Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Angkringan Jogja: Bukan Masalah Harga, tapi Kenangannya yang Susah Lupa

4 Maret 2015   23:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:10 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_353891" align="aligncenter" width="596" caption="Angkringan di utara kampus UGM, tempat saya berteduh dan singgah kemarin malam."][/caption]

Kemarin malam (3/3/2015), sekitar pukul 18.30 saya menepi di sebuah angkringan yang belum lama mengisi ruang sempit di pinggir jembatan di utara kampus UGM. Hujan yang turun tiba-tiba dan dalam sekejap membasahi sebagian pakaian menjadi alasan saya berteduh di tempat ini.

Angkringan ini tak terlalu besar, hanya berupa warung tenda dengan sebuah meja pikul terbuat dari kayu dan triplek sederhana. Dua kursi panjang yang juga terbuat dari kayu menjadi tempat duduknya. Sementara itu 2 helai tikar dihamparkan di sisinya untuk pembeli yang ingin lesehan. Kesan saya terhadap angkringan  ini lumayan bersih dan nyaman untuk sekadar singgah sejenak.

Niat memesan segelas jahe panas mendadak batal setelah saya menemukan bakwan jagung hangat masih mengepul asapnya di atas wadah plastik. Ukurannya pun lumayan untuk beberapa gigitan. Mencicipi satu, ternyata rasanya sangat enak. Butiran jagungnya cukup royal dengan tambahan irisan kecil daung bawang dan wortel. Tepungnya juga digoreng matang menyisakan gosong di beberapa bagian. Inilah bakwan jagung paling enak yang dijual di angkringan. Dibandingkan dengan bakwan jagung yang disediakan di sebuah angkringan terkenal di pusat Kota Jogja, lidah saya berkata bakwan jagung di tempat ini jauh lebih nikmat.

Menghabiskan satu bakwan saya pun ketagihan. Dua bungkus nasi kucing saya ambil sebagai teman ngemil bakwan. Sambil memesan segelas teh saya membuka obrolan dengan sang penjual. “Memang baru 4 bulan-an, bos!” Rupanya angkringan ini baru berumur 4 bulan lalu. Tentu saja saya bukan bosnya. Hanya saja sepertinya begitulah caranya mengakrabi pembeli angkringannya.

[caption id="attachment_353892" align="aligncenter" width="596" caption="Bakwan jagung hangat di angkringan semalam."]

1425461313278523389
1425461313278523389
[/caption]

Sambil menikmati bunyi tetesan air hujan yang jatuh menimpa tenda dan aspal jalan, saya memulai makan malam dadakan ini. Saya katakan dadakan karena andai tak hujan saya mungkin tak akan mampir ke angkringan ini. Lagi pula sebenarnya perut belum benar-benar lapar.

Nasi kucingnya ada 3 macam, yakni isi sambal teri, oseng tempe, dan sambal telur. Saya memilih dua yang pertama. Nasinya lumayan pulen dan bersih. Satu bungkusnya kira-kira ada 5 sendok makan, lumayan menenangkan perut jika menyantap 2 bungkus. Namun karena sudah menyantap 2 potong bakwan jagungnya, saya pun gagal menghabiskan 2 bungkus nasinya hingga tuntas.

Lima belas menit berlalu hujan perlahan reda. Tapi segelas teh yang saya pesan belum juga habis. Bakwan jagung kembali jadi temannya. Kali ini ditambah tahu isi. Sebentar kemudian saya menyudahi makan malam. Ketika menyebutkan apa saja yang sudah saya nikmati, sang penjual menyebut angka Rp 8.000 setelah selesai menekan kalkulator. Ini murah banget. Untuk menebus 2 bungkus nasi kucing, 4 bakwan jagung, 2 tahu isi dan segelas teh, ternyata saya masih mendapat kembalian dari uang yang bayarkan. Sementara di angkringan lainnya saya sering membayar lebih untuk makan dengan menu yang sama. Apalagi jika sudah menyebut sejumlah angkringan ternama di Kota Jogja, Rp. 8.000 adalah nominal yang asing di meja kasir.

[caption id="attachment_353893" align="aligncenter" width="596" caption="Nasi kucing dengan sambal dan bakwan jagung. Di tempat lain makanan ini tidaklah menarik. Tapi di angkringan Jogja menjadi sangat istimewa. Entah apa yang membuatnya demikian."]

14254613971201433036
14254613971201433036
[/caption]

Angkringan Jogja sebenarnya tak lagi benar-benar murah. Memang masih ada yang murah dan nikmat seperti yang saya singgahi kemarin malam itu. Tapi jumlahnya tak banyak kecuali jika kita mau blusukan atau di angkringan yang seadanya. Saya pun sering bingung jika ada kerabat atau teman dari luar Jogja yang datang dan minta diantar makan di angkringan dengan rekues: murah.

Yang murah masih ada, tapi soal nyaman mungkin tidak. Sebaliknya label angkringan yang mengusung kenyamanan semakin banyak, tapi soal murah sebaiknya disisihkan. Lagi pula sebenarnya ada yang lebih bermakna ketika makan di angkringan. Sesuatu yang tak didapatkan di tempat mana pun.

Bukan lagi masalah harga, tapi soal kesan dan kenangan sesaat yang tiada duanya setiap singgah di angkringan. Kesan dan kenangan itu adalah rasa yang seringkali susah diterjemahkan karena datang begitu saja. Rasanya nikmat sekali, duduk di angkringan dengan lampu temaram diiringi suara gerimis, ditemani segelas teh panas seperti ini. Sederhana tapi menyenangkan rasa. Saya bayangkan jika cuaca tak hujan dengan langit malam yang mungkin bertabur bintang dan sorot lampu rumah-rumah di bawah jembatan, belum tentu senikmat malam kemarin.

[caption id="attachment_353894" align="aligncenter" width="409" caption="Angkringan Jogja, tempat biasa dengan kesan dan kenangan yang luar biasa."]

1425461622226006892
1425461622226006892
[/caption]

Semalam hanya kurang dari 30 menit saya di angkringan itu. Tapi kesan dan kenangannya tak terlupa. Saat hendak melangkah pergi, berteman sepi dan berbayang teduh cahaya lampu jalan, tiba-tiba datang seorang wanita berkerudung biru menghampiri angkringan. Tak tahu siapa dia. Hanya saja kalau kata KAHITNA, rasanya ingin bersuara: “Kau datang mengapa terlambat!”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun