Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Malioboro yang Dibenci Tapi Sangat Dirindukan

8 Januari 2014   08:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang itu matahari bersinar terik. Langkah-langkah kaki beradu dengan banyak pasang kaki lainnya menyusuri jalanan ini. Rasanya di tempat ini berjalan kaki menjadi sangat berkeringat dan gerah meski untuk melangkah beberapa puluh meter saja. Apa boleh buatmelangkah di sini seperti menerobos gang sempit meski tatapan mata melihat begitu lapang pemandangan di depan, tapi nyatanya tak banyak ruang untuk melangkah. Tak cukup dengan memiringkan badan untuk mendapatkan ruang yang luang ditapaki, berjalan di tempat ini harus bersabar. Jika tidak hanya kekesalan yang akan dirasa atau bahkan terlontar langsung dari mulut.

“Tempat ini menyebalkan sekali untuk sekedar berjalan kaki sekalipun”. Itulah umpatan yang kerap saya pendam dalam hati ketika melangkah di tempat ini. Tapi entah mengapa beberapa hari setelahnya saya kembali ke tempat ini. Kembali menyusuri jalanannya, kembali berdesak-desakkan, kembali mengumpat dalam hati lalu pulang dan tak lama kemudian justru merindukan kembali ke tempat ini lagi.

Ada kesal tapi tak pernah bosan untuk melemparkan pandangan di tempat ini. Ada umpatan tapi ternyata selalu ada rindu untuk sekedar berjalan di tempat ini. Larut dalam pesonanya, di sini setiap orang bisa benci dan jatuh cinta dalam satu waktu yang sama. Malioboro, tempat ini secara ajaib menghadirkan rasa benci dan rindu secara bersamaan.

Lebih dari 250 tahun yang lalu, Malioboro hanya sebuah jalanan sepi yang sesekali dipenuhi karangan bunga pertanda Kraton sedang punya hajat. Maju beberapa puluh tahun kemudian Malioboro tumbuh menjadi kawasan dagang. Di saat yang bersamaan tempat ini perlahan mewakili wajah kotanya.

Jutaan detik berlalu, Malioboro tumbuh sebagai raksasa dari Jogja. Kawasannya meliputi Jalan Malioboro dan Jalan Margo Mulyo (dulu Jalan Ahmad Yani) serta membentang hingga kawasan tugu di utara dan Kraton di selatan. Menjadi ikon perekonomian, pusat wisata dan rumah budaya serta keberagaman, Malioboro menjadi landmark terbesar Yogyakarta.

Namun sepanjang itupula Malioboro bertaruh dengan dirinya sendiri. Dinilai tak lagi nyaman dan semrawut, Malioboro mulai menjadi alasan orang-orang untuk mengkritik kota Jogja dan membenci Malioboro itu sendiri. Meski di saat yang sama ada rasa yang tak bisa diingkari, ada rindu yang tak bisa ditolak dan ada pesona yang tak tergantikan.

Mereka yang membenci sekaligus merindukan Maliboro sering tak mudah mengungkapkan mengapa mereka kesal sekaligus rindu dengan tempat ini. Sejumlah potret berikut ini mungkin menjadi bahasa yang menjawab mengapa Malioboro dibenci sekaligus sangat dirindukan.

13891411601296691473
13891411601296691473
Malioboro adalah penggalan sejarah Yogyakarta yang tak ternilai. Di sepanjang jalannya berbagai cagar budaya berdiri, salah satu yang terjaga adalah bangunan yang kini menjadi apotek. Berdiri di tengah himpitan bangunan modern, berbagai banguan cagar tersebut membentuk ruas-ruas cantik Malioboro.

1389141218985565287
1389141218985565287
Ada beberapa kawasan “all in one” di Indonesia, tapi hanya Malioboro di Yogyakarta yang memiliki sudut semanis ini. Tak tahu di mana pusat pesonanya, tapi berjalan di sini seperti candu yang selalu menghampiri.

13891413162120944695
13891413162120944695
Becak dan kereta kuda, dua maskot yang membuat Malioboro semakin manis tapi juga kerap dibenci karena tarifnya yang mahal dan sejumlah trik jebakan yang sering dipraktikkan sejumlah tukang becak.

13891414171472436970
13891414171472436970
Malioboro di kala lengang, sangat cantik dan nyaman. Tapi kenyamanan ini hanya tersaji di saat Malioboro ditutup, setelahnya kawasan ini menampakkan wajahnya yang 180 derajat.

