seluas kurang lebih 4.000 m2 ini tak hanya menjadi tempat berbelanja kebutuhan warga Solo namun juga menjadi destinasi wisata kuliner para pelancong. Dari tempat ini pula kita bisa menaiki becak berkeliling kota Solo karena puluhan tukang becak selalu berbaris di depan Pasar Gede menunggu penumpang.

13791485751114730220
13791485751114730220

13791486182085428620
13791486182085428620

1379148653855211899
1379148653855211899

Ruangan Pasar Gede yang lega dengan para pedagang yang berjualan di lapak-lapak yang tertata rapi. Tahun 2011 Pasar Gede ditetapkan sebagai Pasar Tradisional Terbaik di Jawa Tengah.

Meski dipenuhi banyak pedagang, tidak ada kesan sumpek di Pasar Gede Solo. Para pedagang berjualan di lapak yang tertata rapi. Lantai pasar meski tidak selalu bersih namun cukup kering sehingga nyaman untuk ditapaki. Yang tak kalah menarik adalah atapnya yang sangat tinggi sehingga ruangan di dalam pasar terasa sangat lega untuk dijelajahi. Pasar Gede juga dilengkapi dengan jembatan penghubung menuju pasar ikan yang terletak di depannya. Akses menuju pasar ini juga cukup mudah meski lalu lintas di sekitar pasar cukup padat. Dari Stasiun Purwosari, bus Batik Solo Trans siap mengantarkan kita tiba di depan Pasar Gede.

137914894627314181
137914894627314181

Sebuah jembatan melintan di atas jalan raya menghubungkan Pasar Gede dengan Pasar ikan.

13791487501132095198
13791487501132095198

Lalu lintas di sekitar Pasar Gede.

13791487931989779725
13791487931989779725

Batik Solo Trans, moda transportasi massal dalam kota Solo melintas di depan Pasar Gede.

Revitalisasi Pasar Gede Solo yang tetap dirawat sebagai fragmen sejarah dan ruang interaksi sosial dengan penataan interior dan lapak pedagang yang rapi patut menjadi contoh untuk pasar-pasar tradisional lainnya di Indonesia. Bukan sesuatu yang berlebihan karena di tahun 2011 Pasar Gede  dinobatkan sebagai Pasar Tradisional Terbaik se-Jawa Tengah.

13791483341838264202
13791483341838264202

Pasar Gede Solo, fragmen sejarah dan budaya sekaligus ikon kota Solo.

Berada di pusat kota Solo, Pasar Gede menjadi ikon lain kota Solo. Dengan segenap “memori” yang dimilikinya, Pasar Gede telah menjadi aset budaya dan sejarah yang sangat bermakna bagi Solo dan masyarakatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun