Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasi Padang Lebih Nikmat Tanpa "Bumbu Ormas" dan Lisensi "Abal-abal"

9 November 2024   14:28 Diperbarui: 9 November 2024   14:28 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membandingkan nasi padang dari 2 warung berlisensi ormas (dok.pribadi).

Nasi dengan sayur gulai nangka dengan campuran kol dan kadang kacang panjang. Ditambah daun singkong rebus. Disiram aneka kuah bercita rasa sedap. Tak ketinggalan sambal hijau dan merah. 

Lauknya pilih apa pun tak akan salah. Telor dadarnya selalu menggoda. Rendangnya pasti favorit. Dendengnya menggiurkan. Ayam goreng, ayam pop, ayam sambal hijau, ayam bakar, atau ayam rendang, semua sama enaknya. Kalau suka Tunjang jangan sampai kelewatan. 

Paling tidak itulah komposisi standar-minimalis nasi padang yang biasa disantap kebanyakan orang. Baik dibungkus atau makan di tempat, dengan komposisi tersebut sudah bisa didapatkan kelezatan masakan padang. Apalagi jika beberapa lauk disatukan, kelezatannya akan melonjak ke level mendekati maksimal. Tentu saja dompet juga perlu disiapkan lebih tebal.

Tak ada yang membantah kelezatan masakan padang. Sukar pula mengelak dari godaan mampir ke warung padang saat perut keroncongan. Hampir semua orang menyukai nasi padang. 

Warung Padang pun makin gampang ditemui. Jumlahnya termasuk yang menggunakan gerobak dan sepeda motor, berkali lipat mengungguli minimarket berjaringan. Bahkan, di beberapa kota keberadaan warung padang mendominasi tempat serupa yang bernama warung tegal atau warteg.

Jangan kaget jika dalam seruas jalan sepanjang 2 km bisa dijumpai lima atau enam warung padang di sisi kanan dan kiri jalan. Bahkan, di beberapa kawasan di kota pelajar Yogyakarta, dalam satu area yang padat penduduk dan mahasiswa, warung padang aneka nama berdiri dalam rentang jarak yang berdekatan satu sama lain. Hebatnya, diantara warung-warung padang tersebut tidak ada yang tidak sepi. Tak heran muncul semacam guyonan yang menyebut: "mahasiswa di Jogja kalau makannya tidak ayam geprek, ya pasti naspad (nasi padang)". 

Begitulah warung padang atau nasi padang telah menjadi santapan semua orang. Dari makanan yang mulanya identik dengan daerah tertentu, lalu menjadi semacam hidangan nasional. Selain dibanggakan orang dari daerah asalnya, nasi padang juga disukai oleh lidah orang Jawa, orang Kalimantan, orang Bali, dan seterusnya bahkan oleh lidah bule.

Namun, kenikmatan menyantap nasi padang belakangan terganggu dengan adanya razia warung padang. Ramai di media sosial hingga menjadi pemberitaan nasional, sekelompok orang merazia warung padang dan melucuti nama warungnya karena dianggap sajiannya tidak otentik masakan padang. 

Bersamaan dengan itu mencuat soal penerapan lisensi atas warung-warung padang yang ditetapkan oleh suatu ormas. Lisensi yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat atau stiker tersebut ditempel di warung-warung padang yang dinilai memenuhi syarat otentisitas masakan padang. Dengan sendirinya warung-warung yang tidak dibubuhi sertifikat atau stiker dari ormas tersebut dianggap bukan warung padang yang otentik.

Gampang dipahami bahwa razia terhadap warung padang mencerminkan arogansi. Tidak sulit untuk menerka maksudnya bahwa para penjual boleh menggunakan nama "warung padang" hanya dan jika telah memiliki sertifikat atau lisensi dari ormas yang bersangkutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun