Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kasus Kopi Bersianida: Pengamat dan Media Latah, Masyarakat Dirugikan

6 Februari 2016   08:41 Diperbarui: 6 Februari 2016   13:18 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rekonstruksi tewasnya Mirna usai meminum kopi yang diduga kuat mengandung Sianida (kompas.com)"][/caption]Sebulan sudah kematian Wayan Mirna akibat meminum kopi yang mengandung sianida berlalu. Kasus yang terjadi 6 Januari 2016 ini pun semakin menyita perhatian media dan masyarakat. Apalagi semenjak Jessica, rekan Mirna yang diketahui sebagai pemesan kopi, ditetapkan menjadi tersangka pada 29 Januari 2016.

Di saat polisi bekerja dalam diam penuh ketelitian mengungkap kasus racun yang tergolong tak biasa di Indonesia ini, media dan pengamat sibuk mengajukan analisis dan menyusun investigasi versi mereka sendiri. Ada analisis yang logis, namun ada juga yang tanpa pengetahuan yang benar. Ada yang seolah-olah masuk akal, tapi ternyata hanya opini yang dilebih-lebihkan.

Dari banyak suara yang berserakan di media tentang kasus Mirna ini, ada beberapa kekeliruan dan kesesatan yang sangat nyata. Sayangnya, kekeliruan-kekeliruan itu justru dikutip dan dikabarkan oleh sejumlah media kepada masyarakat secara berulang-ulang

Saya terkejut ketika menyaksikan diskusi panjang lebar antara Kompas TV dengan narasumbernya yakni Reza Indragiri, pada 30 Januari 2016, beberapa menit setelah Jessica ditetapkan sebagai tersangka. Tak lama kemudian, pembahasan serupa terjadi di Metro TV dengan narasumber yang sama. Bahkan, Metro TV kemudian membuat tulisan khusus untuk merangkum analisis tersebut dengan label “logika kopi Mirna”.

Saya punya sedikit pengalaman menjalankan beberapa penelitian dan kegiatan menggunakan bahan kimia, termasuk bersentuhan dekat dengan salah satu tumbuhan penghasil sianida. Sehingga menurut saya pembahasan yang ditampilkan Kompas TV dan Metro TV saat itu berpotensi menyesatkan masyarakat. Bahkan sebenarnya telah “meracuni” masyarakat karena kekeliruan tersebut dikemas seakan-akan penuh logika.

Berikut ini beberapa kekeliruan logika tanpa pemahaman yang disuguhkan oleh beberapa media dan pengamat dalam kasus kopi sianida.

Logika sesat konsentrasi sianida.

Kepolisian menyebutkan konsentrasi sianida pada minuman kopi Mirna sebesar 15 gr/L. Akan tetapi, banyak media dan pengamat tersesat dengan menyebutkan “ada 15 gram sianida di kopi Mirna”. Kekeliruan tersebut kemudian dijadikan salah satu premis untuk menyusun berbagai analisis. Ada yang mengatakan pembunuh adalah orang spesial karena bisa mendapatkan sianida sebanyak 15 gram. Namun pembunuh tidak pandai karena memberikan racun dalam jumlah sangat besar yang bisa menewaskan sekian orang sekaligus. Kemudian mengutak-atik “logika” bahwa mustahil pembunuhan terjadi begitu saja karena pembunuh harus menenteng-nenteng 15 gram sianida.

Berbagai pendapat dan analisis tersebut diberitakan masif di media, tapi analisis “logika” tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman pengamat dan media tentang makna konsentrasi bahan kimia.

Besarnya konsentrasi 15 gr/L adalah bahasa perbandingan antara 15 gram sianida dalam 1 liter minuman kopi. Tidak ada yang salah dengan angka ini karena konsentrasi memang sebaiknya dituliskan dalam bilangan yang bulat dalam satuan yang lazim berlaku secara internasional maupun menurut kaidah ilmu pengetahuan. Besaran 15 gram bukanlah jumlah fakual sianida di dalam minuman kopi Mirna. Jumlahnya jauh di bawah itu karena volume kopi Mirna juga tak sampai 1 liter.

Perihal makna konsentrasi yang gagal dipahami ini kemudian dijadikan salah satu premis untuk menyusun berbagai analisis oleh pengamat dan media. Bisa dibayangkan bagaimana analisis atau kesimpulan dibuat jika premisnya sudah salah besar. Tak ada logika, yang ada justru kekeliruan yang dikemas seolah-olah logis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun