Akhirnya kartu saya ambil lagi. Sebagai gantinya, beberapa lembar uang saya keluarkan dari dompet. Meninggalkan loket pembayaran, sambil mengintip isi kantung obat, hati saya mengeluh. Obat cuma tiga macam dan sedikit jumlah tiap macamnya, tapi agak lumayan maharnya.
Dalam perjalanan pulang ada hal lain yang lebih saya timbang-timbang. Yakni, soal biaya tambahan jika membayar dengan kartu debit. Sepemahaman saya biaya itu dikenakan kepada merchant. Dalam hal ini ditanggung rumah sakit. Semestinya bukan pasien sebagai konsumen yang menanggung beban biaya tersebut. Setahu saya juga biayanya tak sampai 2%.
Memang dalam praktiknya, seperti sering dijumpai ketika bertransaksi secara nontunai, ada beberapa merchant yang tetap bandel membebankan biaya kepada konsumen. Akan tetapi saya tak mengira bahwa rumah sakit Islam atau yang dikelola oleh lembaga Islam pun ternyata masih belum patuh pada aturan tersebut.Â
Lebih mengherankan lagi, saya menggunakan kartu Bank Syariah Indonesia. Dalam pandangan awam saya, rumah sakit Islam akan lebih "ramah" dalam menerima produk bank syariah.
Mau tak mau saya membandingkannya dengan pengalaman-pengalaman ketika berobat atau memeriksakan diri di rumah sakit lain. Beberapa kali saya datang ke sebuah rumah sakit di bawah naungan lembaga kristen atau katolik. Selain karena dekat, pelayanannya juga sat set. Ada kalanya saya antre di polikliniknya. Namun, pernah juga memeriksakan diri langsung ke layanan IGD.Â
Pada semua kedatangan tersebut saya membayar secara nontunai dengan kartu bank syariah. Selain tak ada diskriminasi jenis pembayaran nontunai, rumah sakit itu pun tak mengenakan biaya tambahan. Pembayaran saya dengan kartu bank syariah selalu diterima dan dilayani tanpa ada biaya transaksi lain-lain yang dibebankan kepada pasien atau pengguna kartu. Rumah sakit kristen ini ramah menerima pembayaran dengan kartu bank syariah.
Hal itu membuat saya berpikir lagi. Mana yang lebih Islami sebenarnya, yayasan Islam atau yayasan Kristen dan Katolik? Dalam pelayanan transaksi pembayaran yang saya jumpai di atas, mengapa rumah sakit kristen atau katolik justru lebih islami dibanding rumah sakit yang katanya dikelola lembaga Islam?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H