Tulisan ini semoga bisa menjadi bahan pelajaran bersama. Keluhan tertulis ini diharapkan menjadi terapi kejut kecil atas pengelolaan parkir di Malioboro. Ini bukan ekspresi ketidaksukaan, melainkan bentuk perhatian kepada Malioboro, jantung kota Yogyakarta yang telah mendunia. Di saat yang sama ada harapan agar pihak-pihak yang mengurusi Malioboro segera bertindak secara lebih nyata dan konsisten. Menjadi himbauan juga kepada juru parkir nakal di Malioboro yang gemar berbuat curang mengutip uang parkir melebihi ketentuan .
[caption id="attachment_311696" align="aligncenter" width="540" caption="Jalan Malioboro Yogyakarta."][/caption]
Kejadian ini saya alami pada hari Minggu, 15 Juni 2014. Jam sudah menunjukkan pukul 16.30, sementara langit Malioboro sudah lebih gelap karena mendung dan gerimis yang turun, ketika saya hendak meninggalkan kawasan tersebut. Di depan Kantor Dinas Pariwisata, tempat saya memarkir kendaraan, petugas parkir menghampiri. Sayapun mengeluarkan karcis parkir yang diberikan saat datang beberapa jam sebelumnya.
Sangat jelas tertulis nominal tarif parkir di karcis itu. Namun kejadian menggelikan terjadi. Saat menghitung uang kembalian saya mendapati juru parkir mengutip 2 kali lipat dari yang seharusnya. Beberapa detik setelah juru parkir itu berpaling berbalik badan saya segera memanggilnya.
Dalam waktu yang tak lama, sekitar 4 menit kami pun berdebat. Saya meminta sisa uang kembalian yang tak diberikan. Juru parkir tersebut dengan enteng menjawab: “sudah naik dek”. Ia lalu berbalik badan. Tapi sebelum satu langkah pergi saya memanggilnya lagi. “Sejak kapan Pak?. Kemarin saya baru dari Malioboro juga”. Setelah mendengar keberatan saya, juru parkir itu bukannya mengembalikan uang. tapi dengan agak melotot dan air muka yang kecut menegaskan lagi : “sudah naik lho, nggak percaya?”. Sayapun tersenyum membalasnya: “nggak, Pak”.
Mengetahui saya agak ngotot, meski saat itu saya bicara dengan sangat santai, juru parkir itu semakin kuat bertahan. Dengan agak emosi ia lalu mengeluarkan dompet dari saku celananya. Secarik kertas putih ia keluarkan. Saya tak perhatikan teliti isinya karena suasana yang mendung dan gerimis. Menurutnya itu adalah bukti jumlah setoran parkir. Besarnya angka yang harus ia setor dijadikan klaim bahwa tarif parkir pengunjung juga naik. Sayang sekali gerimis membuat saya tak tega mengeluarkan kamera dari dalam tas.
“Sudah simpan saja, Pak”. Begitu jawab saya,lalu memundurkan kendaraan. Juru parkir itu tetap tidak mengembalikankelebihan uang parkir saya dan sayapun tidak memaksa. Namun yang mengejutkan adalah ucapannya sesaat saya akan pergi. Dengan enteng juru parkir itu berkata : “lapor saja sana kalau bisa!”
Ada beberapa catatan penting dari kejadian yang saya alami tersebut. Hal ini semoga berguna bagi siapa saja yang hendak berkunjung ke Malioboro, termasuk bagi pengelola Malioboro jika membacanya.
1.Kejadian tidak menyenangkan yang saya alami bukanlah hal baru dan sudah lebih dulu menimpa banyak pengunjung Malioboro. Tentu tidak semua juru parkir di Malioboro bertindak nakal. Ada beberapa area di mana juru parkirnya ramah dan tak gemar mencurangi pengunjung. Tapi kelakuan beberapa juru parkir nakal memang telah lama menganggu kenyamanan Malioboro.
Di media sosial seperti twitter sering dijumpai keluhan pengunjung Malioboro yang dibuat geram dengan aksi pengutipan biaya parkir baik motor maupun mobil melebihi tarif yang berlaku. Juru parkir nakal tak segan meminta uang parkir sampai 2 kali lipat dari nilai yang tertera di karcis. Di antara mereka bahkan sering mencoret angka nominal yang tercetak untuk ditulis tangan sendiri dengan nilai yang lebih besar. Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang retribusi jasa umum untuk parkir di tepi jalan umum kawasan I dan II begitu kental di Malioboro.
2.Sikap tegas dan konsisten pihak yang bertanggung jawab masalah parkir di Malioboro pantas dipertanyakan. Hal yang menggelikan adalah juru parkir nakal sering kali mudah berujar “lapor saja sana” atau “lapor saja kalau bisa!” kepada para korbannya. Ini menguatkan kesan bahwa pengelola Malioboro memang tak serius dan kurang tegas menertibkan juru parkir nakal. Pengunjung yang sering tak berdaya meski telah berdebat dengan juru parkir nakal pun hanya bisa menyimpan kecewa dan geram.
Sidak atau razia yang selama ini digagas oleh pengelola Malioboro tidak cukup untuk menghasikan perubahan. Kegiatan pengawasan dan sidak juru parkir nakal tak menimbulkan efek jera bagi juru parkir nakal.
3.Kejadian yang saya alami terjadi tepat di depan Kantor Dinas Pariwisata adalah ironi yang memalukan. Bagaimana mungkin pelanggaran yang sudah berkali-kali terjadi bahkan di depan kantor instansi pemerintah yang mengurusi wisata kota Yogyakarta bisa terus berlangsung. Hal ini bukan karena tidak kasat mata, tapi boleh jadi karena kurangnya kepekaan dan komitmen untuk mengatasinya.
4.Pengunjung yang menjadi korban juru parkir nakal Malioboro bukannya tidak pernah melakukan teguran kepada juru parkir nakal. Perlawanan kecil seperti debat yang saya alami dengan juru parkir di depan Dinas Pariwisata sering juga saya saksikan di beberapa ruas Malioboro lainnya. Namun seperti halnya saya, mereka yang berusaha membela haknya juga akhirnya tak berdaya. Juru parkir yang menolak mengembalikan kelebihan pembayaran pun memalingkan muka dengan perasaan menang.
Juru parkir nakal bisa dengan leluasa mengutip biaya parkir hingga 2 kali lipat karena situasi “menguntungkan” mereka. Pos pengaduan yang sempat diwacanakan hanya ada di saat-saat tertentu seperti jelang lebaran di mana pengunjung Malioboro membludak. Di saat yang sama sangat susah menemukan petugas ketertiban di Malioboro. Tak heran jika juru parkir nakal bisa melakukan aksi curangnya berkali-kali.
Jika serius membenahi masalah perparkiran di Malioboro, khususnya menertibkan juru parkir nakal, pengelola Malioboro perlu upaya melebihi yang sudah dilakukan saat ini.
Memasang poster atau tulisan tentang tarif resmi parkir bisa dilakukan agar para juru parkir yang berniat nakal berfikir ulang dan mereka yang sudah terbiasa nakal tak semakin leluasa. Poster atau tulisan ini bisa disatukan dengan papan himbauan “Jagalah Kebersihan”.
UPT Malioboro maupun Dinas Perhubungan, sudah saatnya menyediakan beberapa posko pengawasan parkir terutama di area-area yang selama ini banyak dikeluhkan pengunjung. Posko tersebut harus selalu diisi petugas yang siaga setiap hari. Posko juga harus terlihat dan mudah ditemukan sehingga pengunjung bisa segera melakukan pengaduan.
Selain itu kawasan wisata seperti Malioboro sudah saatnya memiliki petugas keamanan dan ketertiban yang secara berkala sepanjang hari berpatroli di trotoar Malioboro. Selain memberikan rasa aman bagi pengunjung, kehadiran mereka juga bisa memaksa semua orang di Malioboro untuk berbuat tertib dan menaati aturan.
Keberadaan posko dan petugas yang siaga sepanjang hari dirasa lebih diperlukan dibanding sidak yang hanya sesekali dilakukan namun hasilnya juru parkir nakal kembali beraksi usai sidak berakhir.
[caption id="attachment_311697" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi parkir di kawasan Malioboro Yogyakarta (dok. pribadi)."]
Malioboro tak boleh merasa tenang dan santai hanya karena pesonanya yang memikat, bukan berarti masalah-masalah minor seperti kelakuan juru parkir nakal tak akan mengundang protes dari pengunjung. Jika dibiarkan terus hal-hal yang dianggap biasa ini akan menjadi kesan buruk untuk wajah Malioboro secara keseluruhan. Minornya kelakukan beberapa pelaku di Malioboro yang bertindak curang menipu pengunjung sudah sangat menganggu. Bukan tidak mungkin Malioboro akan jadi cibiran banyak orang nantinya. Jangan sampai pengunjung pulang dari Malioboro dengan membawa kenangan “dipalak”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H