Zaman bergerak maju dan teknologi senantiasa berkembang mengiringinya. Laju zaman dan teknologi itupun telah melahirkan banyak terobosan yang mempermudah dan membantu kehidupan manusia, salah satunya dalam hal pembayaran. Saat ini alat pembayaran tunai tidak lagi menjadi satu-satunya intrumen pembayaran. Ada uang elektronik yang dapat digunakan sebagai alternatif alat pembayaran secara non tunai.
[caption id="attachment_361549" align="aligncenter" width="605" caption="Kartu Flazz dan Kompas Gramedia Value Card (KGVC), dua dari sekian banyak produk uang elektronik di Indonesia (dok. pribadi)."][/caption]
Penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran non tunai terus digalakkan. Apalagi setelah pemerintah melalui Bank Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014.
Uang elektronik di Indonesia sebenarnya sudah diperkenalkan sejak tahun 2007. Sejak saat itu secara perlahan masyarakat Indonesia mulai familiar dan tertarik menggunakan uang elektronik untuk berbagai keperluan seperti berbelanja, membeli bensin, membayar uang tol hingga tiket alat transportasi publik.
Menurut data Bank Indonesia tren penggunaan uang elektronik di Indonesia terus meningkat. Jumlah transaksi penggunaan uang elektronik di tahun 2013 sebanyak 400.000 transaksi per hari, naik dibandingkan tahun 2012 yang hanya 275.000 per hari. Sementara pada triwulan pertama tahun 2014 terjadi kenaikan sekitar 17,34% dibandingkan periode yang sama di tahun 2013. Peningkatan tersebut diikuti dengan bertambahnya kartu prabayar uang elektronik yang diterbitkan.
Namun meski semakin banyak orang Indonesia yang memiliki uang elektronik, belum semuanya yakin untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran non tunai. Sebagian masyarakat belum memahami cara menggunakan uang elektronik secara bijak. Sementara sebagian yang lain masih khawatir dengan faktor keamanan dan cara menyimpannya. Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan ketika akan dan sedang menggunakan uang elektronik sebagai alat pembayaran non tunai.
Pertama, tanyakan ke petugas merchant apakah menerima pembayaran non tunai dengan uang elektronik. Hampir semua merchant atau tempat belanja baik supermarket, minimarket hingga foodcourt yang menerima pembayaran dengan uang elektronik memasang tanda logo produk uang elektronik yang bisa digunakan di merchant tersebut. Logo tersebut bisa dilihat di kaca pintu masuk, meja kasir maupun plang nama untuk minimarket.
Akan tetapi sepanjang pengalaman saya menggunakan uang elektronik, kenyataannya tidak semua merchant menerima penggunaan uang elektronik meski mereka memasang logo uang elektronik. Ada beberapa faktor yang membuat transaksi dengan uang elektronik tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu sebelum bertransaksi tanyakan terlebih dahulu kepada kasir apakah pembayaran dengan uang elektronik bisa dilakukan. Hal ini penting agar kita tidak mendapatkan kesulitan saat membayar di kasir. Bayangkan jika kita sedang tidak membawa uang tunai dengan jumlah cukup karena terlanjur mengandalkan uang elektronik, maka terpaksa kita harus mengurangi beberapa item belanjaan di kasir.
Tak hanya menanyakan kepastian pembayaran dengan uang elektronik, kadang kala kita juga perlu menjelaskan tentang produk uang elektronik yang kita gunakan. Hal ini karena tidak semua kasir atau petugas merchant mengetahui tentang varian uang elektronik, terutama jenis produk co-branding seperti Kompas Gramedia Value Card (KGVC) dan Kompasiana Community Card (KCC).
Pengalaman saya menggunakan KGVC beberapa kali sang kasir agak lama mengamati kartu tersebut. Ada juga yang menanyakan jenis kartu apa yang saya gunakan tersebut. Namun setelah saya menjelaskan bahwa KGVC berplatform Flazz BCA, sang kasir baru menyadari dan pembayaran dapat dilakukan.
Kedua, pastikan nominal terendah yang dapat diterima. Fungsi dan nilai nominal uang elektronik sama dengan uang tunai. Namun dalam praktiknya beberapa merchant bisa memiliki kebijakan yang berbeda dalam menerima uang elektronik. Ada merchant yang menerima uang elektronik untuk pembayaran tanpa batas nominal terendah sehingga untuk membeli satu botol air mineral sekalipun bisa menggunakan uang elektronik. Namun merchant lain tidak menerima pembayaran uang elektronik jika nominal belanja kita di bawah nilai tertentu. Pengalaman saya ada merchant yang hanya menerima uang elektronik untuk pembayaran mulai Rp. 25.000. Oleh karena itu sebelum bertransaksi alangkah baiknya memastikan perihal nominal transaksi terendah yang bisa dilakukan di kasir.
[caption id="attachment_361552" align="aligncenter" width="543" caption="Meletakkan kartu uang elektonik pada reader usai bertransaksi untuk memeriksa sisa saldo (dok. pribadi)."]
Ketiga, cek input nominal pembayaran dan periksa ulang saldo setelah bertraksaksi. Salah satu kelebihan membayar dengan uang elektronik adalah prosesnya yang cepat. Meskipun demikian pastikan kasir menunjukkan mesin EDC (Electronic Data Capture) dan mengarahkan layarnya kepada kita ketika memasukkan nominal pembayaran. Hal ini untuk menghindari pembayaran melebihi nominal yang kita belanjakan.
Prosedur berikutnya sang kasir akan menyebutkan sisa saldo setelah kita bertransaksi dengan uang elektronik. Namun tak ada salahnya kita memastikan sisa saldo dengan memeriksa sendiri di reader yang tersedia. Reader uang elektronik biasanya mudah diakses oleh pembeli di meja kasir namun banyak pengguna yang tidak memanfaatkannya untuk memeriksa saldo uang elektronik miliknya.
[caption id="attachment_361551" align="aligncenter" width="545" caption="Setelah isi ulang (top up) uang elektronik (dok. pribadi)."]
Keempat, isi ulang sesuai kebutuhan dan tujuan penggunaan. Memeriksa saldo uang elektronik setelah bertransaksi juga penting sebagai pertimbangan kapan kita harus mengisi ulang (top up) uang elektronik dan berapa nominalnya. Batas maksimal pengisian uang elektronik pada umumnya saat ini adalah Rp. 1.000.000. Namun apabila penggunaan uang elektronik kita lebih banyak ditujukan untuk kebutuhan kecil yang tidak terlalu intens, mengisi ulang dengan nominal yang tidak terlalu besar menjadi pilihan bijak. Saya biasa mengisi ulang uang elektronik mulai dari Rp. 40.000-100.000. Hal itu karena saya menggunakan uang elektronik untuk pembayaran tiket bus transjogja dan sesekali belanja di swalayan/minimarket dengan nominal yang tidak terlalu besar.
[caption id="attachment_361550" align="aligncenter" width="360" caption="Uang elektronik di Indonesia banyak diterbitkan dalam bentuk kartu prabayar (dok. pribadi)."]
Terakhir namun juga sangat penting adalah simpan dan perlakukan uang elektronik seperti halnya uang tunai. Pada dasarnya uang elektronik adalah uang tunai yang nominalnya telah diubah menjadi data elektronik atau digital. Uang elektronik bukan simpanan yang dijamin. Oleh karena itu cara terbaik menyimpan dan menggunakan uang elektronik yang aman adalah sama dengan cara memperlakukan uang tunai. Simpan kartu uang elektronik di dompet dengan aman. Cegah dari kerusakan dan kehilangan untuk menghindari kerugian kehilangan nominal yang tersimpan di kartu uang elektronik. Selamat menggunakan uang elektronik, selamat bertransaksi secara aman dan bijak!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H