Sepekan lebih Tragedi Kanjuruhan berlalu. Tuntutan mundur kepada para pengurus PSSI terus diserukan.
Namun, tak ada gelagat tuntutan tersebut terpenuhi. Para pejabat utama PSSI masih tetap yakin mereka tak punya andil kesalahan. Bukan mereka yang harus memikul tanggung jawab terbesar.
Ada yang berargumen kejadian dalam pertandingan sepakbola tidak bisa dikaitkan dengan federasi dan ketuanya. Mungkin ini sama dengan orang yang punya acara hajatan, tapi tak mengakui hajatannya sendiri.
Ada pula yang ngotot mempertahankan diri. "Enak saja mundur", begitu katanya. Dianggapnya mundur sama dengan melepas tanggung jawab. Padahal, selama ini pun kontribusi dan tanggung jawabnya tidak signifikan.
Mereka yang tak mau dibebani tanggung jawab dan tak ingin mundur mungkin berpedoman pada undang-undang. Bahwa mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak merupakan hak setiap warga negara. Itu diakui dan dijamin oleh konstitusi.
Konsekuensinya ialah negara wajib memenuhinya. Tidak bisa negara melepas tanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya.
Masyarakat juga harus mendukung tanggung jawab negara tersebut. Setiap orang perlu memberi kesempatan kepada orang lain untuk berkarya. Tidak boleh menghalang-halangi orang lain yang ingin mencari penghidupan pada bidang usaha yang ada.
Melarang orang lain bekerja atau memaksa untuk meninggalkan pekerjaannya berpotensi melanggar undang-undang. Sama halnya jika memaksa pengurus PSSI mundur dari jabatan dan organisasi. Itu bisa melanggar hak asasi karena membuat orang lain kehilangan pekerjaan.
Walau konon pengurus PSSI tak digaji, tapi PSSI tak jauh beda dengan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja.
Kongres PSSI yang digelar untuk memilih pengurus pada dasarnya mirip seleksi atau bursa lowongan kerja. Setiap orang yang memiliki kualifikasi sesuai persyaratan bisa mendaftar. Sama halnya setiap pencari kerja yang memenuhi syarat bisa mengajukan lamaran.