1389141952899392949
1389141952899392949

13891436411192923573
13891436411192923573
Jangan percaya sepenuhnya cerita kenangan orang tua kita saat merenda kasih sambil menyusuri Malioboro yang lengang dan nyaman. Sepenggal cerita itu tak berlaku lagi karena untuk melangkah di Malioboro kini menjadi sebuah perjuangan. Dua pertiga trotoar diambil alih parkir sepeda motot sementara badan jalannya menderita disesaki laju kendaraan. Data dinas perhubungan kota Jogja mencatat saat musim liburan Malioboro disesaki 1800 kendaraan per jam.

13891416651325669856
13891416651325669856

1389142086222082566
1389142086222082566
Bukan Malioboro namanya jika tak menyuguhkan seni dan budaya yang manis. Pertunjukkan jalanan dan seni intalasi luar ruang menjadikan Malioboro tak pernah kehabisan pesona. Padatnya lalu lintas tak menghilangkan fungsi Malioboro sebagai etalase budaya Jogja dan Indonesia.

13891423861919632822
13891423861919632822
Dan meski menyusuri trotoar dan lorong Malioboro harus selalu berdesakkan, suguhan cantik nyaris tak pernah jeda menyapa mata.

13891425441182523276
13891425441182523276

1389142599513252074
1389142599513252074
Apapun keadaannya, Malioboro tetap eksotis disusuri dari atas kereta kuda. Dan hanya di tempat ini rasanya setiap orang tak pernah gengsi menyantap jajanan murah sambil duduk tanpa alas di jalanan. Apapun makanannya rasanya nikmat jika itu di Malioboro.

13891427121915408758
13891427121915408758
Setiap hari para pedagang kaki lima dan asongan di ujung jalan Malioboro ini tak pernah aman dari razia petugas, namun rasanya bukan Malioboro tanpa keramaian “pasar jalanan” seperti ini. Pemandangan ini mungkin tak istimewa tapi seperti ada yang dirindukan ketika tempat ini sepi.

1389142805808176510
1389142805808176510
Percayalah tak ada keistimewaan rasa pecel di Malioboro ini dibanding pecel di tempat lain. Tapi mengapa semua orang merasa harus mencicipinya?. Jawabannya satu, yakni karena pecel ini ada di Malioboro.

13891428811743365376
13891428811743365376
Jeroan, bagian organ dalam sapi dan kambing yang sering dibuang karena dianggap tak bernilai. Banyak orang pun enggan memakannya karena alasan kolestorel. Tapi di Malioboro sate koyor jeroan adalah sajian istimewa yang membuat banyak orang seketika tak peduli dengan timbunan kolesterol di tubuhnya.

13891429481455724648
13891429481455724648

13891430661483677847
13891430661483677847
Hanya sebuah pasar, tapi inilah salah satu ikon utama yang menjadi alasan setiap orang merasa wajib menginjakkan kaki di Malioboro. Ada ribuan pasar di negeri ini, tapi Pasar Beringharjo adalah yang paling terkenal di Indonesia.

13891431712039405306
13891431712039405306
Di ujung Malioboro, di titik “Nol Kilometer” Jogja, gedung inilah yang melengkapi sejuta kenangan tentang Malioboro.

13891432702016964900
13891432702016964900
Banyak orang mengutuki kesemrawutan Malioboro, tapi seketika mereka akan sangat rindu ketika ingat semburat senja di sudut jalan itu.

13891434211090374818
13891434211090374818
Di ujung jalan itu setahun kemarin, ku teringatku menunggumu bidadari belahan jiwaku.

13891418941517038684
13891418941517038684
Becak, kereta kuda dan turis. Bercampur di ruang pejalan kaki, terkesan semrawut tapi pemandangan ini terlanjur menjadi manis.

Maliboro adalah rekaman sejarah, kumpulan banyak cerita dan lintasan kenangan. Meski wajahnya telah berubah dan semakin menua, pesonanya tak pernah pudar oleh zaman. Pantas jika banyak orang tak bisa mengungkapkan tempat ini dengan kata-kata karena sepanjang jalannya Malioboro telah bertutur tentang rasa dari setiap orang yang berjalan menyusurinya.

Dibenci karena kesemrawutannya, Malioboro juga paling dirindukan. Eksotismenya selalu berpendar, ia selalu berhasil memaksa orang untuk kembali mengunjunginya. Malioboro tak pernah kehabisan pesona yang membuat orang susah lupa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun