Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Rumah Sakit Kristen Lebih Islami Dibanding Rumah Sakit Islam

29 Agustus 2024   11:02 Diperbarui: 29 Agustus 2024   11:05 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah sakit (sumber: shutterstock via kompas.com)

Beberapa waktu lalu saya memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit swasta yang dikelola olah yayasan/lembaga Islam. 

Belum pernah saya periksa kesehatan ke sana. Kedatangan hari itu tak lepas dari rekomendasi dokter umum yang sebelumnya memeriksa saya. Sang dokter umum menyarankan saya untuk mendatangi dokter spesialis sehingga akan diketahui apakah diperlukan pemeriksaan lanjutan atau tidak.

Disebutkan olehnya beberapa dokter spesialis yang dianggapnya mumpuni. Ada yang bertugas di rumah sakit yang sama. Namun, waktu pelayanan pasiennya hanya pagi hari. Sementara di rumah sakit lain membuka praktik pada sore hari.

Saya pun memilih opsi kedua karena dari segi waktu lebih memungkinkan. Meski demikian saya perlu mendaftar secara online pada pagi hari. Mendapat nomor antrean agak besar, saya memutuskan menghubungi layanan rumah sakit. Saya meminta saran pada jam berapa sebaiknya saya datang sambil menyebutkan nomor antrean. Petugas mengatakan saya bisa datang sekitar pukul 15.30 WIB.

Pada akhirnya saya sudah tiba di rumah sakit itu pukul 15.00 WIB. Saya datang lebih awal demi memahami beberapa seluk beluk alur pelayanan pemeriksaan karena saya belum pernah datang sebelumnya. Di mana lokasi pendaftaran pasien baru, ruang tunggu pemeriksaan dan tempat pembayaran. Saya merasa perlu mengetahui tempat-tempat itu terlebih dahulu.

Setelah mengkonfirmasi ulang pendaftaran yang saya lakukan secara online dan membuat kartu pasien, saya berpindah untuk menunggu di depan ruang pemeriksaan.  

Mendekati pukul 15.30 nama saya dipanggil. Sang dokter spesialis itu ternyata usianya sudah lanjut, tapi masih jelas bicaranya. Sikapnya ramah dan agak humoris. Citra diri sebagai dokter yang bersahabat segera saya dapatkan. 

Di ruangannya ia dibantu dua perawat. Satu orang perawat selalu standby membantu sepanjang saya berkonsultasi dan diperiksa. Sementara seorang perawat lainnya ulang-alik. 

Singkat cerita semua proses berjalan lancar dan santai. Menjelang pukul 5 sore, saya sudah mengantre untuk mendapatkan obat. Dari loket penerimaan obat, saya perlu bergeser empat langkah untuk membayar semua biaya.

Kepada petugas penerima pembayaran segera saya sodorkan kartu debit bank syariah yang biasa saya gunakan untuk bertransaksi. Mengetahui saya akan membayar secara nontunai, petugas mengatakan bahwa ada biaya sebesar 2% jika saya membayar dengan kartu tersebut. Agak terkejut saya mendengarnya. Lalu saya bertanya bagaimana jika menggunakan dengan kartu debit BN*. Rupanya tetap ada biaya tambahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun