Ramadan hari ke-17 mempertemukan saya secara tak sengaja dengan seseorang yang agak bingung saya mendeskripsikannya. Ia seniman tato jalanan, tapi juga terampil membuat pernak-pernik kerajinan tangan. Lalu Pandemi Covid-19 dan revitalisasi Malioboro bergiliran menghimpit usahanya. Dalam kesukaran, bukannya menyerah atau putus asa, aksi hebat justru ia cipta.Â
Masih di jalanan dan tetap di keramaian Malioboro. Dengan sebuah sepeda yang dimodifikasi sebagai wadah dan pengangkut buku-buku, ia menggelar "Perpustakaan Bergerak".
Panggil saja ia Mas Congok. Senyum tipisnya saat memperkenalkan diri segera saya tangkap sebagai isyarat bahwa itu hanya nama panggilannya sebagai seniman tato. Saat saya penasaran dengan nama aslinya, senyumnya makin merekah. Ia hanya menambahkan satu nama pendek. "Mul. Mul-congok", katanya.
Sabtu (8/4/2023) sore itu sekitar pukul 15.00, Mas Congok baru memarkir sepedanya di pedestrian Malioboro. Tepatnya di depan bekas Tourist Information Center (TIC) atau di sisi selatan Halte Malioboro 2.Â
Puluhan buku masih setengah berantakan. Beberapa tergeletak di kursi pedestrian. Dengan tekun ia mulai merapikan semuanya. Ketika ada pengunjung Malioboro yang mendekati sepedanya, Mas Congok menghentikan sejenak kegiatan merapikan buku. Ia segera mempersilakan pengunjung itu untuk melihat-lihat. Saat pengunjung terlihat malu, Mas Congok pun membujuk. "Mari baca, gratis. Dilihat dulu nggak papa, mungkin ada buku yang disuka", katanya meyakinkan.
Mas Congok sebenarnya seorang seniman tato. Sudah belasan tahun ia menekuni kegiatan melukis tato. Ia juga membuat aneka kerajinan tangan seperti gelang dan tas kulit yang ditawarkan kepada para pengunjung Malioboro. "Dulu tempat saya di situ", katanya sambil menunjuk bagian di dekat gapura masuk bekas gedung TIC.
Namun, semenjak pandemi Covid-19 dan revitalisasi Malioboro yang diikuti dengan relokasi pedagang kaki lima (PKL), Mas Congok kesulitan menjajakan hasil kerajinan tangannya. Apalagi ia tak mendapat alokasi tempat di Teras Malioboro. Ia tak tahu pasti alasannya. Tak mau menyalahkan keadaan, ia berusaha bertahan dengan terus menekuni seni tato.Â
Mas Congok tak menampik bahwa peminat tato tak seramai dahulu. Kondisi itu membuat tangannya "gatal". Tak mau diam hanya menunggu datangnya peminat tato, Mas Congok mencoba menyibukkan diri dengan kegiatan lain.Â
Pada 10 November 2022, ia mulai membawa buku-buku bacaan ke Malioboro. Mas Congok mengaku tak punya motivasi khusus. Ide itu datang begitu saja. Ia mengaku suka membaca dan berpikir buku-buku itu mungkin juga menarik bagi orang lain.