Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ketika Banyak Film Religi Kurang Religius, "Sang Pencerah" Jadi Pembeda

5 April 2023   20:22 Diperbarui: 5 April 2023   20:27 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau memang ada film religi, apa sebenarnya batasan dan kriterianya? Sebab aneka film religi memperlihatkan kualitas dan standar yang sangat timpang satu sama lain. FIlm-film religi yang berlatar kisah cinta terkesan sempit jalan ceritanya. Melulu berisi naik turunnya hubungan  romantis sepasang manusia yang dibungkus dengan tempat kejadian dan suasana yang agamis. Seringkali pula hanya tentang hijrah dan taaruf. 

Film-film religi semacam itu membuat agama menjadi lebih sempit maknanya. Terkesan tidak serius mengangkat latar religi. Bahkan, ada film religi yang memuat propaganda dengan meromantisasi aksi-aksi kelompok yang kental dengan intoleransi, diskriminasi, dan persekusi.

Agaknya kita memang perlu lebih banyak film religi yang lebih religius dan serius. Film religi yang tak berangkat dari kisah cinta atau tentang kesempurnaan laki-laki dan perempuan.

Perlu lebih banyak film religi yang memuat nilai-nilai spiritualitas, kebudayaan, kemanusiaan, keberagaman dan sejarah. Sebab di Indonesia agama berinteraksi kuat dengan semua itu.

Seperti film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo. Nuansa agamanya yang kental bisa menjadi alasan untuk menyebut Sang Pencerah sebagai film religi. Namun, film ini juga layak diapresiasi sebagai film sejarah. 

Sebagai film religi, Sang Pencerah dengan apik menampilkan potret kehidupan masyarakat Indonesia yang relijgius di satu sisi dan di sisi lain tidak mengingkari praktik-praktik budaya serta tradisi yang juga diamalkan oleh pemeluk agama.

Ritual tradisi yang membuat Ahmad Dahlan gelisah (dok.pribadi).
Ritual tradisi yang membuat Ahmad Dahlan gelisah (dok.pribadi).

Praktik beragama yang bercampur dengan ritual tradisi membuat Ahmad Dahlan gelisah. Sedari remaja telah muncul kesadaran dalam dirinya bahwa kondisi demikian perlu dibenahi.

Sebagai umat Islam yang taat, Ahmad Dahlan sebenarnya tidak anti tradisi dan budaya. Namun, ia merasa perlu meletakkan agama dan tradisi pada tempatnya masing-masing. Baginya ritual yang menyertakan banyak sesaji berupa makanan dan hasil bumi tidak diperlukan. 

Andai ingin diadakan sebaiknya disederhanakan. Sebab makanan dan hasil bumi tersebut lebih berguna jika dibagikan kepada rakyat miskin dibanding dipersembahkan kepada makam dan pohon-pohon keramat.

Ahmad Dahlan juga terganggu dengan feodalisme yang mengungkung hubungan ulama dengan umat. Dalam satu adegan digambarkan bagaimana jamaah masjid bersimpuh dan membungkuk layaknya menyembah saat sang imam memasuki masjid. Sementara Ahmad Dahlan hanya duduk dan bersikap sopan sewajarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun