Namun, beberapa jam kemudian giliran HP saya yang memicu overthinking. Sebuah pesan whatsapp dari kantor pajak tiba-tiba menyapa. Â Dengan hidmat saya cermati setiap kalimatnya. Bahkan ketika sudah sampai di ujung pesan saya sempatkan lagi membaca ulang khawatir ada hal penting dan mendesak yang terlewatkan.
Setelah saya cerna, isi whatsapp tersebut senada dengan isi surat yang saya dapatkan pagi harinya. Berupa imbauan pelaporan SPT dan informasi penerapan NIK sebagai pengganti NPWP mulai tahun depan.
Surat dan pesan whatsapp dari kantor pajak yang saya dapatkan secara beruntun hari itu telah menjadi bahan overthingking. Meski hanya berlangsung sesaat, tapi perasaan dan pikiran saya sempat tersita untuk memikirkannya.
Apa kantor pajak tak percaya kalau saya merupakan wajib pajak yang taat. Lagipula apa yang perlu dikhawatirkan dari profil wajib pajak seperti saya yang masuk dalam kasta biasa-biasa saja. Jangankan merekayasa pajak, mengingat password DJP online pun saya sulit sehingga setiap tahun terpaksa mengatur ulang. Itu pun masih harus membongkar arsip untuk menemukan catatan berisi EFIN yang saya simpan semaunya.
Selain itu, apa tidak bisa kantor pajak hanya mengirim imbauan lewat whatsapp? Berapa banyak sampah kertas dan limbah digital dihasilkan jika semua wajib pajak dikirimi surat dan whatsapp sekaligus?
Agak mengganggu juga jika surat imbauan hanya dikirim secara acak ke wajib pajak tertentu. Sebab itu bisa menimbulkan ghibah. Bayangkan di sebuah acara makan siang rutin, beberapa orang sambil mengunyah membicarakan koleganya. "Eh, tadi Bambang dapat surat dari kantor pajak. Kayanya sih surat penting. Tapi kok aku nggak dapet yah?".
Lantas disahut oleh tandem makan siangnya. "Iya, aku juga nggak dapet. Mungkin dia nggak pernah lapor SPT kali. Ditagih denda jadinya".
Siapa bisa menjamin tak ada ghibah semacam itu di antara kita? Memang ghibah bisa mengurangi dosa bagi orang yang dighibahi. Tapi siapa yang senang dighibahi?
Lantas sekarang saya jadi overthinking lagi. Bertanya kira-kira pejabat pajak seperti Pak Trisambodo apakah juga selalu dikirimi surat dan whatsapp oleh kantor pajak?
Lebih mengusik lagi ialah, bagaimana perasaan pejabat pajak seperti Pak Trisambodo jika menerima surat dari kantor pajak?